:: Bab 4 ::

5.3K 709 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Seneng, ya? Masakannya dimakan Eyang?" Suara Kafie ditangkap telinganya saat sedang bermain-main dengan seekor kucing gemuk di teras depan rumah. Disaat yang sama, Vani juga merasakan kedua lengan Kafie yang memeluknya dari belakang.

Senyum Vani otomatis merekah kian lebar. Dia pun bersandar kepada Kafie dan menengadahkan kepala hingga tatapannya bertemu dengan pria itu. "Nggak sia-sia gue nontonin YouTube tiap malem," ujarnya.

Tawa Kafie ikut menderai. "Oh, itu alasannya lo nonton YouTube tiap malam?"

Vani manggut-manggut.

Beberapa hari terakhir dia memang sengaja menonton macam-macam channel YouTube. Dia mencari referensi terbanyak untuk membuat menu sarapan yang simpel tapi semua orang suka. Plus, perempuan itu juga sengaja mengurangi menu gorengan. Biar tidak disindir-sindir melulu sama Eyang Sri.

Well, itu cukup efektif. Eyang juga kelihatannya menikmati hidangan yang dibuat Vani. Begitu saja sudah membuat perempuan itu gembira setengah mati. Saking gembiranya, kadang Vani sampai menepuk-nepuk bahu Kafie ketika melihat Eyang melahap masakannya.

"Tapi gue lagi kehabisan ide," ujar Vani kemudian. Kepalanya menunduk dan melihat Loreng, kucing gemuk warna kuning yang melingkar manja di kakinya. "Gue kan akhir-akhir ini bikin waffle, pancake, roti panggang gitu..."

"Enak, kok."

"Iya, tapi semuanya manis. Kalau kebanyakan gitu, gue takut Eyang ujung-ujungnya ngomel mau dibikin diabetes."

Lagi-lagi tawa Kafie pecah. Pria itu mengecup pipi Vani. "Bener juga. Nggak papa, sih. Besok gue bisa gantiin bikin sarapan buat orang-orang rumah."

Alis Vani berkerut tidak yakin. "Nanti gue disindir lagi, nggak?"

"You've done your best," hibur Kafie seraya mengeratkan pelukannya dengan Vani. "Sekarang giliran gue unjuk gigi, dong. Masa lo tahunya gue bisa bikin nasi goreng doang? Nggak adil, tahu!"

"Tapi nasi goreng lo enak sih, Ka. Gue demen banget makannya."

Kafie hanya menggumam sekilas. "Libur kan lo hari ini? Jalan-jalan, yuk? Mumpung masih pagi juga, bisa ke Puncak atau Bandung..."

"Serius?" Vani menyela penuh semangat. Matanya berbinar-biar ke pria di belakangnya. "Bandung oke, sih. Bisa jajan batagor..."

"Ngedate, Vani. Bukan kulineran," desah Kafie geleng-geleng kepala dan menjawil hidung perempuan itu. "Lo siap-siap, gih. Biar gue yang nemenin Loreng. Dia protes gara-gara gue kacangin akhir-akhir ini."

Vani pun buru-buru mengubah posisinya. Dia mengecup pipi Kafie sekilas sekalian berterima kasih sebelum akhirnya memasuki rumah megah itu lagi.

Mood-nya makin bersemangat ketika diajak jalan-jalan oleh Kafie. Otaknya sudah membayangkan bisa jalan berduaan dengan Kafie.

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang