Gelap, lagi-lagi Ilham berada di tempat ini.
Tiang yang sama, sorot lampu yang sama, jeritan yang sama mulai terdengar kembali. Ilham hanya memejamkan mata berharap ia dapat segera tersadar.
"Ilham.....", sapa wanita asing yang tak bisa Ilham lihat jelas wajahnya.
"Siapa?", tanya Ilham lagi.
"Ilham.... Kenapa.... Ilham...?", tanya balik wanita itu.
"Kenapa apa?", tanya Ilham dimana saat ini ia bisa melihat air mata turun dari kelopak mata wanita itu namun wajahnya masih tidak bisa Ilham lihat.
Hening... Tak ada jawaban...
"Siapa?", tanya Ilham lagi.
Lalu tiba-tiba terdengar klakson yang sangat keras dan dari belakang wanita itu muncul mobil besar yang kemudian menabraknya dengan tiba-tiba. Ilham sangat terkejut, namun ....
"Aaarghh", ucap Ilham sambil memegang kepalanya yang terasa sangat nyeri.
Ilham segera terbangun dari tidurnya. Ilham merasa peluh memenuhi seluruh wajahnya. Ia kemudian duduk bersandar di sandaran kasur. Seketika nyeri itu kembali menyerang Ilham, nyeri yang sama seperti dalam mimpi.
"Aaargh..., kepala Ilham", ucap Ilham sambil memegang kepalanya.
Cukup lama Ilham duduk, sakit itu masih enggan menjauh. Tanpa sengaja Ilham menatap perban di tangannya yang sudah terikat rapi. Padahal, seingat Ilham, ia hanya menyelipkan di sela-sela jarinya.
"Mungkin kah Mama yang mengikatnya?", gumam Ilham.
Tak berapa lama....
"Alhamdulillah, sudah masuk waktu shalat subuh", gumam Ilham.
Ia mulai beranjak dari tempat tidurnya, perlahan Ilham berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah mengenakan pakaian bersih dan mengganti perban lukanya, Ilham segera melaksanakan shalat subuh. Nyeri kepala Ilham sudah mulai berkurang. Ilham pun memanjatkan doa dengan khusyuk.
Pagi hari saat sang fajar sudah menampakkan cahayanya, Ilham sudah mengenakan pakaian olahraga. Hari ini ia akan latihan di sekolah. Sebelum berangkat Ilham memeriksa laci nakasnya yang terkunci. Di sanalah Ilham meletakkan benda-benda misterius yang didapatkannya. Kotak yang berisi mawar dan surat ancaman serta kalung berinisial yang baru ditemukannya kemarin.
Setelah memeriksa semuanya, Ilham dengan enggan berjalan menuju ruang makan. Papa, Mama dan Gilang sudah berada di sana.
"Kami akan keluar kota selama sebulan", ucap Papa kepada Gilang.
Ketika mendengarnya, Ilham membelalakkan mata,"satu bulan?", gumam Ilham, namun ia masih enggan untuk bertanya kepada Papa dan Mamanya.
"Ada pekerjaan yang harus Papa selesaikan, makanya Mama ikut untuk menemani Papa di sana", lanjut Papa.
"Gilang, jaga kesehatan kamu baik-baik, jangan lupa minum obat, makan yang teratur dan jangan keluar rumah sendirian. Ingat, katakan ke Pak Deni kalau Gilang mau ke luar rumah. Nanti segala sesuatu yang kalian perlukan akan diurus oleh BI Inah", ucap Papa.
"Ilham!", panggilan Papa sontak membuat Ilham merasa senang. Ia pun memberanikan diri menatap Papa.
"Jaga Gilang dengan baik, jangan sampai dia terluka. Papa harap kejadian yang lalu tidak terulang lagi! Kalian harus bisa saling menjaga dan melindungi", ucap Papa membuat rasa senang di hati Ilham menguap dengan cepat.
"Apabila terjadi sesuatu pada Gilang, Papa tidak akan segan memberikan hukuman yang berat", tatapan tajam Papa menusuk Ilham.
"Sebesar itukah ketidakpercayaan Papa kepada Ilham?", pikir Ilham, ia merasa sangat terpukul.
KAMU SEDANG MEMBACA
*BATAS SENJA*
Teen Fiction"Aku benci kak Ilham", suara itu selalu berdengung dalam relung hati Ilham. Bingung dan kecewa menghiasi hatinya, namun senyum dan kasih sayang selalu ia berikan untuk adik yang ia sayangi, Gilang. Di sisi lain, mimpi yang sama selalu mengejarnya d...