"Ada yang cari kamu." Kalimat terkutuk itu membawa Gulf bertemu kembali dengannya, dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya dalam hitungan hari. Entah bagaimana caranya, laki-laki yang berpanggilan Mew itu bisa menemukan di kampus dan jurusan mana Gulf terdaftar.
Gulf berjalan dengan langkah berat, tatapannya mengutuk siapa saja yang melakukan kontak mata dengannya, terutama, kalau nanti ia bertatapan dengan orang yang menyuruh sosok 'tunangan' nya datang. Ia benci bagaimana sosok rupawan itu dikerumuni banyak orang layaknya semut mengelilingi gula. Benci juga bagaimana sosok itu memamerkan senyum hangatnya pada setiap orang, bersikap seolah-olah ia adalah laki-laki paling baik hati dan tidak berdosa di dunia.
Gulf sama sekali tidak ingin berhadapan dengan Mew, maka, langkah-langkah yang ia lakukan adalah; pura-pura tidak mengenali Mew dan berusaha agar tidak dikenali olehnya. Tudung pada jaketnya ia gunakan, sekedar untuk menutupi wajahnya agar tidak terlihat terlalu jelas. Ia pun berjalan perlahan-lahan, berusaha untuk membaur dengan sekelilingnya. Kalau Mew tidak dapat mengenalnya ia sudah sangat bersyukur, apalagi kalau ia bisa menghindari laki-laki itu seharian penuh? Oh, sampai rumah ia akan langsung mengerjakan tugas-tugasnya yang menumpuk sebagai bentuk syukurnya.
"Gulf Kanawut Jongcheveevat." Nama lengkap Gulf dipanggil, diakhiri dengan marga sang tunangan.
Siapa lagi yang memanggil kalau bukan Mew?
Yang merasa dipanggil akhirnya mendekat, sebisa mungkin menghilangkan tatapan mengutuk dari matanya agar tetap terlihat sopan. Ia tidak ingin pembicaraannya bocor, maka, ia membubarkan sekelompok orang yang mengelilingi Mew, dengan 'sopan' tentunya. "Kenapa kesini?" gumam Gulf. Ia berusaha mengatur nadanya agar terdengar sopan, terdengar ramah dan agar tidak terdengar kalau ia sedang kesal pula.
"Oh, ternyata benar kamu toh." Mew menganggukkan kepalanya, berlagak layaknya detektif yang baru saja menyelesaikan sebuah kasus. Ia memperhatikan Gulf dari atas hingga ke bawah, menilai penampilan tunangannya dengan dahi yang mengkerut. "Aku kira bajumu bakal lebih... kamu tau? Sedikit lebih sopan."
Gulf hanya menggunakan hoodie hitam dan celana jeans, tidak terlalu sopan untuk forum formal, memang.
"Aku tanya, kenapa kesini?" tanya Gulf lagi, kali ini lebih kencang.
"Menurutmu?" Mew memiringkan kepalanya sedikit ke arah kanan, "aku kesini untuk jemput tunanganku, ngapain lagi?" Setelan jas hitam yang Mew pakai menambah wibawanya, dan tangan yang ia masukkan pada kantung kecil celananya menambah sisi keren laki-laki itu.
"Siapa yang nyuruh kamu?"
Kali ini, Mew mengedikkan bahunya. "Nggak ada, tuh?"
"Oke, kamu bisa pergi. Aku pulang sama temanku."
"Nggak bisa." Mew ponselnya, memperlihatkan notifikasi dari fitur kalender yang berjudul 'Janji Temu'. "Kita harus pergi bersama."
"Memangnya itu apa?" Gulf bertanya bingung.
"Janji temu."
"Iya, sama siapa?"
"Coba tebak, deh?"
Gulf menatap Mew kesal, kesabarannya diuji setiap detik ia menghabiskan waktu dengan Mew. Yang dinamakan dengan 'stok kesabaran' miliknya memang masih banyak, tapi tinggal sedikit untuk menoleransi perilaku Mew. Kakinya ia tarik ke belakang, kemudian ia ayunkan kembali ke depan dan menargetkan tulang kering Mew. "Nggak usah bercanda!" teriaknya kesal.
Mew mengaduh kesakitan, memegangi kakinya yang ditendang oleh Gulf tadi, tapi tidak lama kemudian sudah tertawa kecil. "Kamu masokis?" bisik Gulf pelan, ketakutan. Ia kemudian memeluk tubuhnya sendiri, berjalan mundur, menjauh sedikit dari laki-laki di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbonded. || MewGulf
FanfictionPernikahan tanpa cinta, akankah berakhir bahagia? * * * Walau terlihat kokoh, punggung itu sebenarnya rapuh. Dan walau terlihat tegas, nyatanya ia tidak lebih dari manusia lemah yang berlindung dibalik segala pedihnya hidup yang ia rasakan. Masa lal...