Unbonded - 15

1.2K 125 15
                                    

Malam yang sudah berlalu itu rasanya singkat, namun syukurlah tidurnya nyenyak. Walau hanya kosong yang ia dapat dari tidur panjangnya tersebut. Tidak ada mimpi, tidak ada apa-apa. Hanya kosong.

"Ugh..." ia menggeliat di tempat tidur, merasakan nyeri di sekujur tubuh. Tulangnya seperti hancur, diremas-remas oleh sepasang tangan besar. Kepalanya pusing, seperti ada puluhan manusia kecil yang berteriak bersamaan di dalam kepalanya.

Masih dengan matanya yang terpejam, perlahan-lahan ia berusaha mengingat-ingat, apa yang terjadi sebelum semua menjadi hitam di ingatannya.

Pertama, ia masih ingat, semalam ia pergi untuk makan malam bersama Mew. Atau malah sesi tanya jawab untuk Mew? Yah, apapun itu, jelas membuahkan rasa kesal dalam hati Gulf ketika ia mengingat-ingatnya kembali. Ada satu pertanyaan penting yang terlupakan diantara jajaran pertanyaan yang ia lontarkan kemarin.

Bisa tidak ya, ia menanyakannya hari ini? Ah, kalaupun bisa, apakah ia siap mendengar jawabannya?

Dahinya mengkerut, tangannya menggosok-gosok matanya yang lengket. "Aduh," ia mendengus kesal, ketika kilas balik dari kejadian semalam mulai muncul dalam kepalanya.

Semalam ia tergoda. Tergoda untuk meneguk gelas demi gelas berisi anggur merah yang ditawarkan Mew. Memalukan.

Yang lebih memalukan lagi adalah-- celotehannya. Jelas-jelas ia yang melarang Mew untuk minum alkohol, yang mengomel panjang lebar agar Mew tidak minum terlalu banyak, yang harus dalam keadaan 'sober' sampai tiba di rumah. Walau ujung-ujungnya... malah dirinya sendiri yang mabuk hingga tidak sadarkan diri.

Memalukan. Mau ditaruh mana harga dirinya setelah ini?

Ia memijat pelipisnya, berusaha meluruskan pikirannya yang sudah sebelas-dua belas dengan benang kusut. "Astaga," sebalnya. "Semalam aku se-mabuk apa sih?"

"Mabuk banget." Ada suara, menjawab pertanyaan yang ditujukan Gulf untuk dirinya sendiri. Otomatis membuat laki-laki itu membuka kedua matanya lebar-lebar, buru-buru menoleh ke arah sumber suara, mendapati Mew tengah berbaring begitu dekat disampingnya.

Mulut Gulf terbuka lebar, berteriak, sekalipun tidak ada suara yang keluar dari sana. Terkejut? Tentu. Dan yang membuatnya lebih terkejut - adalah dirinya yang berbantalkan tangan Mew, berbantalkan lengan kekar namun empuk itu.

Mata Gulf langsung mengerjap cepat. Berusaha memproses semua yang terjadi dalam sepersekian detik itu.

"Selamat pagi," tutur Mew, mengeluarkan dan menyadarkan Gulf dari pikirannya sendiri.

Buru-buru Gulf duduk, dengan kata bingung tertulis di setiap inci wajahnya. Ia tidak membalas 'selamat pagi' dari Mew. Ia hanya terduduk diam dengan mata membelalak.

"Gimana? Apa ada yang harus disampaikan?" Mew langsung memburu Gulf yang kebingungan dengan pertanyaan, senyum terpaksa nya itu juga terpampang manis di wajahnya. Tangannya ia pijat pelan, kebas akibat menahan beban kepala Gulf semalaman.

"H-hah?" Saking bingungnya, Gulf terbata-bata. Ia menghadap lurus ke depan, tidak berani membalikkan tubuh, atau bahkan kepalanya untuk sekedar menatap Mew.

Lantas, Mew ikut duduk. Tepat di hadapan Gulf, memaksa laki-laki itu untuk bertatap muka-ke-muka dengannya. "Ada yang mau disampaikan?" tanya Mew lagi.

Gulf melongo. "...nggak."

Kedua tangan Mew sejajar dengan tubuh Gulf, mengurung manusia setengah sadar itu di dalam penjara kecil tangannya. "Yakin?" Tatapan mata yang diberi laki-laki ini membuat Gulf menelan ludahnya yang terproduksi berlebihan itu. Kedua manik mata coklatnya itu bahkan tidak mampu menahan kontak matanya dengan Mew, merasa terintimidasi oleh sosok suami yang sempat ia benci itu.

Unbonded. || MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang