Warning: dirty words.
"Kamu berat." Gulf membanting tubuh Mew ke kasur, setelah bersusah payah memapah laki-laki itu dari venue hingga kamar mereka berdua.
"Jangan minum lagi, ngerepotin," tambah Gulf. Ia ingin lekas tidur, namun sang suami membuatnya mengurungkan niat.
Mew terlalu berantakan untuk dibiarkan begitu saja. Tux nya masih melekat di tubuh. Sepatunya masih menempel manis di kaki laki-laki itu. Apalagi bau menyengat alkohol yang menguar dari tubuh Mew, Gulf tidak suka. Melihatnya saja risih, apalagi kalau ia harus tidur disamping sosok berantakan itu? A big no.
Gulf beranjak, mengambil piyama dari lemari untuk Mew. Kemudian ia kembali ke sisi kasur, melepaskan sepatu dan kaos kaki dari kedua kaki Mew perlahan agar tidak mengganggu sang suami yang tertidur pulas. Kemudian Gulf beralih, melepas kancing dari pakaian yang Mew pakai.
"Umur kita beda enam tahun, tapi kamu malah jadi anakku sekarang," gerutu Gulf. Berhasil melepaskan atasan Mew dengan mengguling-gulingkan laki-laki itu kesana kemari, kini waktunya untuk melepas celana yang Mew pakai.
Laki-laki itu sedikit ragu. Tangannya yang hendak melepas gesper dari celana Mew ia tarik kembali, bingung. Bisa dibilang Gulf sedang dalam proses untuk menelanjangi Mew—bukan dalam maksud buruk—namun sebaliknya. Sekalipun mereka sudah terikat sebagai sepasang suami-suami, bukannya masih tidak sopan...? Maksudnya—Mew sedang tidak sadar! Itu yang membuat Gulf merasa bingung.
"Okay fuck it," ucapnya final, sebelum akhirnya memutuskan untuk melepaskan celana Mew. Tidak berlama-lama, Gulf langsung mengganti celana yang ia lepas dengan bawahan piyama yang ia ambil, memakaikannya dengan cepat.
* * *
Gulf bersandar pada bingkai pintu malas, kakinya ia ketuk-ketukkan pada lantai. Menunggu sang suami untuk menyelesaikan urusannya; mengeluarkan isi perut.
Kata teman-temannya, hangover adalah bagian terburuk setelah mabuk. Muntah, pusing, mata berkunang-kunang. Itu salah satu alasan Gulf menghindari minum. Tidak ingin efek samping tersebut setelah bersenang-senang.
"Masih lama?" tanya Gulf, matanya terus melirik ke arah ponselnya, memperhatikan jam.
"Diem," titah Mew lemah. Kedua tangannya memeluk pinggir toilet, mengeluarkan isi perutnya yang tidak seberapa di dalam sana.
Alarm perut Gulf berbunyi keras, ia sudah lapar. Menunggu Mew dari lima puluh lima menit dan tiga puluh dua detik lalu tidak membuahkan hasil. Kini Gulf menyesali keputusannya untuk tidak memonopoli kamar mandi lebih awal. "Cepetan, aku laper," kesal Gulf.
"Aku masih lama, kamu makan duluan aja."
"Tapi aku mau cuci muka."
"Masuk aja, nggak ada yang ngelarang kok?"
"Kamu masih di dalem."
"Ini cuma aku, suamimu."
Gulf memutar bola matanya. "Ya gara-gara itu aku nggak mau masuk."
"Masih takut aku bakal sentuh kamu?"
"Iya."
Padahal kemarin bibir keduanya saling menempel, saling bertaut. Padahal kemarin keduanya saling berpelukan, saling bersentuhan dan berdansa dengan mesra. Padahal kemarin--
Mew menghela napasnya berat, ia berjalan ke arah wastafel, membilas wajahnya dengan air cepat. "Jangan lama-lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbonded. || MewGulf
FanfictionPernikahan tanpa cinta, akankah berakhir bahagia? * * * Walau terlihat kokoh, punggung itu sebenarnya rapuh. Dan walau terlihat tegas, nyatanya ia tidak lebih dari manusia lemah yang berlindung dibalik segala pedihnya hidup yang ia rasakan. Masa lal...