# 06 : Let it Flow

18 11 3
                                    

Setelah pengumuman seenaknya dari Eila, ketiganya diarahkan ke Dormitory yang ditempati siswa tahun pertama. Kamar siswa laki-laki berada di lantai bawah sementara perempuan menempati lantai atas. Si kembar tanpa banyak bicara langsung naik ke lantai dua, sementara Re berjalan menyusuri lorong ke arah kamar paling ujung dimana dirinya akan menempati kamar yang dulunya ditempati oleh siswa berinisial G.A yang dia pahat di pintu masuknya.

Begitu masuk ke ruangan itu, Re seperti berada di kamarnya di desa Aldeia karena pengaturan tempat tidur yang menempel dekat jendela, kemudian peti penyimpanan pakaian yang diletakkan di kaki tempat tidur dan meja kecil tempat diletakkan sumber penerangan belum lagi ornamen kamar sangatlah mirip.

"Pasti ini bukan kebetulan semata," gumamnya sambil membongkar Rucksack dan mulai mengisi peti penyimpanan dengan pakaian miliknya yang tak seberapa banyak.

"Ini-" ucap anak itu ketika tangannya menyentuh benda lengkung dengan sesuatu yang lancip terselip diantara lipatan bajunya, ternyata itu adalah topeng Peregrine Falcon milik ayahnya.

"Topeng ini adalah lambang keluarga kita, simpanlah karena suatu saat benda ini akan berguna."

Demikian perkataan ayahnya saat itu ketika menyerahkan topeng itu pada hari pamitan.

"Untuk apa juga ayah memberikan ini waktu itu?" ucapnya kemudian meletak topeng itu kedalam peti penyimpanan.

Prosesi beres-beres kamar selesai sesaat kemudian dan kini saat dirinya lakukan eksplorasi karena kamar baginya hanya tempat memulihkan diri.

Re yang baru saja keluar dari Dormitory, dicegat oleh seorang siswa perempuan yang melihatnya dengan tatapan remeh sambil melipat tangan dengan dua pendamping bertubuh Gorilla di kedua sisinya.

Re menghela nafas panjang karena dari tindak-tanduk yang ditunjukkan ketiga sosok di depannya, sangat jelas kalau maksud kedatangan mereka bukan untuk ramah-tamah.

"Jadi ini anak yang direkomendasikan oleh kakek, biasa saja kelihatannya!"

"Ah maafkan, Tuan putri pastinya mengharap pangeran menaiki kuda putih berzirah mengkilap dengan menggigit mawar di mulutnya ya?" sindirnya.

"Jaga mulutmu, kau tahu dia ini siapa?" hardik pendamping yang berdiri di samping kiri.

Tipikal, Re sudah khatam dengan dialog semacam ini dan seperti biasanya, yang mengatakannya selalu sumbu pendek.

"Vice Versa, dimana ada sopan disitu ada segan," balas Re telak.

"Humpph, untuk apa aku harus sopan pada anak kampung sepertimu? Sudah lusuh tak beradab lagi," ejek siswa perempuan itu.

"Ish-ish-ish, anak kota tapi mulutnya Anakonda," gelengnya

Lumpur hidup seketika muncul di tempat Re berpijak dan mulai membenamkan kakinya dalam hitungan detik.

"Tarik kembali kata-katamu tadi!!"

"Hhh, kenapa tantrum  perempuan selalu meresahkan seperti ini yah...."

Kerumunan yang tercipta sejak menit pertama keduanya bertemu langsung menahan nafas, tindakan siswa perempuan itu sudah melebihi batas namun tak ada yang berani melerai karena tak ingin punya masalah dengan Gia, cucu dari Boden 'Ard sang pengguna elemen tanah terkuat di Levant yang menguasai Dual Element.

"Hentikan Gia, kau tak seharusnya menyerang siswa baru!" seru Eila yang langsung bergegas datang ke tempat kejadian ketika salah satu siswa melaporkan ada keributan di depan Dormitory.

"Jangan berani ikut campur!" bentak siswa perempuan itu.

"Hentikan sekarang juga Gia, sebelum terlambat!" serunya lagi disertai peringatan.

Ketika tubuh lawannya terbenam sampai ke perut, ekor mata siswa perempuan itu seketika menangkap seringai sesosok makhluk dengan deretan taring tajam dan mata semerah darah yang mengangkat tinggi-tinggi lengan aritnya siap ayun.

"Hump! Aku akan mundur kali ini, jangan merasa menang dulu!" dengus siswa perempuan itu mengisyaratkan kedua pendampingnya meninggalkan Re yang masih terjebak dalam lumpur hisap, dia sudah menghentikan hisapan lumpur hidupnya tapi untuk bisa keluar dari situ butuh perjuangan.

"Syukurlah anda datang, aku hampir saja kehilangan akal dan mengizinkan dia untuk menyerang," gumam Re saat dia dipapah oleh Eila keluar dari lumpur hidup. Guru Pembimbingnya itu seketika menelan ludah untuk basahi kerongkongan yang tiba-tiba kering, akibat kengerian yang terlintas di kepala jika hal yang dikatakan Re benar terjadi.

Sejak saat itu, Re dikenal sebagai anak nekat yang menyinggung sang putri Dual Element, sebagian bersimpati dan sebagian mencelanya. Namun apapun gelar yang disematkan, Re tetaplah Re yang tak perduli dengan omongan orang.

===

Setelah seminggu mendapatkan materi kelas berupa teori sihir dan praktek dalam ruangan simulasi, kini tiba saatnya para siswa terjun ke lapangan untuk penerapan ilmu yang mereka terima melalui sebuah misi kelompok.

Kelompok 5 yang diketuai oleh Re mendapatkan tugas membantu sebuah desa kecil di Midia mengatasi masalah penjarahan hasil panen penduduknya oleh gerombolan Scimmia, sejenis monyet besar dengan bulu keemasan. Mereka diminta untuk membasmi gerombolan yang dianggap hama oleh oleh penduduk, namun Re punya pemikiran lain.

"Sejak kapan gerombolan Scimmia itu datang menjarah?" tanya Re.

"Sejak awal bulan panen. Selain menjarah mereka suka merusak lahan tanam, tolong musnahkan mereka!" pinta sang kepala desa.

Re mengangguk mahfum, Dia tentunya jatuh iba dengan penduduk yang merugi dan terancam kelaparan karena kekuranan persediaan makanan. Akan tetapi, membasmi gerombolan itu tanpa tahu pemicu dari penjarahan tersebut sama sekali bukan hal yang benar. Oleh karena itu dia mohon diri sejenak untuk menyelidiki.

"Kalian berdua, tetap di desa dan coba selesaikan masalah yang ada semampunya."

Re berucap itu demi kemaslahatan dua anggotanya yang masih menjaga jarak darinya. Baginya lebih baik membiarkan segalanya mengalir dengan alami daripada memaksakan kehendak.

Mengendarai angin, Re tiba di hutan yang diniscaya penduduk menjadi sarang para penjarah. Hutan tersebut nampak hijau dan asri dari luar namun masalah langsung terlihat saat Re masuk lebih dalam, dimana pepohonan dan sesemakan telah kehilangan warna hijaunya, tergantikan warna kerontang.

"Kemalangan apa yang menimpa hutan ini?" batin Re sepanjang perjalanan menuju pusat hutan yang diduga jadi asal mula pencemaran.

Dugaan itu pun terbukti, tumbuh menjulang di pusat hutan sebentuk monster bunga dengan kelopak merah yang mekar dengan mulut di bagian tengah bunga sementara badannya terdiri dari sulur-sulur yang menggeliat.

"Rafureshia!"

Kata itu tercekat di kerongkongan Re yang kemudiam mundur pelahan tanpa timbulkan suara, menghadapi monster tipe ini cukup merepotkan jika dihadapi sendirian karena Rafureshia memiliki regenerasi cepat dengan kemampuan Nutrient Absorbtion baik melalui akar maupun serangan fisik sulur-sulurnya sehingga serangan seefektif apapun tak akan berpengaruh banyak. Menambah daftar merepotkan dari makhluk, monster bunga ini melepas serbuk bunga sebagai serangan status yang membuat lawan tak bisa menggerakkan tubuhnya dan memiliki potensi racun jika menghirup serbuknya dalam jangka waktu lama, juga sebagai inang dari monster tanaman dipenuhi sulur-sulur yang memiliki mata dengan mulut terbuka lebar menunjukkan gerigi tajam bernama Moruboro.

Monster ini juga memiliki sebuah serangan status bernama Halitosis, serangan area ini menyebabkan musuh tertidur, terkena racun, tak bisa menggunakan sihir, dan kutukan perubah wujud dalam jangka waktu tertentu.

Re makin menggegas langkah anginnya agar bisa secepatnya keluar dari hutan, waktu sangat krusial baginya sekarang ini karena dia harus segera mengumpul persediaan untuk melakukan serangan pada Rafureshia sebelum intisari hidup seluruh hutan diserap sepenuhnya.

《Tsuzuku》

TempestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang