Tiga sosok manusia fana keluar dari gerbang sihir dan menapak tergesa di rerumputan hutan kecil. Ketiganya memandang ke satu arah, pusaran angin masif yang seperti ingin menelan segalanya di kejauhan.
"Apa Re yang menciptakan pusaran itu??" Llan mengucap tanya kemudian diangguki oleb Eila dengan mata yang masih belum lepas dari pusaran itu.
"Sebaiknya kita kembali ke akademi...." putus Eila langsung mencipta kembali gerbang.
"Anda ingin meninggalkan Re disini?" kernyit Llan dengan nada sedikit protes.
"Menunggunya hanyalah tindakan sia-sia, aku perlu laporkan kejadian ini ke akademi sesegera mungkin,"
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat, bisa jelaskan kenapa? Karena secara kasat mata ini jelas-jelas pembiaran,"
"Justru yang akan kita lakukan ini ialah langkah pencegahan untuk Re disalahkan nantinya, menghilangkan satu kota bukan perkara yang ringan di mata para magistrat."
Llan seperti tersadar dan merutuk dalam hati atas kenaifan berpikirnya, meski tak ada nyawa terkorban dalam kejadian ini namun tindakan Re yang meluluh-lantakkan seisi kota tak bisa dibenarkan dan menjadi masalah serius hingga bisa berakibat dekaman penjara.
Maka gegasan langkah pertama yang dilakukan oleh Eila ialah ruang kepala sekolah ASA.
"Coba jelaskan dampak dan solusi terbaik atas hal ini ...." ucap sang kepala sekolah begitu sosok gadis yang diberi tanggung jawab mengasuh kelompok 5 muncul di ambang pintu.
Dari rembukan dengan kepala sekolah, hal pertama yang harus dilakukan Eila ialah meminta dukungan berupa pernyataan tetua kota Veilspire yang bisa membebaskan Re atau paling tidak bisa meringankan dari hukuman dekaman penjara Magistrat. Setelah mendapat pernyataan tertulis bersegel lilin dari beliau, kini saatnya mencari si biang kejadian yang tengah tertunduk lesu di ruang isolasi anti sihir Magistrat.
===
Hening, tak satupun desau suara angin terhantar kedalam gendang telinga kala kesadaran Re kembali ke raganya. Dia sempat ingin pertanyakan itu dalam benak namun apa yang tertangkap oleh penglihatan saat dirinya membuka mata langsung menyita perhatian seluruh sel dalam otaknya.
Betapa tidak, daerah yang tadinya berwujud sebuah kota kini telah alih medan menjadi tanah lapang sejauh mata memandang tanpa meninggalkan sekeping kerikil pun.
Dan untuk pertama kalinya seorang Re melempar tantrum, mengumpatkan semua umpatan yang ia ingat dan ketahui selantang-lantangnya lalu tertawa sekerasnya sampai kelenjar airmatanya merespon rasa dengan mengeluarkan bulir-bulir cairan bening yang mengalir canggung karena muncul di momen janggal seperti ini.
Setelah puas berteriak sampai suaranya parau, Re mengumpul kembali keping kewarasan yang dia pencarkan untuk memantapkan hati untuk menerima apa yang akan terjadi nanti, benaknya perlahan menguatkan raga jika dirinya harus kerja paksa untuk mengganti kerugian material.
Tak lama kemudian, dua sosok dengan pakaian yang tak pernah dilihat oleh Re muncul dari balik tirai teleportasi. Mereka adalah dua Maghi utusan dari pihak Magistrat sebagai respon atas adanya ledakan kekuatan sihir masif yang menguar sesaat lalu di lokasi ini untuk menyelidiki penyebabnya.
"Apa kau penyintas desa ini?" tanya salah satu Maghi berambut perak, pengguna Orbus yang melayang tenang di sisi pemiliknya.
Re menggeleng dan menjelaskan apa yang terjadi dan tanpa tendeng aling-aling bahwa dirinya lah penyebab hilangnya kota. Pernyataan itu tentu saja membuat membuat keduanya mengerutkan dahi tidak percaya.
"Apa kau sadar sepenuhnya kalau pernyataanmu ini bisa dijadikan alasan penahanan?" pertanya Maghi berambut kelabu dengan Grimoire tersampir di pinggang kirinya.
"Verdade seja dita ...." ucap Re sekali lagi lalu mengulur kedua tangan untuk dimantrai belenggu anti sihir.
Maghi berambut perak hanya menepuk bahu Re tanpa repot-repot memasang belenggu sihir sementara rekannya merapal lingkaran teleportasi sambil bergumam tentang betapa naifnya anak itu mengaku dan belum sepenuhnya yakin kalau dia merupakan pelaku. Meskipun begitu, dia bersyukur urusan kali ini berakhir singkat hingga bisa kembali bersantai di Tavern ibukota.
Setelah sampai di Magistrat, Re digiring ke ruang isolasi sihir untuk menunggu peradilan yang akan digelar esok hari.
Maafkan kami tuan ....
Sebisik suara menguar ketika Re tengah tertunduk lesu.
"Tak usah dipikirkan, aku juga salah karena tak cukup kuat sampai membiar kalian mengambil alih ...." bisik Re membalas.
Setiap kekuatan punya tanggung-jawab yang harus dipikul, Re sepenuhnya sadar akan hal itu saat pertama kali melakukan Invoke yang pada saat itu hampir meratakan hutan tempatnya berlatih.
Para Kama Itachi pun demikian, mereka hanya melindungi yang seharusnya dilindungi dan demikian pula dirinya sebagai 'inang' yang bertanggungjawab atas kelangsungan hidup mereka.
Dalam ketermanguan, Re mendengar samar derak engsel pintu membuka lalu berganti dengan suara langkah kaki yang perlahan menggema ke setiap sudut ruang dan pada akhirnya berhenti tepat di depan ruang isolasi anti sihir tempat dirinya berada. Tamu itu datang untuknya, tapi Re tak punya sedikit pun minat untuk mengangkat kepalanya untuk sekedar melihat sosoknya.
"Re Zawari, tak kusangka kita akan bertemu secepat ini ...." ucap sosok itu dengan suara penuh wibawa sementara lawan bicaranya masih enggan untuk mengangkat wajahnya.
"Liar sekaligus naif, menghancurkan seisi kota seakan meniup debu yang menempel di bajumu ...." lanjutnya kemudian menjeda kalimat.
"...Benar- benar tiruan Galan yang sempurna!" tutupnya dengan nada yang tak bisa diterjemahkan oleh benak Re yang seketika berpendar begitu nama ayahnya disebut sebagai rasa 'kecewa', 'marah' dan sedikit 'takjub'. Hingga pada akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatap sosok yang sedari tadi berucap.
"Anda siapa? Darimana anda mengenal ayahku?" tanya Re penasaran tanpa sadar mengamati sosok di depannya.
Sosok itu ditaksirnya berumur dua kali ayahnya karena rambut keperakan didera usia, kemudian di pelipis kirinya ada bekas luka menyilang yang tak biasa dan zirah yang dipakainya berwarna coklat gelap dengan Insignia singa mengaum.
Sosok itu hanya mengulas cengir tanpa ada maksud menjawab pertanyaan Re, namun sosok kedua yang tiba-tiba masuk dan memanggilnya 'Tuan Boden' membuat bocah itu mengingat sesuatu dari materi teori sihir elemen dan penerapan yang menyinggung tentang empat pengguna elemen terkuat di Levant dan sosok yang sesaat lalu telah bertukar cakap dengannya tidak lain dan tidak bukan adalah pengguna elemen tanah tingkat pakar, sosok berpengaruh di seantero Levant, sekaligus ayah dari kepala sekolah ASA ; Boden 'Ard!
"Ah..Eila, bagaimana kabarmu?"
"Baik tuan,"
"Tak perlu formal seperti itu, aku kesini bukan dalam kunjungan resmi ...." tegasnya.
"Ah, baiklah paman ...."
"PAMAN!?" histeri Re yang baru saja tahu akan fakta ini.
"Hei, dimana sopan santunmu?" hardik Eila dengan suara yang sedikit tercekat panik.
Dan reaksi Boden hanyalah tertawa lebar sambil mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa dia tak keberatan.
"Pasti banyak yang ingin kau tanyakan, tapi itu harus menunggu dan jika semua urusan ini selesai, kita akan berbincang lagi ...."
Segera setelah mengatakan hal itu, Boden langsung pamit meninggalkan keduanya yang dipenuhi perasaan campur aduk.
《Tsuzuku》
Glossary
Orbus : Media pengganti tongkat sihir, berbentuk bola berpendar sesuai elemen yang disematkan kedalamnya.
Invoke : Ritual pemanggilan
Verdade seja dita : Sebuah kalimat idiom yang menyatakan bahwa seseorang mengakui kesalahan walau punya kesempatan untuk lolos dengan berbohong.
Tavern : Kedai minuman keras yang kadang menyediakan penginapan pada pengembara.
![](https://img.wattpad.com/cover/265392382-288-k264172.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempest
FantastikPada upacara Cominofage di desa Aldeia, Re Zawari yang dikenal sebagai bocah lindur membangkitkan elemen angin dan pada saat yang bersamaan sepucuk surat datang ke kediaman keluarganya dalam wujud burung kertas yang berisi undangan dari sebuah akade...