Chapter 27

432 58 22
                                    

Ilham menutup mata berharap ia bisa terlelap. Namun lagi-lagi, Ilham tidak bisa menghentikan pikirannya yang secara liar berusaha untuk mendapatkan jawaban.

Nyeri perlahan terasa kembali di kepala Ilham namun tidak sesakit ketika Ilham belum meminum obat. Ilham tetap memejamkan matanya. Ia mencoba untuk menenangkan Mama atau entahlah... dalam hati Ilham memang ada sedikit keengganan untuk memandang wajah Mama. Ilham takut mengingat kejadian pahit waktu itu.

Perlahan Mama mengelus tangan Ilham sambil membisikkan kata "Maaf", lalu Mama meletakkan sebuah benda di genggaman tangan Ilham. Ilham ingin sekali membuka matanya, hanya saja rasa kantuk perlahan menerpanya.

Tak terasa sore hari telah tiba, Ilham perlahan membuka matanya yang terasa berat. Sepertinya ia berhasil terlelap, meskipun hanya sebentar. Ilham menatap Papa dan Gilang yang sudah berada di ruang rawat Ilham. Mereka  sedang asik berbicara dengan Pak Willy dan Gusti yang datang berkunjung.

"Selamat sore, jagoan", ucap Pak Willy sambil melangkah mendekati Ilham.

"Sore, Om!".

"Maaf ya Kak, Gusti baru bisa menjenguk Kak Ilham sekarang".

"Gak apa-apa, Gusti. Makasih juga Om dan Gusti sudah menyempatkan diri buat menjenguk Ilham", ucap Ilham sambil tersenyum.

"Sama-sama, Ilham. Om dan Gusti doakan supaya Ilham cepat sembuh dan bisa beraktifitas seperti biasanya".

"Aamiin, makasih Om, Gusti".

"Lalu bagaimana luka di kepala Ilham? Apa masih terasa sakit?".

"Lukanya sudah agak mendingan, Om namun kadang-kadang masih terasa nyeri".

"Tapi Ilham memang hebat, Om kagum loh... Apalagi waktu dengar cerita Gilang, Ilham seperti super hero".

"Om bisa aja".

"Betul kata Papa, Kak. Kalau Gusti pasti gemetar kalau diposisi Kak Ilham. Jangankan lari, jalan aja pasti Gusti gak bisa", ucap Gusti sambil nyengir.

"Gusti jadi mikir sesuatu", ucap Gusti sambil menampilkan seringainya dan melirik Gilang.

"Jangan pernah mikir buat jadiin Kak Ilham sebagai Kakak Gusti. Gilang gak setuju! Kak Ilham cuma Kakaknya Gilang", ucap Gilang kesal.

"Ih... Gilang gitu ya. Bagi-bagi kenapa? Gusti kan juga kepingin punya kakak kaya Kak Ilham".

"Kak Ilham mau kan jadi kakak Gusti?", lanjut Gusti.

Ilham yang mendengarnya hanya tersenyum. Entah kenapa candaan itu terasa menghangatkan hati Ilham. Ia merasa memiliki saudara yang benar-benar menganggapnya ada.

Ilham kemudian meletakkan tangannya yang sedari tadi menggenggam sesuatu ke atas perutnya dan perlahan membuka genggamannya. Ilham tersenyum sambil menatap benda di tangannya tersebut.

"Itu punya Ilham?", tanya Om Willy sambil menatap gantungan kunci di tangan Ilham.

"Iya, Om. Ini peninggalan orang tua Ilham.

"Unik ya, Pa?! Andai saja Papa mau buatin Gusti gantungan kunci kaya Kak Ilham, pasti Gusti jaga terus".

"Sejak kapan Gusti suka gantungan kunci?", heran Om Willy.

"Sejak saat ini, Pa".

"Boleh Om pinjam?".

"Silahkan, Om", ucap Ilham sambil menyerahkan gantungan kuncinya.

Om Willy mengamati gantungan kunci tersebut.

"Papa mau kan buatkan tuk Gusti?".

Papa hanya tersenyum menatap Gusti kemudian memandang Ilham, "Makasih ya Ilham sudah mau meminjamkannya ke Om".

*BATAS SENJA*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang