Ada jeda sehari sebelum putusan itu akhirnya resmi diumumkan Magistrat, mengakibatkan keluarga sang terpidana diarak keluar dari Veilspire dengan lemparan tomat dan telur busuk dari para warga yang emosi. Pada malam setelah pengusiran tersebut, warga menggelar sebuah perayaan kecil untuk mengeratkan kembali hubungan yang sempat renggang karena kejadian ini dan tak lupa mengundang si bocah topan beserta gadis Halv yang pada saat itu juga diterima secara resmi sebagai warga kehormatan desa kecil itu.
Seiring membaiknya kondisi tanah, warga desa perlahan mulai mendapatkan hasil panen dengan kualitas dan jumlah yang mereka inginkan. Kecukupan suplai bahan makanan ini membuat mereka tak lagi bergantung pada hasil hutan dan tak lama lagi mereka akan siap untuk membuka kembali jalur perdagangan yang sempat ditutup. Tepat setengah bulan setelahnya, daerah itu mulai kedatangan kereta pedagang yang menjual beragam barang kebutuhan, mulai dari kebutuhan primer sampai sekunder.Dari sisi pedagang, mereka merasa sangat beruntung mendapatkan pasar untuk menjual dagangannya serta pasokan bahan baku yang tidak bisa mereka peroleh dari desa sebelumnya walau pun itu berarti harus keluarkan Lucre yang tidak sedikit.
"Keuntungan akan berlipat jika aku menjualnya ke ibukota," ucap sang pedagang yang begitu sumringah saat mengecek salah satu kotak berisi hasil bumi yang dibeli dari penduduk dengan harga pantas. Sayangnya, senyum itu sedikit memudar saat memikirkan resiko yang akan dia tempuh dalam perjalanan kesana.Veilspire tak memilki gerai jasa pengawalan atau semacamnya dan dia tak bisa menemukan seorang pun yang kompeten di bidang tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang ...." helanya berpikir keras.
Di tengah kebingungan, kereta itu didatangi seseorang dengan jubah tudung hijau yang bertanya dengan sopan apakah sang pedagang memiliki stok barang untuk dijual kepadanya.
"Aku masih memiliki barang pecah belah dan pakaian yang belum terjual, sayangnya barang dagangan tersebut hanya tersisa pundi tembikar dan pakaian wanita."
"Tidak masalah, bisakah saya tahu harganya?"
"Pundi tembikar bernilai 200 Lucre perunggu dan pakaian 300 Lucre perunggu, apa kau tetap berkeinginan membelinya?" sangsi sang pedagang.
"500 Lucre, hitung dengan seksama sebelum saya pergi ...." ucap sang jubah tudung hijau menyerahkan kantung uang yang sarat koin berdencing. Dia memang sedang butuh wadah untuk menyimpan hasil ekstraksi sarang Mellilla Apis yang baru saja dia panen dari hutan, sementara pakaian yang dibeli rencananya akan dia hadiahkan pada Rukka karena kerja kerasnya butuh apresiasi.
"Tanpa tawar-menawar?"
"Tak perlu, kedua harga yang kau minta untuk dua item ini sudah sesuai."
"Kau bukan warga sini ya?""Saya seorang pengembara yang menetap sementara di sekitar sini," balasnya setelah memasukkan bungkusan berisi pakaian kedalam Satchel, kemudian beralih ke pundi tembikar yang dibawanya kedalam pelukan.
Sang pedagang merasa penasaran dengan sosok jubah tudung hijau dan mencoba bertanya pada penduduk di kedai minuman tempat dia menginap.
"Maksud anda Aldeia Tempest si bocah topan?"
"Bocah topan?"
Sambil terkikik-kikik penduduk yang telah berada dalam pengaruh Liquor menceritakan hal itu dengan senang hati sebagai balasan traktiran sang pedagang.
"Pucuk dicinta ulam tiba!" pikir sang pedagang dan berencana meminta si bocah topan itu sebagai pengawal berapa pun Lucre yang dia minta.
===
Esok hari menitis di dedaunan basah yang kuyu, ditimpa deras hujan pada dini hari tadi. Halimun menyelimuti desa hingga para penduduk enggan beranjak dari peraduannya karena rasa dingin yang menusuk kulit. Mereka akan menunggu sampai cahaya sang mentari mengoyak habis selubung tebal itu dan menawarkan benderang hangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempest
FantasíaPada upacara Cominofage di desa Aldeia, Re Zawari yang dikenal sebagai bocah lindur membangkitkan elemen angin dan pada saat yang bersamaan sepucuk surat datang ke kediaman keluarganya dalam wujud burung kertas yang berisi undangan dari sebuah akade...