Unbonded - 11

1.3K 175 16
                                    

Sedari tadi Gulf berjalan mondar-mandir melalui pintu depan, menunggu kembalinya Mew dari kantor. Ia sudah mandi, tubuhnya segar. Dengan piyama sutra yang melekat pada tubuhnya, ia terus berbolak-balik untuk menunggu Mew. Sambil sesekali ia mengintip melalui jendela yang mengarah ke jalan masuk rumah, menunggu mobil Mew untuk terparkir disana.

"Tuan boleh duduk du--"

"Nggak apa-apa, aku sambil olahraga dikit," tolaknya pada pembantu Mew yang terus memintanya untuk duduk.

Mungkin Gulf resah, mungkin juga ia rindu sang suami, mungkin ada suatu hal yang mengusiknya atau mungkin ia merasa tidak nyaman. Berada di dalam satu ruangan bersama orang-orang baru masih membuatnya merasa aneh, canggung pula. Walau Anya memang tidak terhitung sebagai orang baru-- tapi tetap saja, ia masih merasa tidak nyaman.

Terlebih lagi karena Anya enggan menjelaskan lebih jauh perihal topik yang mengganggu pikirannya.

Begitu bunyi bel dari Audi hitam yang Mew kendarai terdengar, Gulf bergegas menuju tangga, berpura-pura sedang menuruninya. Agar tidak disangka 'menunggu' Mew untuk pulang. Agar terlihat kalau ia memang bermaksud untuk turun, bukan sudah turun untuk menunggu Mew.

"Kamu baru balik? Kok lama banget," ucap Gulf begitu Mew melangkahkan kakinya memasuki pintu depan. Ia menuruni anak tangga tersebut satu persatu, perlahan-lahan karena lantainya cukup licin.

"Macet," jawab Mew singkat, sembari mengendurkan dasi yang ia pakai, serta melepaskan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia menatap ke arah Gulf dengan senyum jahil. "Aku kira kamu sudah tidur? Nungguin aku ya?" goda Mew.

"Daritadi tuan Gulf me--"

"Aku memang mau turun!" serunya, sebelum pembantu Mew itu membuka kedoknya. Matanya membola menatap pembantu Mew, menyuruhnya untuk bungkam. "Aku laper, mau makan."

Mew menaikkan sebelah alisnya, menatap Gulf penuh curiga. "Tapi udah jam segini?" Jarum jam mengarah ke angka delapan, sedangkan ia sudah memberi perintah jelas agar makanan disajikan ketika jarum mengarah ke angka lima. "Kamu kan bisa makan dari tadi? Kenapa nggak makan aja? Kamu nggak suka menunya, kah?"

Gulf menggeleng cepat. Matanya mengedip cepat, tidak ingin bertatapan langsung dengan Mew karena kebingungan harus menjawab apa. Tidak mungkin ia menjawab jujur. Tidak mungkin bagi manusia itu untuk membuka kartunya sendiri bahwa; ia memang menunggu Mew, dan memang sengaja menahan lapar untuk makan dengan Mew. Terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"Aku tadi belum laper," jawabnya. "Jadi baru mau makan sekarang."

"Oh?" Mew mengangguk paham. Untuk sepersekian detik ia mempercayai ucapan Gulf. Walau kemudian, ia kembali menatap sosok di hadapannya dengan tatapan yang sama. Tatapan curiga dan penuh tanya. "Atau kamu emang beneran nungguin aku tapi nggak mau ngaku?" Sedikit bercanda namun juga serius, dengan tangannya yang ia lipat di depan dada.

Tidak tahu lagi harus menjawab apa, Gulf hanya mengangkat tangan yang sudah ia kepal di udara sebagai ancaman. "Nggak usah mikir aneh-aneh ayo makan," ketusnya, demi menghindari pertanyaan Mew itu. Kakinya menginjak anak tangga terakhir, dengan langkah cepat ia berjalan menuju ruang makan.

"Iyaa." Mew mengekor di belakang Gulf, ia tidak bisa mengiringi langkah laki-laki itu. Setiap Mew mempercepat langkahnya Gulf akan menambah kecepatannya juga, seolah-olah manusia manis itu memang tidak ingin berjalan beriringan dengan suaminya.

* * *

Saking heningnya, denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring hanyalah suara yang terdengar dari ruang makan itu. Barang Gulf, bahkan Mew sekalipun tidak membuka mulutnya.

Unbonded. || MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang