Gibran Bachtiar lahir sebagai manusia paling tegar dalam menghadapi semesta yang selalu becanda. Bertemu dengan April Aulia yang kadang merasa tidak diberi keadilan oleh tuhan namun mampu menenangkan. Kisah merasa terbungkus rapi lengkap dengan bebe...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
- Hari dengan cepat berlalu. Kini malam menggantikan peran siang. Namun bagi anak-anak yang suka nongkrong di Bang Rully, Siang malam tidak ada bedanya. Hanya gelap dan terang dan itu tidak menjadikan mereka untuk tidak nongkrong disana.
Bahkan ketika kompleks Bang Rully diteror pocong dan sebagainya, mereka malah stand by menanti kedatangannya bahkan berusaha untuk memanggilnya.
Bagi mereka, itu adalah hiburan yang langka. Ya, itu lah mereka yang tidak mengenal rasa takut pada apapun kecuali orang tua dan Tuhan. Prinsip yang sedang Istiqomah mereka jalankan karena nasihat Gibran.
Namun kali ini suasananya berbeda. Mereka terlihat panik dan penuh tanda tanya.
Mereka tengah mencari seseorang yang dari tadi pagi tidak ada kabar kabari. Telpon tidak aktif, bahkan dikontrakkan dan di seluruh penjuru bumi yang diketahui, dia tidak menampakan diri.
Yaps, mereka tengah mencari Gibran. Yang membuat panik mereka adalah Liam menemukan motor Gibran terparkir di tepi jalan lengkap dengan kunci motor dan helm nya namun pemiliknya tidak ada di sana. Bahkan Liam sengaja menunggu Gibran di motornya namun sampai berjam-jam lamanya, Gibran tidak kunjung datang.
Di sisi lain, seorang wanita tengah tersenyum puas penuh kemenangan di sebuah gedung tua. Dia duduk manis di sebuah kursi disertai anak buahnya yang setia kepadanya. Dirinya menanti seseorang terbangun dari ketidak sadarannya.
Malam gelap tak jadi penghalang. Justru ini adalah moment bagus untuk melakukan aktivitas semacam ini. Setelah lumayan lama, orang yang ditunggunya menunjukan pergerakan.
Pusing, gelap, sesak, itu lah yang kini dirasakan oleh Gibran. Matanya masih melihat dengan buram namun dengan satu-satunya lampu yang berada di atasnya yang juga menjadi satu-satunya sumber cahaya di ruangan itu, ia bisa menangkap sosok beberapa orang dihadapannya yang tengah melihatnya dengan keadaan remang-remang.
Setelah ia sadar total, ia merasa Kepala,tangan,bahu, dan kakinya begitu sakit. Seluruh badannya diikat sangat kencang ke sebuah kursi. Gibran melihat searah sampingnya dan yang ia dapati hanya kegelapan. Ya, hari sudah berubah menjadi gelap.
Gibran berusaha melepaskan diri namun sayang, tali yang berada di badannya semakin mencengkramnya.
Pandangannya pun teralihkan kepada sosok dihadapannya. Sosok wanita yang beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri Gibran.
Tempatnya begitu gelap, berdebu, dan sunyi sehingga suara langkah kaki yang dilapisi high heels itu mampu terdengar keras ditelinga.
Gibran menatap mata wanita itu tajam. Tatapan penuh amarah yang sebelumnya tidak pernah diberikan kepada siapapun. Wanita ini seakan membangkitkan siapa diri Gibran sebenarnya.
Kini ia berdiri tepat dihadapan Gibran. Sebuah senyuman tipis jahat terukir diwajahnya. Seakan ia puas melihat Gibran yang merasa kesakitan.
"Ini adalah hukuman untuk anak yang nakal seperti kamu," Ucapnya tiba-tiba.