.
.
.Suara getar ponsel yang membangunkan Kafie dari tidurnya. Masih dengan mata terpejam, pria itu mengulurkan tangan dan meraba-raba nakas di samping ranjang. Tanpa melihat si penelepon, dia menempelkan ponsel di telinga. "Halo..."
Sayangnya, Kafie tidak mendengar balasan si penelepon. Dia justru mendengar kicauan burung dari telepon itu. Alisnya pun menyatu bingung. Kafie berdeham. "Halo?" ulangnya agak lebih tegas dari sebelumnya.
"Halo, Van?"
Seketika itu juga mata Kafie terbuka lebar-lebar. Pria itu menjauhkan ponsel dari telinga dan semakin membulatkan nama ketika melihat nama Milo Daniswara muncul di layar ponsel itu. Buat apa Milo menelepon pagi-pagi seperti ini? Mana memanggil dengan sebutan Vani pula!
"Hei—"
"Kamu lagi flu? Suara kamu berat banget kedengarannya. Atau aku ngebangunin dari istirahat kamu, ya?" celoteh Milo di ujung sana. Nada pria itu kedengaran tak enak hati dan cemas sekaligus. "Aku udah di Jakarta, by the way. Aku juga mau ajakin kamu jogging, tapi kalau kamu lagi sakit, it's okay. Aku bisa jogging sendiri. Paling, sehabis jogging aku beliin kamu sarapan sama obat, gimana? Sounds nice?"
Otomatis Kafie merapatkan bibir.
Milo Daniswara memang tipe talkative person. Makanya, sahabat Kafie yang satu ini cocok banget bekerja pekerja lepas di sebuah developer. Meski begitu, Kafie tidak menyangka Milo bisa secerewet dan seperhatian ini kepada Vani.
Pandangan mata Kafie pun beralih ke Vani. Tampaknya perempuan itu masih terlelap dengan posisi memunggunginya.
"I'll take it as a yes," putus Milo di ujung sana. "Semoga aku bisa nemuin tukang bubur buat kamu. Kalau nggak, kayaknya aku bakal keliling Kelapa Gading demi nyari bubur buat kamu."
Tanpa menunggu respons, sambungan telepon itu pun diputus.
Di saat yang sama, Kafie wallpaper bergambar foto anjing Maltese warna putih. Pria itu pun mengembuskan napas dan meletakkan ponsel ke atas meja. Pantas saja Milo memanggil-manggilnya dengan sebutan Vani. Ternyata yang bergetar itu adalah ponsel Vani.
Lalu Kafie mendapati ponsel dan barang-barangnya masih berada di nakas sisi lain tempat tidur. Rupanya posisi tidurnya dan Vani berubah. Tadi malam, Vani-lah yang mengambil tempat dekat balkon vila. Namun pagi ini, justru Kafie yang berseberangan dengan balkon.
Tangan Kafie pun terulur dan mengguncang-guncang bahu Vani. "Van..."
Bukannya bangun, Vani malah semakin mengulet. Perempuan itu meringkuk seperti Loreng—kucing oren Kafie—sehabis dikasih makanan basah satu bungkus.
Mau tak mau, Kafie jadi mengulum senyum dan menyurukkan kepala di leher Vani. Sejak semalam, leher Vani menjadi salah satu spot favoritnya. Perempuan itu punya leher jenjang yang menarik di matanya. "Van..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Newbie
RomanceGimana rasanya hidup sebagai pasutri baru? Ini bukan tutorial menjadi pasangan suami-istri goals. Vanila Tedjasukmana sama sekali tak menyangka dirinya sudah berstatus sebagai istri Kafie Handhika. Who is he? Oh, pria pemilik Kangen Kafe yang pernah...