Kedua Puluh Dua

11 1 0
                                    

-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

Dunia memang tidak pernah peduli terhadap segala rasa sakit yang kita alami,bahagia yang menghampiri, dan segala macam bentuk rasa lainnya. Dunia akan tetap berjalan dengan baik dan semestinya pada porosnya.

Sifat manusiawi melekat secara abadi pada tiap-tiap darah yang mengalir, mengabdi secara permanen dan selalu egois di perlihatkan.

Bagi sebagian orang dewasa, rumah bukan lagi bangunan kokoh bertihang, namun orang tempat berpulang.

Dan kini, sudah tiga hari Gibran menginap di rumah Bang Rully. Sebenarnya ia tidak mau merepotkan, namun Bang Rully kekeuh Gibran harus tinggal dulu di rumahnya sampai kondisinya membaik.

Gibran juga menjalani hari-harinya seperti biasa. Pagi sampai siang sekolah, sore nongkrong, malam kadang balapan. Ya seperti itulah caranya hidup.

Bersyukur sekali dirinya di kelilingi oleh orang-orang yang baik terhadapnya. Setidaknya, semesta tidak terlalu jahat.

Ujian Akhir Semester terhitung sebentar lagi. Anak-anak golongan baik dan butuh pengetahuan pasti tengah sibuk mempersiapkan segala hal. Lain halnya dengan Gibran yang punya prinsip mengetes kemampuannya sampai mana selama ini, tanpa belajar dulu sebelum ulangan karena ia sudah menghabiskan satu semester penuh untuk belajar.

Hari ini sekolah sedang bebas dikarenakan ada rapat. Kesibukan tersebut dimanfaatkan siswa/siswi untuk melakukan hal yang sebelumnya tidak bisa mereka lakukan.

April dan Nindyar memilih untuk stand by di kantin. Meski kali ini kantin terlihat sangat ramai seperti pasar. Pedagang pun terlihat kewalahan melayani, namun satu sisi mereka senang karena dagangannya habis.

April dan Nindyar sendiri tengah menunggu tukang siomay sepi. Mereka duduk disebuah meja sambil ngobrol.

"Jadi waktu itu rumah lagi bocor, nah yang paling parah tuh di kamar gue. Jadi alhasil gue tidur di kamar Abang gue. Soalnya lagi gak ada kan. Nah tiba-tiba kira-kira shubuh tuh, Abang gue teriak. Gue juga gak inget tuh dari kapan dia disana," Ucap Nindyar.

"Okeh, terus kenapa Abang lu teriak?" Tanya April.

"Nyokap gue mukul dia pake sapu lidi. Gue bangun dong. Terus nyokap malah kaget liat gue. Dia pikir gue itu cewek gak bener yang Abang gue bawa ke kamar secara diem-diem," Jawabnya.

"Oh gue ngerti. Ih seru juga ya punya Abang," April mengiri.

"Bohong Nindyar mah," Celetuk Vito yang baru saja datang bersama dengan Gibran, Luthfi dan yang lainnya.

Melihat kedatangan Vito, mimik wajah Nindyar berubah menjadi penuh kekesalan. "Apaan sih lu. Jangan ganggu sana," Usir Nindyar.

Gibran, Luthfi dan yang lainnya tertawa melihat Vito yang selalu saja diperlakukan seperti itu oleh Nindyar dari zaman dahulu kala.

Ya, entah mengapa mereka tidak pernah akur. Sulit sekali mensatu frekuensi kan mereka. Sepertinya mereka adalah musuh dimasa lalu.

Gibran duduk sebelah April lalu di ikuti oleh Luthfi yang duduk sebelah Nindyar sedangkan Vito disampingnya Gibran.

Monster RomanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang