Dengarkan playlist ini sambil baca yaaa ➵➵➵
Kalau boleh jujur, sebenarnya, Mew tak jago merangkai kata. Pun dalam hal menghibur orang yang bersedih. Memilih diam bukan berarti ia tidak peduli, memilih diam berarti ia menghargai.
Kalau malah kata-kata yang dimaksudkannya untuk menghibur malah menusuk? Bagaimana, dong?
Makanya, ia memilih diam.
Sepanjang perjalanan entah ke mana mereka, Mew hanya berhenti dengan dua alasan. Satu, lampu merah. Dua, menenangkan Gulf yang tangisnya kian menderu.
Tak perlu mengungkit tentang perang dingin dan mereka yang mengambil jarak dalam hubungan, biarkan jarum detik berhenti sejenak agar Gulf dapat menangis sepuasnya tanpa takut matahari tenggelam mendahuluinya.
Mew masih diam, hingga dirasa Gulf sudah terlalu lama menangis. Matematika sempurna sudah terhitung dalam kepala, dengan total tiga jam dua puluh tiga menit sosok disampingnya menangis, plus jeda waktu sekejap di antara tiap tangis. Dapat ditarik kesimpulan bahwa memang– waktu yang dihabiskan Gulf untuk menangis sudah terlalu banyak, dan itu tidak baik.
"Mau?" Mew menawarkan sebatang coklat dalam genggamannya. Tak diraih oleh Gulf, membiarkan tangannya menggantung canggung di udara.
"Nggak usah sungkan. Lagipula, kamu tau nggak kalau coklat itu teruji bisa memperbaiki mood dan bikin kita bahagia?"
Tawaran itu hanya dilirik.
"Coklat itu juga makanan yang cocok di setiap suasana. Jadi, ini, ambil." Mew mendekatkan coklat tersebut ke wajah Gulf.
Teralihkan dari tangisnya sebentar, Gulf bertanya, "Memangnya iya, ta?"
Sebagai jawaban, Mew malah mengedikkan bahunya. "Coba aja."
Bungkus coklat berwarna ungu itu dikupas oleh Gulf, sedikit kesulitan sebab tangannya bergetar. Pertama ia mengambil satu gigitan kecil di tengah, lalu dua gigitan besar di sisi kanan dan kiri coklatnya.
Dikunyah rakus hingga tak sampai bertemu dengan lampu merah lagi, coklat di tangan Gulf sudah habis.
"Gimana? Beneran bikin mood baik nggak?"
Tanpa perlu bertanya, jawabannya sudah ada. Tak ada lagi air mata yang turun, tak ada pula sorot mata getir nan ciut. Mew lebih suka menjuluki kedua netra Gulf sebagai mata boba, terlihat bulat, hitam serta manis. Ada pula lengkungan tipis yang tertarik ke atas di wajah, bukti konkret bahwa memang benar; coklat teruji dapat memperbaiki mood.
"Beneran, kan? Coklat bikin kamu bahagia, tuh."
Menyangkal, Gulf menggeleng. "Soalnya coklatnya enak. Aku juga lagi laper."
"Itu faktor yang membuktikan bahwa memang benar coklat itu makanan yang cocok di setiap suasana. Kamu lagi bete? Makan coklat. Laper? Ganjal dulu pakai coklat. Galau? Obatin pake coklat."
Dia jadi seorang dokter dadakan, menjelaskan berbagai macam hal mengenai coklat. Dari khasiat, kandungannya, manfaat, hingga sejarah.
Seperti katanya tadi siang. Ketika Gulf berhenti menangis, saat itu juga ia akan kembali mengoceh.
"Coklat mengandung kafein??" heran Gulf, mengetahui sebuah fakta baru.
"Iya. Dan semakin banyak padatan biji kokoanya, semakin banyak juga kandungan kafeinnya."
"Tapi rasanya kok manis?"
"Tergantung jenisnya juga. Yang aku kasih kamu tadi dan yang sering kita makan itu coklat susu, jadi wajar aja manis, kandungan gula tambahannya juga banyak. Yang pahit itu coklat hitam. Kamu suka nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbonded. || MewGulf
FanfictionPernikahan tanpa cinta, akankah berakhir bahagia? * * * Walau terlihat kokoh, punggung itu sebenarnya rapuh. Dan walau terlihat tegas, nyatanya ia tidak lebih dari manusia lemah yang berlindung dibalik segala pedihnya hidup yang ia rasakan. Masa lal...