Unbonded - 9

1.4K 178 26
                                    

"Kalau gitu ayo mandi bareng, kamu juga harus mandi kan? Kamu udah keluar seharian bareng aku, badan kamu kotor, baju kamu kotor, aku nggak mau ya tidur di kasur penuh bakteri."

Gulf mengepalkan kedua tangannya yang menggantung di sisi tubuhnya. Kata-kata untuk suami sialannya itu berbalik kepada dirinya sendiri, menyebalkan. Ingin dirinya melayangkan tinju pada Mew, atau paling tidak menendang kakinya. Namun-- yang Mew berikan padanya sudah sangat banyak hari ini. Terlalu banyak malah, Gulf bukan manusia tidak tahu diri, ya.

"Aku mandi habis kamu," ucap Gulf. Ia mengangkat telunjuknya, mengarahkannya pada pintu kamar mandi yang terbuka lebar. "Sana, cepet mandi." Ia membuat gerakan tangan mengusir.

Bukannya menuruti perintah Gulf, Mew malah menantang istrinya itu. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, sembari menatap Gulf dengan mata elangnya. "How can I trust you, Kanawut? Memangnya kamu bakal beneran mandi habis aku?"

Gulf mengatupkan rahangnya, menatap Mew kesal. Pelan-pelan ia berucap, dengan tiap kata ia tekankan, "Aku-suka-kebersihan, Suppasit." Ia menghembuskan napasnya berat, tidak percaya sebuah kata nista akan lolos dari bibirnya. "Aku juga nggak akan bohong sama suamiku."

Ia masih benci memanggil Mew dengan kata suami, amat sangat benci. Apalagi kalau ia dipanggil 'istri'? Itu menjijikkan, aneh, terlalu feminim. Gulf itu laki-laki, tidak ada kah panggilan untuknya yang lebih maskulin dari istri?

Mew menggigit sisi bibirnya sensual, dengan seringai kecil yang ikut muncul di wajahnya. "Suami...?"

Merotasikan matanya, Gulf kini ikut melipat kedua tangannya di depan dada, menyamai gerak-gerik Mew. "Ya," jawabnya singkat.

"Bagus deh." Seringai di wajah Mew tergantikan dengan tersenyum lebar, sebuah senyum kemenangan. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi, dan tepat sebelum ia melangkahkan kaki masuk ke dalamnya-- ia berbalik untuk menatap Gulf. "Jangan lupa mandi--" ia memotong ucapannya, memberi jeda, dengan kedipan mata genit yang tertuju pada Gulf. "--istriku," sambungnya.

Dengan pintu geser kamar mandi yang tertutup, Gulf kini mengacungkan kedua jari tengahnya. Tinggi-tinggi ke arah kamar mandi, meluapkan rasa kesalnya sehabis dipanggil istri oleh Mew. "D*ckhead," umpat Gulf kesal.

* * *

Kata orang mandi malam itu lebih menyegarkan, dan itu terbukti. Separuh lelahnya hilang terbawa air hangat yang merendam dirinya, separuhnya lagi akan ia tukarkan dengan tidur malam. Ia berbaring di kasur hotel lembut, membenamkan wajahnya pada bantal.

Mew mulai memejamkan matanya-- hingga terganggu dengan bunyi pintu geser yang terbuka terbuka. Pintu itu membuat decitan kecil yang menyebalkan, tapi dengan pintu itu juga Mew bisa tahu bahwa-- Gulf sudah selesai mandi.

"Oh?" Ia berbalik, menatap ke arah kamar mandi-- ke arah Gulf, istrinya. "Kamu udah selesai mandi?"

"Belum," Gulf menjawab sarkas, matanya ia rotasikan.

Laki-laki manis itu duduk di meja rias, menatap ke arah cermin yang menempel di dinding. Sebelum tidur, wajib baginya untuk menggunakan beberapa hal. Seperti; mengusapkan lotion pada kulitnya, pelembab pada wajahnya, krim untuk bagian bawah matanya, serta memastikan tidak ada jerawat yang tumbuh di kulitnya.

Selesai-- Gulf beranjak ke sisi ujung kasur, sisi yang paling jauh dari Mew. Ia sudah memastikan ponselnya tersambung dengan kabel, lampu dimatikan dan tirai tertutup. Tidak lupa juga untuk mengemas anak-anak barunya (baca: barang belanjaannya) ke dalam koper, mengingat besok ia sudah tidak lagi menginap di kamar hotel ini.

Mew menatap Gulf aneh, menatap istrinya aneh karena memilih tempat yang terlalu jauh darinya. "Kasurnya luas," ujar Mew, mengingatkan.

"Tau kok."

Unbonded. || MewGulfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang