Unbonded - 13

1.3K 157 23
                                    

"Hah gimana?" tanya Mild, meminta pengulangan. Ia kini memasang telinganya benar-benar, sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Gulf. "Kalau serumah sama siapa?"

Sebuah decakan kecil keluar dari bibir Gulf, ia mendorong tubuh Mild, memintanya untuk kembali duduk di tempat. "Jadi misal-- kamu punya pacar," ia menjelaskan.

Mild menganggukkan kepalanya. "Iya, terus?"

"Terus-- ugh... Pokoknya nggak tau kenapa tapi kalian akhirnya kalian tinggal satu rumah." Laki-laki itu menyeruput gelas kopi kedua miliknya pagi itu, menghilangkan canggung yang ia rasakan setelah memberi perumpamaan tersebut. "Menurut kamu, normal nggak?"

Mild mengedikkan bahunya, "kalau ada alasan dibaliknya, menurutku normal kok." Ia mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. "Banyak juga artis papan atas yang tinggal bareng pacarnya kan? Menurutku itu nggak aneh-aneh banget. Mungkin alasan dibaliknya ya... biar tambah deket, biar bayar sewa lebih murah, kan bisa tuh- biaya sewanya dibagi dua?"

Justru setelah Mild mengungkapkan pendapatnya, alis Gulf berkerut. "Tapi serius? Menurut kamu aman-aman aja tinggal bareng?" ia memastikan.

Tatapan aneh diberi oleh Mild. Ia menggoyangkan gelas kopinya, membuat es di dalamnya berbunyi kencang saat berbenturan satu dengan yang lain. "Ya, kan wajar kalau orang yang lagi jatuh cinta gitu pengen ketemu dua puluh empat jam?"

"Tapi mereka nggak ada hubungan apa-apa selain itu loh? Bukannya nggak etis orang yang statusnya cuma pacaran tinggal di satu rumah? Kalau unwanted things terjadi gimana?" debat Gulf, masih tidak setuju.

"Itu kan keputusan mereka sebagai pasangan?" balas Mild, tatapan aneh di wajahnya itu masih belum hilang. "Jujur, pertanyaanmu aneh sumpah," ungkapnya.

"Lagian, buat apa tanya-tanya soal pacar? Kamu juga udah nikah, kan?" Mild menambahkan sebuah fakta, yang membuat Gulf membentuk lengkungan kesal di wajahnya.

Sebuah helaan napas panjang diberi oleh Gulf. Ia meregangkan tubuh, kemudian menyembunyikan wajahnya dibalik kedua telapak tangannya sembari meloloskan desahan panjang. "Nggak tau, nggak tau, nggak tau. Pokoknya nggak tau, ah." Dengan sengaja laki-laki manis itu membenturkan wajahnya pada meja, dan sekali lagi kembali menghembuskan napas panjang nan berat. Meninggalkan Mild yang terdiam di tempat, kebingungan.

"Kamu kenapa anjir??" Tangannya menyentuh kepala Gulf, menggoyangkannya sedikit. "Kenapa kayak orang galau gini?"

Berbagai umpatan kembali keluar dari mulutnya, sebagai keluhan dan untuk mengungkapkan kebingungannya. "Aku sendiri bingung." Rambutnya ia tarik kesal.

"Lah kenapa bingung? Kalau kamu sendiri bingung apalagi aku?" Ia kembali menggoyangkan tubuh Gulf. "Kalau mau tanya yang detail dong, jangan putus-putus gitu, aku nggak paham. Kasih konteks yang bener juga, biar aku nggak bingung."

Gulf menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, menatap Mild dengan tatapan tak bersemangat itu. "Jadi..." ia mengambil jeda.

"Jadi apa?" ulang Mild.

"Aku-- eh nggak. Temanku, dia udah menikah, terus dia pindah ke rumah suaminya," Gulf memulai ceritanya. "Tapi nggak lama setelah itu, dia dikasih tau kalau ternyata suaminya pernah tinggal bareng sama pacarnya di rumah yang sama. Kalau menurutmu, perasaan temanku itu bakal gimana setelah tau? Terus, dia harus apa?"

Mild memicingkan matanya, merasa curiga. "Detail banget?"

Tangan Gulf melayang, memberi tempeleng pelan pada pipi Mild. "Kamu yang nyuruh cerita detail, bego."

"Oh iya, Good point." Mild ikut menyandarkan tubuhnya, "kalau aku jadi temenmu, paling-paling aku tanya ke suami ku dulu. Beritanya bener atau nggak. Dia masih berhubungan sama mantannya itu atau nggak. Atau bisa juga aku act kalau it never happens, tapi aku rasa itu bakal mengganggu banget di pikiranku kalau pura-pura gitu kan? Jadi... yang terbaik ya-- tanya kebenarannya langsung ke si suami itu."

Unbonded. || MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang