Vani sedang melihat-lihat perlengkapan bayi dari tablet yang dipinjamkan Kafie sementara pria itu menyetir. Jantungnya luar biasa deg-degan melihat harganya yang fantastis.
Kenapa perlengkapan bayi yang ukurannya tidak seberapa itu harganya nyaris lebih mahal dari orang dewasa pada umumnya?
Ada baby stroller. Vani pikir pasti bakal butuh baby stroller itu satu hari nanti. Tidak mungkin dia dan Kafie bergantian menggendong anak mereka sepanjang jalan-jalan, kan? Apalagi bayangin mesti merepotkan orangtuanya atau eyang Kafie kalau lagi jalan bareng keluarga gitu.
"Udah ketemu yang menarik?" Kafie memecah keheningan selagi membelokkan mobil ke sebuah komplek perumahan.
Hari itu memang Vani dan Kafie janjian dengan seorang developer perumahan. Sewaktu melihat brosurnya, Vani langsung tertarik karena kelihatannya menjanjikan. Klaimnya dekat dengan stasiun KRL. Nyatanya, Vani memang melihat stasiun KRL, tapi ya tidak dekat-dekat banget dengan komplek perumahan yang dimaksud.
"Ada banyak," kata Vani akhirnya menutup lapak e-commerce yang dibuka dari tadi. "Tapi harganya wow banget, ya. Padahal cuma buat bayi."
Kafie bergumam samar. "Orang-orang emang bilang sih perlengkapan bayi mahal-mahal. Kamu mau cari yang secondhand aja?"
Alis Vani bertaut. Kalau secondhand pasti tidak bakal semahal kalau masih baru gres. Tetapi memang mesti pintar-pintar memilih orang yang menjual secondhand gitu.
"Kamu ada temen yang jual secondhand untuk baby stroller gitu?"
"Mungkin ada. Nanti aku bisa coba open question aja di Instagram. Siapa tau followers bisa bantuin," sahut Kafie seraya mengedipkan mata.
Otomatis Vani mendelik. Baru-baru ini, Kafie lagi demen pamer. Lantaran akun Instagramnya baru dapat centang biru. Followers-nya juga meningkat drastis.
"Duh, tau deh yang dapet centang biru!" ledek Vani.
Kafie tertawa. "Nggak usah cemburu gitu. Paling bentar lagi punya kamu ada centang birunya," balasnya seraya menghentikan di depan sebuah rumah bernomor dua puluh satu.
Pandangan Vani langsung terfokus ke bangunan rumah yang kelihatannya tidak sejelek bayangan. Sesungguhnya, dia memang sempat skeptis oleh gambar-gambar di brosur. Mamanya pun bilang agar berhati-hati karena banyak brosur marketing kayak gitu banyak yang kena zonk, alias aslinya berbeda dengan di gambar.
Tetapi kali ini, gambar dan aslinya tidak berbeda. Malah, Vani lebih demen yang aslinya. Bentuk rumahnya memang tipe klaster yang satu jalan mirip semua. Mulai dari bentuk bangunan, atap hingga warna catnya pun semuanya sama. Bedanya hanya di penomorannya saja.
"Nggak jelek-jelek amat lah, ya," ucap Kafie.
"Kamu tau dari mana ada perumahan ini?" tanya Vani seraya melepas seatbelt dan turun dari mobil.
"Temen aku," jawab Kafie mengeluarkan ponsel dan tampak menghubungi seseorang. "Ya, hai. Gue udah di depan rumahnya, nih. Lo masih otw?"
Sementara Kafie mengobrol di telepon, Vani melihat sekeliling rumah itu. Matanya agak menyipit lantaran matahari siang ini lebih terik. Saat memasuki komplek tadi, dia sempat melihat ada taman bermain. Banyak anak-anak yang bermain di situ. Entah kenapa, Vani sudah ngebayangin beberapa tahun setelah anaknya lahir, dia berada di posisi para ibu yang mau tidak mau menemani anak-anak mereka bermain.
Senyum terukir di bibir Vani. Tangannya refleks menyentuh perut. Walau belum membelendung banget, tapi dia berharap bayinya di dalam sana sehat-sehat sampai lahiran nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Newbie
RomanceGimana rasanya hidup sebagai pasutri baru? Ini bukan tutorial menjadi pasangan suami-istri goals. Vanila Tedjasukmana sama sekali tak menyangka dirinya sudah berstatus sebagai istri Kafie Handhika. Who is he? Oh, pria pemilik Kangen Kafe yang pernah...