-
Minggu sudah secara sah masuk ke dalam golongan hari paling dinanti oleh sebagian besar manusia di dunia. Menciptakan kedamaian sendiri bagi orang yang selalu berada di keramaian, Merebahkan diri bagi orang yang selalu mencari dunia, dan masih banyak lagi.
Dan Minggu kali ini akan menjadi Minggu paling berat untuk Gibran karena mungkin setelah ini dirinya tidak akan punya apa-apa lagi. Motor yang sudah secara suka dan duka mengiringi perjalanannya, kini harus dilepas dengan kepemilikan baru.
Berat namun harus. Kalimat itu terus terbesit di dalam benak Gibran. Ia harus ikhlas karena memang pada kenyataannya dan mungkin takdirnya, semesta selalu mengambil apa yang menjadi milik Gibran. Dan yang Gibran pelajari selama ini jika bukan kehilangan ya pasti mengikhlaskan.
Jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Ada beberapa teman Gibran yang menginap disana namun karena habis bergadang semalaman, pagi ini mereka belum kunjung memperlihatkan tanda-tanda akan bangun dan menyapa dunia.
Gibran mengambil kesempatan ini untuk pergi ke Cimahi. Yaps untuk COD motornya. Meski dirinya baru tidur selama ±2 jam. Dengan mata mengantuk dirinya bangkit dan pergi menghampiri motornya.
Disana Gibran mendapati Bang Rully yang tengah menatap motornya tersebut. Bang Rully tampak menyilangkan sebelah tangannya dan yang satunya mengacak-acak rambutnya. Beliau terlihat seperti orang ragu.
"Bang?" Gibran menepuk pelan bahu Bang Rully dan sontak membuat Bang Rully kaget.
"Ah maneh mah Gib kaget Abang," Sambil mengusap dadanya.
"Hehe.... Maaf bang. Jadi kapan nih berangkatnya?" Tanya Gibran sambil mengucek-ngucek matanya.
Bang Rully menatap Gibran penuh rasa Iba. "Gib? Yakin ini mau di jual?" Tanya Bang Rully meyakinkan.
Gibran menaikan satu alisnya. Apa yang terjadi pada Bang Rully hingga membuatnya ragu seperti ini. "Emang kenapa bang? Kok jadi Abang yang ragu," Jawab Gibran.
"Bukan gitu Gib. Sayang loh," Ucap Bang Rully.
"Bukan sayang lagi bang. Sayang banget. Cuma yaa gimana lagi. Gibran masih harus hidup, dan hidup kalo gak ada uang gak jalan bang," Jelas Gibran.
Bang Rully hanya mengeluarkan nafas kasar mendengar ucapan Gibran. Ia merasa kasihan pada Gibran namun ia juga tidak bisa membantu Gibran lebih.
"Yaudah berangkat sekarang aja bang. Anak-anak keburu bagun," Pinta Gibran.
Bang Rully pun mengangguk dan langsung pergi ke dalam mengambil dua helm untuk mereka pakai.
-Siang Hari kemudian-
Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dan yang pertama terlihat sadarkan diri adalah Liam. Liam bangkit dari tidurnya lalu pergi ke kamar mandi disusul oleh Vito.
Setelah cuci muka, keduanya beranjak ke luar sambil membawa secangkir kopi dan juga rokok. Mereka duduk di sebuah kursi.
"Loh Bang Rully kemana ya?" Tanya Liam.
Vito yang menyadari bengkel Bang Rully tutup pun ikut bertanya-tanya. "Oh iya ya kok bengkelnya tutup?" Vito bingung.
"Motornya juga gak ada Iam," Lanjutnya setelah menyadari motor Bang Rully tidak ada.
"Motor Gibran juga gak ada," Liam kaget.
"Eh iyaa siah. Kemarana ya?" Vito semakin bertanya-tanya.
"Ada urusan kali bentar. Tunggu aja," Liam mencoba ber-positif thinking.
Mereka pun mencoba melupakan pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenak mereka tentang hilangnya Girban dan Bang Rully. Namun selagi itu bersama Bang Rully, mereka yakin Gibran akan baik-baik saja begitupun sebaliknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Monster Romantic
Roman d'amourGibran Bachtiar lahir sebagai manusia paling tegar dalam menghadapi semesta yang selalu becanda. Bertemu dengan April Aulia yang kadang merasa tidak diberi keadilan oleh tuhan namun mampu menenangkan. Kisah merasa terbungkus rapi lengkap dengan bebe...