Ilham merasakan darah mendesir di dalam tubuhnya dan degup jantungnya menjadi tak menentu. Kegelisahannya selama ini akhirnya terwujud di depan matanya.
"Bagaimana bisa?", ucap Ilham tertahan.
"Bukan kah dia selalu dalam pengawasan? Apa yang sebenarnya terjadi?", batin Ilham.
Ilham memberanikan diri, menahan segala keresahannya dengan memasang mimik wajah yang penuh amarah. Ilham mengepalkan tangannya dengan kuat berharap gemetar yang timbul dapat menghilang.
"Kau benar-benar licik! Kau menginginkan agar aku datang seorang diri, lalu mengapa sekarang kau melibatkannya?", lanjut Ilham menatap emosi 'Tuan' tanpa bisa mengalihkan kekhawatirannya kepada Gilang. Ya, tanpa Ilham sadari mereka berhasil menyandera Gilang.
Gilang sangat ketakutan, wajahnya sangat tertekan dan Gilang juga terlihat bingung.
"Hahaha, kau benar! Kelicikan ku melebihi ekspektasi mu. Dan lihat sekarang, masih bisakah kau berkata angkuh seperti tadi?", tatap tajam Tuan.
"Apa kau mulai berubah pikiran? dan bersedia mengikuti semua keinginan ku?", lanjut Tuan sambil sesekali memainkan benda yang berada di jari-jemarinya.
Ilham hanya diam, ia masih menyusun rencana agar Gilang bisa keluar dari masalah ini.
"Bagaimana? Apa kau lebih suka melihat dia terluka? Atau kau dengan senang hati menyerahkan kalung itu?", tatap tajam Tuan dengan seringainya yang membuat kegelisahan Ilham meningkat.
"Kau!", Ilham tak melepaskan pandangannya dari 'Tuan' sambil menggertakkan giginya.
'Tuan' memberikan kode kemudian salah satu anak buah mencengkram leher Gilang.
"Aarrgh!", teriak Gilang sambil meletakkan tangannya untuk menghentikan cengkraman orang itu. Namun tenaga Gilang masih jauh dibandingkan orang tersebut.
"Hentikan!", teriak Ilham dengan wajah cemasnya yang tidak bisa ditutupi.
"Jadi?", ucap Tuan sambil memainkan tangannya dan memberikan kode kepada anak buahnya agar berhenti.
"Ak...aku...", ucap Ilham terbata sembari meyakinkan hatinya.
"Sepertinya memang harus ku perintahkan anak buah ku untuk mematahkan leher adik kesayanganmu ini".
"Kak....Kak Ilham.... to...long Gi...lang, Kak!", ucap Gilang.
"Ba...baiklah, aku akan menyerahkan kalung itu. Tapi dengan satu syarat, ku ingin kau menyerahkan Gilang kepada ku", ucap Ilham.
"Sejak kapan kau memiliki hak bernegosiasi?", sinis Tuan.
"Kalau kau memang menganggap penting kalung ini maka kau akan menyetujuinya. Bukankah apa yang aku ajukan ini sudah selayaknya? Bagaimana, setuju atau tidak?".
"Kalau tidak, apa yang akan kau lakukan?", pancing Tuan.
"Aku akan pastikan kau tak akan mendapatkan kalung itu selamanya!", jawab Ilham.
"Baiklah... Aku akan memberimu kesempatan! Mari kita bermain sebentar, hehehe".
"Ck... !"
Ilham menurunkan tasnya kemudian merogoh benda kecil yang selama ini tersembunyi.
"Aakkhh!", ucap Ilham tatkala lukanya terasa nyeri.
Perlu beberapa saat hingga Ilham terbiasa dengan nyeri tersebut. Kemudian Ilham berdiri dan meletakkan tas di punggungnya.
"Kita akan saling barter secara bersama-sama pada hitungan ketiga!", ucap Ilham.
"Setuju", jawab Tuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
*BATAS SENJA*
Teen Fiction"Aku benci kak Ilham", suara itu selalu berdengung dalam relung hati Ilham. Bingung dan kecewa menghiasi hatinya, namun senyum dan kasih sayang selalu ia berikan untuk adik yang ia sayangi, Gilang. Di sisi lain, mimpi yang sama selalu mengejarnya d...