Unbonded - 4

1.6K 174 6
                                    

Terhitung sudah lima hari sejak pertemuan terakhir keduanya— koreksi —perbincangan terakhir keduanya. Karena hari-hari selanjutnya dihabiskan oleh Gulf untuk menghindari Mew. Menyiapkan mental. Serta berpesta-ria dengan teman-temannya, mengingat bahwa mungkin, ia tidak akan bisa merasakan kebebasan setelah menikah. Karena tepat pada hari ini, hari sabtu, tanggal satu, bulan Januari, mereka menikah.

Tuxedo hitam yang menghabiskan biaya sebesar puluhan juta—terima kasih kepada Mew yang berbaik hati untuk membayarnya, Gulf terlihat sangat menawan dengan pakaian itu melekat di tubuhnya.

Laki-laki itu kini sedang menunggu acara untuk dimulai, ia berputar beberapa kali untuk menunjukkannya kepada teman-temannya, mamanya, dan juga kakaknya. Ruangan yang cukup luas di sisi barat gedung menjadi tempat istirahat sementara untuk keluarganya, dan teman-temannya. Sedangkan, keluarga Mew menempati ruangan di sisi timur.

"Serius, aku masih nggak percaya kamu nikah hari ini," singgung Mild, teman terdekat Gulf. Ia kemudian memijat pelipisnya pelan, "Gulf Kanawut, sahabatku yang sarkas ini mau nikah? Wow. Keren."

"Diem deh," titah Gulf. Rambutnya yang sedikit berantakan ia sisir menggunakan jemarinya, "yang berubah cuma statusku, bukan hidupku."

"No. No. No." Mild menggeleng-gelengkan kepalanya, dengan telunjuknya yang ikut bergerak ke kanan dan ke kiri, mendukung aksi menolaknya. "Hidupmu pasti berubah."

"Diubah sama siapa? Dia? Hidupku aturanku, bukan aturannya."

"Gimanapun dia itu suamimu."

"Suami di mata hukum," koreksi Gulf. Ia berbalik menghadap Mild, menekankan tiap kata yang keluar dari bibirnya. "Dia nggak bisa ngatur aku."

"Tapi kamu tetep terikat sama dia."

"Diem."

"Gimanapun juga dia kepala keluarganya, kan?"

"Mild—"

"Terus, tugas istri yang paling utama itu nurut sama suaminya, kan?"

"Diem." Gulf sudah siap dengan sepatunya terangkat di udara, tatapannya seolah-olah berbicara 'kalau nggak diem sepatuku melayang'. Dan Gulf serius akan hal itu.

Mild mengambil ancang-ancang, ia mulai berdiri dari tempat duduknya, mengambil headstarts dengan berjalan ke arah pintu. "Tuan Suppasit, Gulf ngamuk!" dia berteriak dengan kencang, mulai berlari keluar dari ruangan pula karena Gulf mengejarnya dari belakang.

"Sialan!" Keduanya berlari menyusuri koridor, Mild yang penuh canda tawa dan Gulf yang alisnya saling bertaut. "Jangan lari!"

"Tuan Suppasit!" panggil Mild lagi, tidak sadar bahwa ia sudah berada jauh dari ruangan keluarga Gulf, dan semakin mendekat ke ruang keluarga Mew. "Istrimu ngamuk!"

"Mild! Berhenti!"

"Ogah!"

Semakin memanas pertengkaran keduanya, semakin penuh dengan teriakan kesal dari Gulf dan gelak tawa dari Mild.

"Gulf?" Panggilan itu menghentikan langkah keduanya, menghentikan teriakan dan juga tawa dari mereka. Gulf mendongak, sedangkan Mild bersembunyi dibalik punggung laki-laki itu.

"Shit," umpat Gulf pelan, menyadari sosok sang tunangan— yang akan menjadi suaminya —berdiri dengan gagah di hadapannya.

"Kenapa kamu disini?" tanya Mew. "Ruang keluargamu kan di sisi satunya?"

Gulf menunjuk Mild, layaknya anak kecil yang menuduh temannya saat ditanya 'siapa yang merusakkan mainan'. "Dia," begitu jawab Gulf.

"Dia kenapa?" tanya Mew bingung, ikut menoleh ke arah yang Gulf tunjuk.

Unbonded. || MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang