#15 : Odissea

15 2 0
                                    

Kuap kantuk perlahan hadir di wajah Re akibat sihir peningkatan indera yang dirapal semenjak dirinya menyerahkan peta sihir pada Reginald. Membuatnya semakin lebar disertai gerakan yang menunjukkan kelelahan lainnya untuk memancing keluar para penguntit agar bersegera melakukan penyergapan,  alih-alih terus berdiam di rerimbunan dan terus menguarkan hawa haus darah.

Gemerisik dedaunan yang terusik tubuh dan bunyi lentingan menjadi penanda dimulainya serangan. Tanpa menunda, serangan menyilang cakar dilancarkan secara keroyokan dan bertubi dengan kecepatan tinggi yang pada akhirnya terhadang kubah angin.

"Datang juga, aku sudah mulai bosan menunggu!" ucap Re mengepalkan tinju bersemat Shlagring dalam posisi siaga tarung  melawan makhluk yang dikenalinya sebagai Rhesus, monster primata berwujud monyet besar berbulu emas yang sekilas mirip Scimmia dengan ciri pembeda pada bentuk cakar tajam berbentuk gancu yang mampu mengoyak zirah tebal dengan mudah.

Kreee!!

Lengkingan barusan menandai dimulainya serangan keroyokan bagian kedua mereka, kali ini tak ada tirai angin yang menggangu pergerakan melainkan serpih tanah bercampur pasir dan bebatuan yang melayang dari segala arah terhantam Eurus impact. Serangan yang seketika menciptakan ledakan angin sarat benda proyektil tersebut tak memberi dampak kerusakan serius karena tujuan utamanya untuk menghalangi jarak pandang musuh dan menurunkan akurasi serangan. Dua keadaan ini membuat Re leluasa melancarkan Echo Fist kepada lawan yang bingung.

Tersungkur dan lumpuh sementara, dua efek awal yang selalu Re berikan pada setiap monster yang menjadi lawannya. Selayaknya pepatah 'tiada asap kalau tiada api', setiap amukan dan serangan monster buas pasti punya alasan tersendiri. Dia sudah muak dengan pemikiran bahwa monster adalah perlambang kejahatan yang perlu dibasmi sampai ke akarnya sementara manusia sebagai makhluk berakal memiliki hak membasmi karena mewakili kebenaran hakiki dalam kehidupan.

Dirinya besar dengan suatu pemikiran bahwa tak selamanya para monster menjadi sumber kejahatan, tindakan mereka di ibaratkan seperti riak yang tercipta jika ada gangguan pada permukaan air, meskipun akan tenang kembali seiring berjalannya waktu tapi segalanya tak bisa lagi sama. Pemikiran yang kemudian dijadikan prinsip dalam bertindak yang hingga saat ini masih dipegang teguh.

Re mencoba berkomunikasi dengan isyarat tangan yang kurang lebih berarti 'Aku tak bermaksud jahat, bisa bawa aku ke kawanan kalian?' walau tidak yakin maksudnya bisa tersampaikan.

Usahanya mendapat sedikit respon dari para Rhesus berupa ceracauan yang sepertinya penolakan. Maka dari itu, dirinya mengeluarkan buntelan yang berisi setandan Berry Ananab yang diambil dari kereta pedagang sebagai 'upah' dan kompensasi dari jasanya mengusir para penyamun dari satchel sihirnya. Membuka salah satu ikatannya sehingga mereka bisa melihat isi buntelan tersebut. 

'Buntelan ini akan kuberi untuk kalian.' bujuknya kembali, sekali lagi dengan isyarat tangan.

Dari respon berupa suara Ook-ook yang menggericau ribut, Re yakin bahwa penawarannya tidak akan berakhir dengan sia-sia. Dengan ulas senyum penuh kemenangan, dia segera meniadakan efek paralisis mereka dengan Regagner.

===

Nun jauh di tengah hutan, sebentuk debat terjadi di depan mulut gua alami yang diterangi cuatan kristal pada dinding dan lelangitnya. Pertukaran cakap keduanya tak akan bisa dipahami oleh telinga manusia karena otak mereka tak dirancang mengartikan gerum, dengus dan lengking acak tanpa kata maupun huruf.

Perdebatan itu terhenti seketika begitu lawan debat melihat buah yang tadi menjadi media tawar-menawar disodor ke hadapannya. Percakapam gerum-dengus-lengking itu pun berlanjut, namun kali ini dengan intensitas rendah sambil menunjuk ke arah manusia yang jadi sumber debat.

Di lain pihak, Re tengah mengevaluasi tindakan yang membawanya ke gua ini dan sejauh ini tidak terlalu buruk. Karenanya, dia bisa berjumpa dan mengenal sebentuk komunikasi primitif yang bisa membuat seorang Linguist iri setengah mati dan rela membayar sejumlah Lucre perak bahkan emas untuk kesempatan mendengar secara langsung dari sang penutur asli.

Isyarat tak terlalu baik ditunjukkan para Rhesus saat mereka semuanya masuk kedalam gua tanpa ada gestur mengajak tamu ikut masuk.

Apa mereka membuatmu risau Tuan? Haruskah kita bertindak atas perlakuan kurang ajar ini?

Sebisik suara yang selama ini teredam tiba-tiba saja mengiang di kepala, suara Shichi. Menjadi pertanda bahwa kekangan Limiter mulai tak mampu menahan kekuatan roh mereka.

"Senang mendengar suaramu lagi karibku," gumam Re mengulas cengir. "Perihal mereka, sebaiknya ditahan dulu... tindak pembasmian dilakukan hanya jika mereka ingkar janji." tutupnya kemudian bersiap menghadapi hal yang tidak diinginkan.

Dalam 10 kejadian acak akan ada satu kejadian yang bahkan otak manusia tak bisa mencerna baik. Seperti saat ini, dari dalam gua muncul sosok tunggal dengan bekas luka di sekujur tubuh.

"Oh-zaru Garg-gaaa!!!"

Re seketika tertegun, dia tak berharap kalimat itu terucap dari makhluk yang kini berhenti tepat di depannya dengan kuaran aura seorang petarung kuat.

"DU-EL!!"

Perkataan yang sama sekali tak perlu jawaban, hanya semata menuntut benturan dua kekuatan yang saling melesatkan kemampuan, beradu hantam, menghindar dan bertahan dari berbaliknya serangan.

Sebagai pihak pembenci bertarung melawan para makhluk yang tak dianggap musuhnya, opsi Re tidak banyak. Dia enggan menggunakan serangan Scythe Weasel Maelstrom demikian juga Eurus Impact karena potensi kematian seketika yang mendekati 100% jika terkena langsung. Itulah sebab dirinya lebih sering menggunakan kedua serangan tersebut ketika sangat terdesak atau menggunakan perantara benda atau medan sekitar sebagai kecohan berdampak kerusakan sedang pada kasus Eurus Impact kemudian diakhiri dengan lesat tinju Ecbo Fist. Strategi yang selalu berhasil di setiap pertarungan, sampai Ozaru Garga menantangnya duel satu lawan satu yang kemudian unjuk kekuatan, kegesitan, dan gaya bertarung Rhesus yang sebenarnya.

Pertunjukan kekuatan Garga perlahan memercikkan hasrat untuk mencabik tubuh lawan hingga tak bersisa, berkali-kali dia menepuk wajah tiap dorongan itu menyerang pusat nalar dan lolos membingkai seringai.

Luka demi luka mengoyak tubuh kedua pihak, Re terus menyerang balik dengan bilah tajam di kedua sisi Shlagring yang kini telah menyerupai Scytheglaive akibat sematan roh Kama Itachi sebagai lawan seimbang dari cakar besi Garga yang maha tajam mengoyak daging.

Semestinya bocah itu sudah lama terkapar bersimbah darah dengan luka menganga di sekujur tubuh, namun hal itu dapat dihindari berkat lindungan Familiarnya yang membuat setiap luka tebas kembali menutup beberapa saat kemudian.

Curang? Tentu saja tidak, pihak lawan juga menggunakan kemampuan pasif bernama Runs Amuck yang sama merepotkan. Kemampuan ini aktif lewat kontak fisik dan membuat tiap serangan pada Garga hanya akan membuatnya makin beringas, cepat dan kuat.

Ini kesekian kalinya Re tersungkur dan bangkit dengan peningkatan kecepatan sebagai efek berantai dari sembuhnya luka. Dan kini, yang terlihat dalam pandangan matanya ialah serangan Garga yang makin melambat hingga menghindar dirasa tidak perlu lagi. Ini menjadi titik awas karena pada saat ini tubuhnya hanya bisa bertahan 1 menit sebelum darah segar tersembur keluar dari rongga tubuhnya.

"Sepertinya aku harus menggunakan 'itu' untuk mengakhiri...." gumam Re kemudian merapal serangan terakhir dengan membentur kedua Shlagring yang telah kembali ke wujud semula di depan dadanya. Benturan itu mencipta kubah angin bertekanan tinggi yang seketika melingkupi area pertarungan, benturan kedua melepas gelombang kejut yang membuat tubuh besar Garga terpental ke dalam arus pusaran dan menjebaknya dalam dinding turbulensi yang pada akhirnya menghilang usai melemparkan tubuh tersebut setinggi mungkin dari tanah pijakan.

Pada saat gravitasi mengambil alih, Re telah lepas landas menyongsong dengan serangan penghabisan.

"Jeet-STREEAM Imm-PACT!!"

Tsuzuku

Glossary

Berry Ananab : Makanan yang umumnya disukai primata karena aroma dan rasa.
Linguist : Peneliti bahasa
Scytheglaive : Senjata genggam dengan lengkung bilah tajam berlawan arah. Bisa juga berfungsi jadi senjata lempar.

TempestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang