Kicau burung pengiring merdu sayu alam, diiringi sejuknya embun yang gugur menghiasi semesta dan sang Surya yang mulai menyapa dengan hangat.
Gilang memandang jauh keluar jendela, sejak kedatangan Bi Inah dan Mang Mamad membuat suasana ruang rawat Gilang menjadi ramai. Pak Deni, Mang Mamad dan Bi Inah berkumpul menemani Gilang di ruang rawatnya. Terkadang mereka bercerita sesuatu yang konyol yang menyebabkan salah satu diantaranya tertawa. Memperhatikan hal itu, membuat Gilang terasa sedikit terhibur. Mereka membuat Gilang sejenak melupakan rasa cemas dan bersalahnya hingga mampu membuat senyuman manis bertengger di bibir indah Gilang.
"Den Gilang harus banyak makan ya supaya nanti Den Gilang cepat sehat", ucap Bi Inah sambil menyuapi Gilang dengan makanan hambar khas RS.
Gilang hanya tersenyum geli sambil sesekali tertawa memandang Bi Inah. Ia sama sekali belum memakan makanan yang disodorkan Bi Inah sejak tadi.
Gilang masih ingat kedatangan Bi Inah dan Mang Mamad dini hari kemarin. Wajah mereka yang penuh keterkejutan dengan tataan rambut yang asal-asalan, sandal mereka yang tertukar dan kesalahan telak mereka dimana Bi Inah memperlihatkan dompet yang dibawanya namun nyatanya itu hanya buku memo dan Mang Mamad yang bercerita tentang kesulitannya menyalakan mobil menggunakan kunci rumah.
"Ya Allah, Den Gilang masih menertawai Bi Inah dan Mang Mamad ya?", ucap Bi Inah sambil pura-pura memanyunkan bibirnya.
"Hahaha, maaf Bi. Gilang gak bisa kontrol. Hahaha".
"Den Gilang tau gak kalau kami sangat cemas hingga tertidur di ruang keluarga ketika baru terlelap Pak Deni tiba-tiba menelpon dan memberikan kabar yang mengejutkan kami. Makanya hal konyol seperti itu terjadi!".
"Iya, maafin Gilang ya Bi...", ucap Gilang.
"Lalu apakah sudah ada perkembangan mengenai kondisi Den Ilham, Deni?", celetuk Mang Mamad yang mendapat delikan tajam dari orang yang ditanyai.
Mendengar nama Ilham disebut, sontak senyuman dari wajah Gilang menghilang dan berubah menjadi kesedihan dan kegelisahan.
"Masih belum ada perkembangan, Mang. Entah kapan Kak Ilham siuman", ucap Gilang kemudian memalingkan pandangan ke wajah Bi Inah yang berada disampingnya.
"Gilang kangen Kak Ilham, Bi", tutur Gilang dengan wajah yang mulai dibasahi air mata.
"Sabar, Den. Kita hanya bisa berdo'a, berharap Den Ilham cepat siuman dan sehat seperti sedia kala".
"Tapi, Gilang takut Bi.... Takut Kak Ilham merasa lelah dan pergi meninggalkan Gilang. Gilang benar-benar takut!", lirih Gilang.
Bi Inah hanya menepuk-nepuk punggung Gilang berharap bisa menenangkan tuan mudanya yang sedang gelisah.
"Sekarang sebaiknya Den Gilang segera makan agar kekuatan Aden kembali. Bukan kah Den Gilang sangat ingin menemui Den Ilham?", ucap Bi Inah yang diangguki Gilang.
Gilang pun segera memakan makanannya hingga tak ada sedikit pun makanan yang tersisa. Bi Inah merasa terharu melihat perubahan sikap Gilang, "Den Ilham pasti akan sangat senang melihat Den Gilang yang perhatian seperti sekarang", batin Bi Inah.
***
Pagi ini Arnold terbangun dengan kondisi badan yang sangat tidak nyaman. Seluruh badannya terasa sakit.
"Ah, gimana Arnold mau ke rumah sakit dengan badan yang seperti ini", keluh Arnold.
Ceklek....
Pintu terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu....
"Jam berapa kamu pulang malam tadi, Arnold?", tanya nyalang si pemilik rumah.
"Maaf, Pa. Malam tadi Arnold pulang dini hari", jawab Arnold sambil berusaha mendudukkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
*BATAS SENJA*
Novela Juvenil"Aku benci kak Ilham", suara itu selalu berdengung dalam relung hati Ilham. Bingung dan kecewa menghiasi hatinya, namun senyum dan kasih sayang selalu ia berikan untuk adik yang ia sayangi, Gilang. Di sisi lain, mimpi yang sama selalu mengejarnya d...