:: Bab 3 ::

7K 734 25
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Rosela menghela napasnya dengan kasar sambil membanting gelas kertas berisi caramel macchiato ke atas meja bundar pendek di depannya. Mata sipitnya mengarah ke Vani dan seorang pria berponi yang sedang bermain game.

"Jadi, kita macet-macetan ke PIM cuma demi dikasih briefing do and don'ts aja?" omel Oche tak puas. Dengan tak sabaran dia menyugar rambutnya yang diombre cokelat.

"Syukurin aja. Briefing-nya kan cepet..."

"Oke, briefing-nya emang cepet. Kurang dari 10 menit kalau gue gak salah ngitung tadi," Oche melotot ke arah Krisan Prananda. Bisa-bisanya pria itu mengobrol santai sambil main game. "Tapi nungguin tuh orang aja dua jam sendiri, Kris. Nggak ngasih kabar pula kalau ngaret. Uedan, rek!"

Vani berdeham. Kalau logat arek Surabaya-nya Oche sudah keluar, artinya perempuan itu sudah jengkel setengah mati.

Diam-diam, Vani memilih menyesap caffe latte di sofanya. Bisa gawat kalau Oche malah mencerocos makin panjang.

Sebenarnya Vani sama kecewanya dengan Oche. Jadwalnya review satu kafe milik artis mendadak harus reschedule. Mas Wayan tadi memang minta bertemu di PIM untuk membahas hal tersebut. Namun, alih-alih hanya membahas reschedule, ternyata manajer artis itu juga menambah briefing do and don'ts untuk masalah syuting review kafe.

Belum cukup sampai situ, Vani dan timnya juga mesti menunggu Mas Wayan nyaris dua jam lebih. Telepon mereka pun selalu berujung masuk ke kotak suara. Mengirim chat juga tidak guna, semua chat Oche sama sekali tidak ada balasan.

"Padahal lo semua lihat kan? Dari tadi Mas Wayan pegang HP, lho! Kalau bukan HP, iPad-nya lah dibuka-buka. Tapi gak jelas buka apaan!"

"Patut dicurigain, tuh. Siapa tau biru-biru," celetuk Kris ngasal.

"Heh!"

"Mestinya minimal dia ngeh kalau ada WhatsApp atau telepon masuk, dong?" cerocos Oche masih belum terima. "Emang dia punya berapa gadget dalam hidupnya, sih? Macam orang penting aja!"

"Kalau gak penting, dia gak bakal ngurusin artis model Mbak Rizel, Che," sahut Kris lagi. Kemudian pria itu menghela napas. "Positive thinking aja, mungkin dia gak punya kuota."

Bibir Oche otomatis mencebik. "Yaelah, jabatan doang manajer artis gitu? Tapi gak punya kuota?" cecarnya ironis. "Lagian gue telepon pake pulsa, bukan lewat WhatsApp. Emang sengaja, soalnya WA kan bergantungnya sama jaringan."

Kris menarik napasnya dalam. Mood ngegame pria itu mendadak lenyap gara-gara omelan Rosela yang tidak kelar-kelar. Pria itu pun meletakkan ponsel di atas meja, lalu meraih gelas kopinya. "Pinter juga..."

"Emang!" Oche menyahut percaya diri.

"Tapi ngomel mulu bikin cepet tua lho, Che. Percuma lo mau pake retinol atau anti-aging lain di rangkaian skincare lo tiap hari," lanjut Kris lempeng.

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang