Gibran Bachtiar lahir sebagai manusia paling tegar dalam menghadapi semesta yang selalu becanda. Bertemu dengan April Aulia yang kadang merasa tidak diberi keadilan oleh tuhan namun mampu menenangkan. Kisah merasa terbungkus rapi lengkap dengan bebe...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-
Mentari muncul perlahan memberi tahukan dunia bahwa pagi telah tiba. Kedatangannya disambut riang oleh para burung sebagai alarm semesta. Suara-suaranya terdengar riuh dan nyaring namun menenangkan.
Hari ini langit nampak biru dihiasi beberapa awan tipis serta beberapa burung yang sengaja maupun tidak sengaja terbang untuk mempercantiknya.
Tanda turun hujan tidak terlihat. Tidak tahu kalau nanti. Terkadang tuhan memberi kejutan pada manusia yang terlalu sibuk oleh urusan dunia dengan mendatangkan hujan agar mereka bubar barisan dan berhenti sejenak dari aktivitas mereka.
Dari milliaran manusia di dunia juga dengan milliaran kepala, ada yang memulai pagi dengan beraktivitas ada juga yang memulai pagi dengan tidur sampai sore dan terjaga sampai kembali pagi.
Bagi anak sekolah, tentu saja pagi mereka harus di awali dengan mandi,sarapan lalu pergi sekolah. Kecuali hari Minggu, mereka beraktivitas sesuai kehendak mereka.
Keadaan di sekolah pun terlihat riuh seperti di pasar. Mungkin karena masih pagi. Energi mereka belum habis makannya mereka masih semangat untuk teriak-teriak,gibah sana sini, lari-lari dan lain sebagainya.
Ini bukan tentang sekolah TK atau PAUD. Ini tentang SMA April dan seluruh murid didalamnya.
Lain halnya dengan teman-teman sekelasnya, Gibran seperti biasa telat masuk kelas. Bukan hanya kelas. Ia bahkan belum masuk gerbang sekolah.
Ia terlihat buru-buru memakai sepatunya dan mengantongi sepasang kaos kaki di saku celana seragamnya. Ia lalu berlari menghampiri motornya dan memakai helm lalu pergi melaju ke sekolah.
Tanpa perlu kaget, gerbang sekolah sudah ditutup dan tanpa pergi kesana, Gibran sudah tahu bel sudah dikumandangkan. Jalan ninjanya ia pergi ke warung Wa Ina untuk menyimpan motor lalu masuk ke sekolah lewat jalan rahasia andalannya.
Sungguh cerdas yang di mumbazirkan.
Gibran jarang membawa tas karena seluruh buku pelajarannya berada di bawah bangku kesayangannya. Ia hanya membawa tas ketika ingat dan ketika mau dan itu pun tujuannya untuk bergaya ria bukan untuk membawa buku. Bagi Gibran pundaknya tidak segabut itu untuk membawa beban buku setiap hari.
Diperjalanannya menuju kelas, ia bertemu dengan beberapa temannya dan beberapa guru. Tak perlu ditanya lagi, seantero sekolah tahu siapa Gibran. Selain terkenal nakal, ia juga terkenal sebagai teman yang sempurna dan murid yang menghibur di kelas.
Jadi, tidak sedikit guru yang menyukai Gibran karena sifat humorisnya. Walau kadang guru-guru itu kecewa pada Gibran yang tidak pernah bisa bertaubat dari sikapnya. Namun secara keseluruhan, mereka menyayangi Gibran.
Sampai di kelas, Gibran menghampiri singgasananya lalu duduk dengan tenang. Ekspresi yang berbeda dengan murid lain yang kesiangan. Sungguh Gibran memang berbeda. Untungnya Bu Ika selaku guru matematika yang terdengar dengan kesantaiannya belum datang.