Enjoy!! (eh tapi sambil dengerin playlist Unbonded kece kayaknya)
https://open.spotify.com/playlist/78xu4hYNR6Amaa7vhauPR6?si=4c95a79412dd4f39
"Kamu memang suka peluk, ya?"
Gulf menggeliat kecil, menyamankan posisi dalam peluk yang memberi warna pada malam sendunya. Di sana keduanya, bersempitan, berdempetan dalam sofa luas nan empuk di ruang tamu.
Pulang dan bersama kembali. Pada akhirnya hubungan mereka mencapai titik itu.
Berdamai dengan yang sudah lalu, memulai yang baru. Setidaknya bagi Gulf begitu.
"Papa nggak pernah peluk aku lagi setelah aku umur 7. Aku sudah lupa rasanya." Ia membalas pelukan Mew, ikut membagi hangatnya. "Cuma nebak-nebak aja, tapi kayaknya kalau papa peluk aku lagi, rasanya bakal gini."
Hal miris itu diceritakan dengan enteng oleh Gulf. Tak henti pula laki-laki ini menempel sembari memaksa otaknya mengingat-ingat bagaimana rasanya dipeluk oleh sang Ayah– walau yang teringat hanya perih ketika beliau memukulnya.
Seolah tahu pemikiran Gulf dalam dunia kecilnya, Mew mengalihkan hal itu dengan sebuah pertanyaan. "Jadi, kamu suka peluk atau nggak?"
"Hmm. Kalau feel-nya nyaman gini, aku suka."
Pada sosok yang ada dalam hangat rengkuhnya, Mew berbisik menenangkan seraya melengkapinya dengan kekehan singkat, "Berarti kamu masih mau peluk?"
Gulf ikut berbisik, menyamakan nada dan suasananya dengan Mew. "Hu-um," lirihnya. "Aku mau."
"Kamu mau dengar sesuatu juga?"
"Sesuatu apa?"
Yang melihat langsung bagaimana keduanya bercengkrama dalam dekapan akan tertawa geli. 100% gemas. Itu komentar langsung mbak Sarmi yang menumpang lewat dan tak sengaja memergok.
"Kamu mau dengar kisahku?" Mew menyambung pertanyaannya barusan.
Merasa asing, Gulf mengulang kata terakhir yang Mew lontarkan, "Kisah?"
"Kisah kamu dan Puim?" Gulf menebak. "Atau kamu yang pemarah sampai kena kasus dan butuh bantuan Kung-ku?"
Air muka Mew yang santai langsung berubah, "Tau dari mana soal yang itu?"
Enggan menjawab, Gulf menggeleng. "Jawab yang aku tanya dulu dong."
"Kamu mau diceritain yang mana?"
Oh, tentu. Jawaban Gulf sudah jelas. Sebening kristal apa yang akan keluar dari bibirnya. "Semuanya."
Gulf ingin mendengar semuanya.
* * *
Ah, puluhan buku catatan yang sudah terpakai itu tak pernah dibuka lagi oleh Mew. Ia lelah membaca, lelah menghapal, lelah pula menerima informasi baru, lagi, lagi, dan lagi.
"Saya sudah capek," ia menekankan, bergemetar dengan buku tebal dengan 320 halaman dan penuh bahasa kompleks. Dalam bayangannya, buku itu harusnya dibanting bersamaan saat meloloskan kalimat tadi.
Namun ia tidak berhasil. Atmosfer mencekam muncul dengan mudah hanya dengan lirikan kecil sang Ayah. Menyeramkan.
"Pa, saya sudah capek," ulangnya lagi, menahan suaranya agak tidak bergetar.
"Nggak usah ngeluh." Jawaban sialan itu sudah didengarnya sejak bertahun-tahun silam. Bahkan ia hapal pula lanjutannya; "Papa dulu belajarnya lebih keras dari kamu."
Kan? Tepat sasaran.
"Saya capek to the point di mana saya sudah nggak bisa lagi ngeluh. Saya benar-benar capek, pa. Saya butuh kesenangan kecil seperti yang lainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbonded. || MewGulf
Fiksi PenggemarPernikahan tanpa cinta, akankah berakhir bahagia? * * * Walau terlihat kokoh, punggung itu sebenarnya rapuh. Dan walau terlihat tegas, nyatanya ia tidak lebih dari manusia lemah yang berlindung dibalik segala pedihnya hidup yang ia rasakan. Masa lal...