:: Bab 11 ::

4K 570 53
                                    

"Kalian berdua bercanda, kan?" Milo masih belum percaya setelah mendengar penjelasan Vani dan Kafie. Mata pria itu mengerjap-ngerjap cepat. Lalu, pandangannya beralih kepada Vani yang duduk di sofa ruang tamu bergaya Scandinavian. Sudut bibirnya tertarik sedikit. "Van, kamu bukannya dijodohin sama aku?" tanya pria itu menegaskan nada suaranya.

Deg!

Vani memandang Milo ragu-ragu. Sekelebat, ada kilasan emosi dari pancaran mata pria itu. Refleks, Vani menelan ludah. Kedua tangannya saling menangkup di atas pangkuan. Sementara jantungnya berdebar semakin kencang.

Memang sih, cepat atau lambat dia dan Kafie harus membuka kenyataan status itu kepada Milo. Namun tidak secepat ini juga. Kadang, Vani berharap punya remote untuk mengembalikannya ke masa lalu.

"Aku emang dijodohin sama kamu," Vani buka suara sekaligus membenarkan ucapan Milo. Kemudian perempuan itu memberanikan diri memandang Milo. "Mil, kamu tau kan kenapa kita dijodohin?"

"Orangtua kamu mau punya menantu yang baik..."

"Oke, barusan itu maksudnya apaan? Lo pikir, gue nggak cukup baik buat jadi mantu orangtua Vani?" pungkas Kafie tak terima. Pria itu spontan menegak di sofanya.

"Orangtuaku masih percaya selawe, Mil," ujar Vani cepat sebelum dua pria itu memilih adu bacot di ruang tamu rumahnya. "Mereka mau aku menikah tahun ini juga. Tapi aku sibuk kerja dan akhirnya mereka sama budeku, inisiatif kenalin kamu ke aku. Harapan mereka, aku nikah sama kamu. Tahun ini juga."

Milo tertawa sinis. "Terus menurut kamu, kalau sama aku, kita nggak bakal bisa nikah tahun ini, Van?"

Kali ini Vani ternganga. Matanya menatap Milo tanpa kedipan. Perasaannya saja atau Milo memang tak bisa dimengerti?

"Kamu tau alasan kenapa aku all out buat kamu?" tanya Milo tiba-tiba. Kedua tangan pria itu terlipat di depan dada. "Karena aku merasa sesuatu buat kamu. Kamu beda dari yang lain, Van. Makanya, aku all out sama kamu."

"Mil..."

"Dengerin aku dulu, please?" pinta Milo memelas. Pria itu menarik napas dalam-dalam. "Aku serius mau sama kamu, Van. Tapi aku juga butuh pasangan yang seimbang. Jujur sama aku, Van. Kamu nggak mau punya karier yang lebih baik lagi? Kamu berpotensi..."

"Kalau kamu pikir aku punya potensi, kamu nggak semestinya mempertanyakan karier aku, Mil," pungkas Vani cepat. Tanpa disadari, nadanya terdengar gemetaran. Perempuan itu menelan ludah dengan susah payah.

"Van, kamu berharap apa dari pekerjaan sesuai passion? Di luar sana, banyak orang yang nggak bisa menghidupi dirinya sendiri hanya gara-gara terlalu idealis mau kerja sesuai passion. Van, aku nggak mau kamu kayak mereka yang nyesel belakangan karena terlalu egois. Kamu masih punya kesempatan untuk mengejar dunia kayak temen-temen kamu. Banyak perusahaan-perusahaan yang mau terima orang-orang berpotensi kayak kamu."

Vani mendengkus.

Perempuan itu mengusap wajah. Napasnya menderu-deru karena menahan emosi. Kemudian dia memandang Milo. "Kamu tau alasan aku jadi YouTuber?" tanyanya kemudian.

"Kamu suka makan, kulineran, bikin dan ngedit video."

Vani tertawa lirih. Kepalanya menggeleng-geleng. "Aku udah lamar kerja di mana-mana, Mil. Mulai dari perusahaan yang aku tau, sampai aku nggak tau sama sekali. Aku lamar dari posisi paling bawah, management trainee, sampai posisi yang bahkan nggak ada hubungannya sama background perkuliahan yang aku ambil. Aku juga nyaris kena tipu sama kantor abal-abal..."

"Van..." tegur Kafie, tapi langsung menutup mulutnya lagi karena Vani meremas tangan pria itu.

"I've tried, Mil. Demi Tuhan, aku udah berusaha! Tapi mungkin aku emang nggak punya potensi kerja di kantoran kayak kamu. Mungkin aku juga nggak bisa kayak temen-temen aku yang tampil chic dan masuk ke gedung perkantoran keren di Jakarta. Dan aku nggak bisa meratapi nasibku terus-terusan kan? Nggak muluk-muluk, aku perlu uang buat hidup juga. Makanya, aku jadi YouTuber," terang Vani sambil mengembuskan napas berat. "Aku doyan makan dan kulineran. Aku nggak tau juga, itu bisa dibilang sebagai passion atau nggak. But it's something I'm good at. Aku bukan orang yang percaya bisa kerja sesuai passion juga. Tapi, kupikir nggak ada salahnya nyoba. Emang se-gambling itu, tapi aku juga nggak bisa bengong-bengong mulu kan di rumah? Orangtuaku bisa frustrasi."

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang