Ilham saat ini sudah berada di kamar rawatnya setelah sebelumnya membuat cemas Papa, Mama dan Gilang, dengan berjalan seorang diri di taman RS.
"Ilham makan malam dulu ya, biar Mama yang suapin", ucap Mama setelah Ilham menyelesaikan shalat magrib.
"Ilham gak lapar, Ma", ucap Ilham yang lagi-lagi tanpa memandang wajah Mama.
"Tapi Ilham kan harus minum obat", bujuk Papa.
"Ilham makan ya, biar Papa yang suapin", ucap Papa.
"Mama sebaiknya istirahat aja", ucap Papa sambil mengelus lembut punggung Mama lalu mengambil bubur dari tangan Mama.
"Ilham makan ya", ucap Papa sambil menyodorkan makanan ke mulut Ilham sedangkan Mama beralih ke sofa untuk beristirahat.
Ilham ingin menolak, tapi melihat perhatian yang ditunjukkan Papa membuat Ilham tidak tega untuk menyakiti hatinya. Ilham pun memakan makanan yang disodorkan kepadanya.
"Makasih, Pa", ucap Ilham di sela-sela makannya.
Papa mengerutkan dahi sesaat sebelum berucap,"Seharusnya Papa yang berterimakasih sama Ilham karena Ilham sudah mau memaafkan Papa".
Ilham hanya tersenyum manis mendengar ucapan Papanya.
Gilang yang melihat interaksi yang terjadi antara Papa dan Kak Ilham hanya diam. Entah kenapa pikiran Gilang tertuju kepada peristiwa penculikan tersebut.
"Kak", panggil Gilang.
Orang yang dipanggil segera mengalihkan pandangannya kepada Gilang sambil mengunyah makanan yang terasa hambar dimulutnya.
"Ada apa Gilang? Sepertinya ada yang mau Gilang sampaikan", ucap Ilham.
"Gilang kepikiran sesuatu, Kak".
"Apa?", tanya Ilham lembut.
"Apa Kak Ilham tau motif penjahat itu melakukan semua ini ke kita?", tanya Gilang.
Ilham terdiam beberapa saat kemudian berkata, "Entahlah, Kak Ilham hanya mendengar kalau orang itu ingin Ilham mengantarkan Papa dan Mama untuk menemui dan meminta maaf kepada seseorang mengenai kejadian 12 tahun lalu".
"Maksud Ilham peristiwa kecelakaan mba Inne?", ucap Papa.
Ilham hanya mengangguk.
"Memangnya mba Inne itu siapa, Pa? Dan apa hubungan kecelakaan itu sama Papa dan Mama?", tanya Gilang.
"Mba Inne, dia a..adalah Bundanya Kak Ilham, Gilang", jawab Papa.
"Bunda Kak Ilham?!", ucap Gilang yang merasa terkejut mendengar perkataan Papa.
"Bunda Kak Ilham menolong Mama ketika sebuah mobil akan menabrak Mama, namun naasnya Bunda Kak Ilham yang akhirnya tertabrak kemudian meninggal", jelas Mama yang telah berdiri di belakang Gilang.
Gilang yang kembali terkejut, sontak beralih memandang Kak Ilham yang terlihat sendu.
"Kak Ilham, Gilang....", ucap Gilang yang terpotong oleh kata-kata Ilham.
"Kak Ilham tidak apa-apa, Gilang", ucap Ilham sambil tersenyum.
"Apa mungkin itu ayah mu, Ham? Ayah Ilham yang merasa sakit hati atas kepergian Bunda Ilham", ucap Kak Arnold yang sedari tadi mengawasi percakapan satu keluarga tersebut.
"Kak Arnold, jangan menuduh yang macam-macam, mana mungkin dia Ayahnya kak Ilham!", ucap Gilang yang tidak ingin membuat Kakaknya sedih.
"Entahlah", ucap Ilham sendu. Ada rasa sakit yang menjalar di hati Ilham mendengar kemungkinan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
*BATAS SENJA*
Teen Fiction"Aku benci kak Ilham", suara itu selalu berdengung dalam relung hati Ilham. Bingung dan kecewa menghiasi hatinya, namun senyum dan kasih sayang selalu ia berikan untuk adik yang ia sayangi, Gilang. Di sisi lain, mimpi yang sama selalu mengejarnya d...