"Sekalipun kamu flu, itu bukan salahku." Gulf datang dengan selimut tebal dalam pelukan, dilemparkan begitu saja pada laki-laki yang menatapnya dengan mata yang memelas.
"Bukan, bukan salahku. Itu salahmu sendiri," Gulf kembali menegaskan, duduk di sisi lain sofa dengan sekaleng biskuit di pangkuan.
"Kalau nggak mau kehujanan bisa masuk mobil. Kalau nggak mau kehujanan bisa bawa payung. Iya kan?" debatnya, tidak membiarkan Mew memberi alasan. Alasan yang pastinya sekedar 'ngeles'.
"Tapi aku nunggu kamu semalaman loh..."
Kan? Benar.
Jurus tersembunyi 'ngeles' milik Mew keluar. Jurus yang menargetkan hati nurani manusia untuk berbaik hati padanya. Meminta belas kasihan seperti pengemis yang duduk mengharapkan recehan di trotoar.
"Halah, bohong," tolak Gulf, tidak ingin percaya.
"Tanya aja sama Mas tukang kebun, dia lihat kok." Mew terus membela dirinya. "Dia nawarin aku buat masuk, tapi aku nggak mau."
Kedua tangan berkacak di pinggang. Tidak berkata-kata karena sibuk menjejalkan tiga biskuit Khong Guan sekaligus ke dalam mulutnya.
"Maaas," panggil Gulf, matanya menatap sengit Mew. Masih tidak percaya. Hendak memanggil satu-satunya saksi ke dalam ruangan. "Mas Kipliii," panggilnya lagi.
Tidak lama, tukang kebun setia itu datang. Masuk dari pintu belakang, meluncur langsung saat mendengar namanya dipanggil. Apalagi oleh tuan muda kesayangan.
"Enggeh Raden?"
Telunjuk Gulf langsung mengarah ke Mew, "dia nungguin di luar semaleman?" Ia bertanya tanpa basa-basi sedikitpun.
"Saya sudah suruh masuk kok, Raden."
"Tapi?" Gulf menunggu kelanjutannya.
"Tapi nggak mau masuk, katanya di luar aja." Mas Kipli menggaruk tengkuknya, nampaknya merasa bersalah. "Jangan marah ya, Raden. Saya sudah kasih payung kok."
"Payungnya dipake?" Kini, Gulf menghadap ke arah Mew. Suasana dalam ruangan itu sama seperti detektif yang sedang berusaha menguak kebohongan seorang pembunuh berantai.
"Dipake," jawab Mew, mengangguk-angguk.
"Kok masih masuk angin?" heran Gulf.
"Aku kasih ke meong, kasihan dia kebasahan. Nanti sakit."
Entah baginya yang dilakukan Mew itu bodoh atau malah dapat disebut penyayang, yang jelas Gulf hanya dapat tertawa. "Aneh-aneh, malah kamu yang sakit."
Tangannya dilambaikan, sebuah gestur mengusir, menyuruh Kipli untuk meninggalkan ruangan.
"Serius, deh. Buat apa sih, bela-belain kehujanan cuma buat manusia yang bahkan ogah-ogahan ngobrol sama kamu?" Mengakhiri kalimatnya dengan kejujuran, membuat Gulf ingin menepuk-nepuk pundaknya sendiri atas keberaniannya.
"Aku mau ngobrol," jawab Mew. "Mau minta maaf juga."
"Ah, kamu aneh deh." Laki-laki ini kembali menjejalkan biskuit ke dalam mulutnya. "Sifatmu berubah terlalu cepat, aku bingung."
Alis yang bertaut, cukup menjadi kode agar Gulf menjelaskan lebih lanjut.
"Yang aku ingat, kemarin kamu marah sama aku loh?" Telapak tangannya langsung diangkat, seperti lampu merah agar Mew tidak memotong penjelasan yang belum selesai.
"Mungkin aku yang nge-trigger marahmu itu, tapi yang namanya marah tetap marah, kan? Kamu bentak aku, kamu juga teriak-teriak ke aku." Ia mengeluarkan jari telunjuk dan tengahnya satu-persatu, bersamaan saat ia mendaftar 'perlakuan' Mew kemarin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unbonded. || MewGulf
FanficPernikahan tanpa cinta, akankah berakhir bahagia? * * * Walau terlihat kokoh, punggung itu sebenarnya rapuh. Dan walau terlihat tegas, nyatanya ia tidak lebih dari manusia lemah yang berlindung dibalik segala pedihnya hidup yang ia rasakan. Masa lal...