-
Hidup sendiri dan untuk diri sendiri, itu lah Kalimat yang mewakili kehidupannya Gibran.
Menjadi manusia liar merupakan satu-satunya cara bertahan.
Gibran tak pernah merindukan kehidupan mewahnya dulu. Yang ia rindukan hanyalah kebersamaan yang mustahil ia dapatkan kembali.
Waktu cepat ingin berlalu, tidak terasa sudah hampir sampai di akhir semester ganjil. Teman baru, keluarga baru cukup menghangatkan hidup Gibran.
Sosoknya terlihat keras dan tegas. Namun dibalik itu, Gibran adalah sosok lembut dan penyayang kepada sesama. Dia benar-benar bisa menjadi teman yang solid bahkan menjadi musuh yang ditakuti.
Gibran tidak tergabung dalam geng apapun. Ia berteman dan bersahabat dengan siapa saja asal tidak ada kata merugikan.
Seperti remaja-remaja lain, Gibran punya tempat tongkrongan yaitu warung dibelakang sekolahnya dan Bengkel Bang Rully.
Bagi mereka, wa Ina selaku pemilik sah warung tersebut sudah mereka anggap Ibu dan dan Bang Rully sudah mereka anggap saudara sendiri.
"Wa Ina itu cinta Indonesia loh," Ucap Gibran yang sedang sibuk menonton bola diwarung Wa Ina bersama beberapa temannya.
Teman-temannya yang mendengar pertanyaan tersebut langsung bertanya. "Kenapa ning?"
Gibran melirik ke arah temannya yang bertanya itu lalu memakan cemilan yang tersedia disitu. "Kan namanya Ina,nah Ina itu kan singkatan Indonesia."
Receh memang namun jika kalimat tersebut diucapkan Gibran ntah kenapa menjadi sangat menggelitik dan membuat siapa saja tertawa.
Bahkan Vito pernah berfikir jika bakat tersebut dititis oleh dewa humoris. "Alus euy si Gibran mah garing juga tetep lucu dasar titisan dewa humoris."
Gibran yang merasa terlalu dipuji pun angkat bicara. "Ishh ini mah bakat alami. Lagian agama aing mah Islam teu percaya kana dewa-dewaan."
Yaps itu lah Gibran. Orang yang mampu menghibur tapi sulit membuat diri tertawa,mampu menolong tapi tak pernah ingin ditolong. Itu lah kenapa ia sangat disegani dan dihormati teman-temannya.
Ketika Gibran sampai disekolah, jika
telat ia selalu memarkirkan motornya diwarung milik Wa Ina. Lalu pergi ke sekolah lewat jalan belakang.Namun jika dirasa masih ada waktu, tentu saja dia pergi ke parkiran dan pergi ke kelas dengan jalan normal.
Hari ini karena ia telat, ia pergi ke warung Wa Ina. Wa Ina yang melihat Gibran pun langsung menghampirinya.
"Gib telat lagi maneh?" Tanya Wa Ina yang sebenarnya sudah tahu jawabannya kalo Gibran telat.
Gibran mengacak-acak rambutnya lalu merapikannya kembali. "Iya wa duh. Eh si Vito ke sini dulu gak?"
"Kesini sebentar ngambil buku kemaren ketinggalan terus pergi lagi," Jawab Wa Ina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Romantic
RomanceGibran Bachtiar lahir sebagai manusia paling tegar dalam menghadapi semesta yang selalu becanda. Bertemu dengan April Aulia yang kadang merasa tidak diberi keadilan oleh tuhan namun mampu menenangkan. Kisah merasa terbungkus rapi lengkap dengan bebe...