#14: Reconstruire

13 4 0
                                        

Ketenangan malam berakhir begitu cepat, Re baru akan memasuki fase lelap ketika liang pendengarnya menangkap bunyi cetrakan ranting kering yang tidak berasal dari kayu bakar api unggun dan hembusan nafas memburu yang jelas bukan berasal dari salah satu anggota rombongan. Sebuah penyergapan, namun dirinya terlalu malas untuk sekedar membuka mata dan menyerahkan segala urusan pada kedua pengawal yang berjaga karena keahlian mereka jelas-jelas diatas lawan. Lagipula, sudah jelas mereka tak akan sudi dibantu oleh seseorang yang terlihat amatir dalam pertarungan apalagi seorang bocah seperti dirinya.

Seperti mengambil permen dari anak kecil, kalimat itulah saat ini mengiang di benak kelima penyamun yang dengan mudahnya melumpuhkan dua penjaga yang tingkat keawasannya menurun karena sudah dikuasai kantuk berat.

Semestinya mereka bisa langsung pergi setelah mengumpulkan hasil jarahan, namun salah satu dari mereka punya pemikiran yang menurutnya brilian untuk menyandera seseorang dan pilihan itu jatuh pada seseorang yang masih saja tidur walau dalam keadaan duduk dan terikat.

"Bangun kau!" tarik paksa penyamun dengan gelegar suara. Bukannya kena mental, yang diancam justru makin khusyuk tidur sambil mengeluarkan dengkur halus.

"Jangan berlagak, aku tahu kau tidak tidur!"

Naik pitam, sang penyamun menampar keras wajah dengan mengucap serapah berkali-kali hingga akhirnya terhenti karena sesuatu menghantam telak ulu hatinya dan ambruk dengan mulut berbusa. Kejadian ini membuat kedua penjaga yang terikat tak berdaya sampai melongo tak percaya atas apa yang mereka lihat, sementara keempat rekan penyamun yang sedari tadi tertawa atas tindakan penganiyayaan yang dilakukan olehnya seketika panik dan mencabut pedang mereka.

"Apa kalian tak pernah dengar sebuah pepatah lama 'Biarkan anjing tetap tertidur'!?" ucapnya bangkit dari posisi duduk lalu menjejakkan kaki dengan keras ke tanah hingga membentuk ceruk.
"Akan kutunjukkan apa yang terjadi jika tidurku terganggu ...."

Seringai tak wajar serta matanya yang memerah karena dipaksa terbuka membuat bocah itu terllihat seperti seekor Scimmia yang siap memangsa buruan.

Kejadian selanjutnya bisa ditebak, para penyamun tak bisa berbuat apa-apa saat zirah mereka terlucuti, pakaian terkoyak, kemudian dibiarkan terbirit-birit setelah mendapat luka cakaran dan gigitan di sekujur tubuh yang cukup parah dengan sebuah ancaman nyawa hilang jika kejadian ini sampai terulang kembali.

===

Re bangun keesokan paginya dengan alis bertaut. betapa tidak, dia sudah tidak lagi berada diatas kantung tidurnya melainkan berada di dalam kereta bersama seseorang terikat tali dengan wajah luarbiasa pucat saat bersitatap dengannya.

"Sepertinya aku terlalu berlebihan semalam ...." hela Re kemudian melompat turun dan berjalan menuju kearah para pengawal yang tengah sarapan.

"Selamat pagi tuan Reginald," sapanya basa-basi yang disambut senyum dan anggukan sungkan tanpa bersuara sepatah kata pun dalam kunyahan.

Ada ego yang terluka yang lebih sakit dari luka tusuk dibalik bebat perban di bahu kanan yang tertutupi Palerns dan tak mau mengungkitnya. Oleh karena itu, Re inisiatif mengeluarkan peta sihir dan membentangnya di pangkuan sembari mengunyah Charqui.

Letak Veilspire kini tinggal berjarak setengah hari berjalan dari tempat rombongan ini berkemah saat ini, kini dia sedang memikirkan cara tepat untuk pamit tanpa memberi kesan meninggalkan mereka di kondisi terlemah walau bukan kewajibannya.

Dan sepertinya Re tidak perlu terlalu keras berpikir karena Reginald sebagai pemimpin pengawalan mengatakan bahwa rombongan akan mengambil rute lain untuk sampai di tujuan mereka.

"Syukurlah! sejak tadi aku tak bisa memikirkan cara tersopan apa pun untuk pamit pada kalian ...." hela Re yang mendapat respon kernyit dari sang penyampai karena ini bukanlah reaksi seharusnya dari seseorang yang diusir secara halus.

"Sebagai hadiah perpisahan, aku berikan peta sihir dan Salve ini ... semoga bisa bermanfaat nantinya." lanjutnya sambil menyodor dua benda yang disebutkannya tadi ke arah Reginald.

Pengawal itu awalnya menolak, namun pada akhirnya tak bisa berbuat apa-apa karena Re terus memaksa.

"Aku pamit kalau gitu, terima kasih atas dua hari ini ...." ucap Re meletakkan tangan di dada lalu sedikit menunduk kepala sebelum berbalik pergi.

"Bocah itu naif sekaligus menakutkan," gumam pengawal itu menimang dua benda yang diterimanya tafi.

Saat matahari tergelincir ke arah barat, Re yang sedari tadi memacu langkah telah sampai di Iungõ, jalan simpang empat yang seharusnya menjadi titik pisahnya dengan rombongan kemudian berbelok ke jalan yang penunjuk arahnya menuding ke barat.

Dari kejauhan dia bisa melihat deretan Shanty yang berdiri kumuh dan seadanya di hamparan tanah luas. Warna kecoklatan dari atap Rumbia melambai ditiup angin semilir seakan memanggilnya untuk mendekati tempat itu. Ada semburat lega karena telah sampai di tujuan mendahului rasa gugup jikalau ada yang mengenalinya sebagai penghancur tempat tinggal mereka.

"Tabea, saya seorang pengelana yang hendak mengisi kembali perbekalan sambil mencari tempat bermalam,"

Re mengucap kalimat perkenalan kala beberapa orang datang menyongsong saat melihat dirinya melangkah menuju desa.

"Maafkan, desa kami saat ini sedang kekurangan bahan makanan dan untuk saat ini belum layak untuk jadi tempat persinggahan ...."

Penolakan halus ya, akan kucoba cara lain ....

"Bisa tunjukkan arah menuju desa lain dekat sini? Saya kehilangan Rucksack berisi semua perbekalan saat kabur dari serangan penyamun beberapa saat lalu, jadi sangat butuh penggantinya,"

"Sayang sekali, tidak ada desa lain setelah ini.... jika boleh tahu, kau hendak kemana?"

"Kembali ke Lembah Caldera."

Salah seorang dari ketiga orang itu menggumamkan rasa simpatinya, Lembah Caldera masih cukup jauh jaraknya dari desa mereka dan terlebih lagi medan berbukit yang akan dilalui untuk sampai disana.

"Tunggu disini sebentar kalau begitu," ucapnya sambil berlari masuk kedalam salah satu Shanty kemudian kembali dengan buntelan.

"Di dalamnya ada beberapa roti, buah dan air minum sekedarnya; paling tidak, kau tak akan kelaparan malam ini...."

"Ah, terima kasih atas kemurahan hati anda!" katupnya sebelum menerima sodoran itu. "Utang budi ini akan saya ingat selama hayat saya."

Tanpa menunda, Re pun mohon undur diri 'melanjutkan perjalanan' dan mulai mengayun langkah menjauh dari pemukiman sembari menyusun cepat rencana dalam benak tentang segala sesuatunya.

"Jika tak bisa membantu mereka secara langsung, maka hal yang bisa dilakukan ialah memastikan desa ini tidak akan tersentuh oleh kemalangan seperti di masa silam." gumam Re sambil terus berjalan memasuki hutan tanpa sadar ada beberapa pasang mata yang intai pergerakannya sejak tadi dengan seringai lebar dan lelehan liur. Mereka lah biang masalah yang tengah dihadapi penduduk desa, para pencuri makanan yang tak bisa dihentikan dan makhluk dengan dendam kesumat kepada ras pengusirnya.

Menyatu dengan bayangan rindang dedaun, makhluk-makhluk itu berkejar satu sama lain dengan bergelayut cepat di dahan tinggi pepohonan, berpindah tanpa mengeluarkan suara dengan mata fokus pada gerik intaian yang kini sepenuhnya lengah sebagai pertanda saat untuk melakukan sergapan.

Tsuzuku

Glossary

Scimmia : Monster babun yang mendiami hutan dalam suatu daerah. Cakar dan gigitannya bisa menembus zirah.

Palerns : Zirah pelindung bahu yang menutupi sebagian dada, ketiak dan bahu bagian belakang.

Salve : Obat luka oles yang berwujud minyak sapuh atau salep.

Rumbia : Anyaman daun kelapa

Shanty : Tenda yang dibuat dari bahan seadanya dari lingkungan sekitar .

Rucksack : Tas punggung dengan kapasitas lumayan besar yang menjadi ciri khas pengelana selain buntelan.

TempestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang