# 08 : Aftermath

13 5 0
                                    

"Aku kelepasan lagi, maafkan...." apologi Re menangkup kedua tangannya ke dada sebagai wujud permintaan maaf.

Walau masih ada gigil yang tersisa di tubuhnya, Llan bersama kembarannya itu mendekati Re untuk menuntaskan misi mereka yaitu mengembalikan energi kehidupan hutan yang hilang. Llan merapal mantra penyucian tanah dan Vann merapal mantra regenerasi hutan, sementara tugas Re menyalurkan dua mantra tersebut ke empat penjuru mata angin dengan bantuan si angin semilir, San.

"Selesai! ayo kita pulang," ajak Re yang disambut deheman si kembar.

"Apa kau tak melupakan sesuatu?" tunjuk Vann kearah sosok yang masih memulihkan tenaga dibawah sebuah pohon.

"Ah, aku hampir melupakan dia ...." cengir Re menepuk jidat lalu bergegas ke arah sosok itu.

"Terima kasih atas kerjasamanya Cinder, kami takkan bisa mengalahkan monster itu tanpa bantuan darimu,"

"Jangan berterima kasih pada orang lemah yang tak bisa menuntaskan tugas dari ketuanya," decak Cinder kesal.

"Tugas ketuamu memangnya apa?" tanya Re walau dirinya sudah punya dugaan kuat perihal 'tugas ketuanya' itu.

"Mengalahkan Rafureshia sendirian," jawabnya segera.

"Kan, sudah kudugong...." hela Re membatin.

Sejak hari pertama, Lagan sudah ambis menjadi kelompok yang terkuat dan menitah anggotanya untuk menaikkan kekuatan perorangan sehingga kata 'lemah' menjadi sesuatu yang tabu untuk kelompok ini.

"Begini saja, kau bawa pulang yang tersisa dari makhluk itu sebagai bukti. Setidaknya itu yang bisa kami berikan sebagai imbalan atas bantuanmu dan tak perlu sungkan pada kami karena di hutan ini masih punya gerombolan Scimmia yang suka mengacau sebagai lawan tanding," ingat Re mencoba menawarkam solusi, Scimmia memang tak seberapa sulit dibasmi dari segi kualitas namun kuantitas mereka sangat merepotkan.

Asa yang telah meredup di hati Cinder binarnya perlahan mulai kembali.

"Setidaknya aku punya pencapaian dan takkan berhampa tangan saat kembali," gumam Cinder begitu bangkit dari posisi bersilanya. "Apa tidak masalah? Bangkai Rafureshia itu bisa menambah nilai akademik kelompokmu, kau tak terserang amnesia kan?" ucapnya penasaran.

Re terbahak atas sindiran itu, memang terdengar membuang kesempatan besar untuk mendulang nilai akademik. Akan tetapi, kelompoknya memiliki prinsip untuk tak mengambil hasil buruan yang bukan hak mereka. Yang membunuh Rafureshia adalah Cinder dengan bantuan ketiganya, jadi secara hak bangkai monster itu menjadi milik Cinder.

"Anggap saja yang tersisa dari Prime Moruboro sudah cukup bagi kami," tukas Re yang diamini oleh anggotanya.

"Cukup adil," manggut Cinder tanpa menunda-nunda merapal Stockage lalu menghadapkan telapak tangan kanannya kearah bangkai Rafureshia.

Segera setelah berpisah dengan Cinder, kelompok Re kembali ke desa untuk mengabarkan baik dan oleh penduduk desa mereka dijamu sebagai wujud terima kasih.

===

Malam makin melarut, di pembaringan Llan menatap langit-langit kamar inap tanpa sebersit pun kantuk di pelupuk mata. Kembarannya juga merasakan hal yang sama di ruang sebelahnya. Keduanya terlibat dalam percakapan telepatis karena tak ingin mengganggu anak gadis seusianya yang berbagi tempat tidur dengannya.

Vann, kau sudah tidur?

Belum, kau sendiri kenapa belum tidur? sedang memikirkan Re?

Ucapan kembarannya menghadirkan semu merah di wajah Llan.

Ng-gak lah!

Kekehan terdengar samar di kamar sebelah.

TempestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang