03. Another Side

582 91 10
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Hermione dengan segera melancarkan kakinya menuju gerbang sekolah. Namun dipertengahan jalan, Ia dapat melihat seorang anak laki-laki bertubuh kecil kurus yang sedang di intimidasi oleh sekelompok senior kelas.

Orang-orang yang melihat hanya melewati mereka tanpa berniat membantu. Laki-laki kurus itu tampak pucat dengan keringat yang membanjiri wajahnya. Semuanya tidak ada yang berani membela karena si perundung merupakan anak dari salah satu petinggi sekolah yang mempunyai kekuasaan besar. Dan selain itu, karena kurangnya sikap simpati anak muda zaman sekarang juga.

Mereka lebih memilih tak ikut campur daripada menjadi korban selanjutnya.

Baru saja Hermione ingin melangkah pergi, namun tidak jadi ketika Ia melihat sosok pesaingnya yang dengan sok pahlawan menghampiri anak-anak pembully itu.

Draco Malfoy sendirian menghampiri kawasan berbahaya itu. Dengan tenang, Ia meraih tangan anak-anak laki-laki kurus itu dan memintanya menjauh.

Kini semua pasang mata menonton mereka. Termasuk Hermione.

"Nggak usah ikut campur. Udah lo mah belajar aja sana. Nggak usah sok jadi pahlawan." kata Billy yang merupakan ketua geng dan anak dari petinggi sekolah.

Ya, semenjak kepindahannya ke sekolah ini dua bulan lalu, Draco merupakan anak yang dipandang genius dan taat aturan. Sebenarnya bukan taat juga, tapi lebih ke anak yang cuek dan tidak peduli dengan sekitarnya. Ia terlihat sangat menghindari masalah. Makanya dia terkenal sebagai cowok pintar, cool, dan idaman di sekolahnya. Ditambah dengan wajahnya yang tidak jelek sama sekali.

"Gue sama dia ada perlu." katanya sambil merangkul anak laki-laki itu dengan sebelah tangannya. "Kita mau kerja kelompok."

Billy menyeringai lalu mendekatkan wajahnya pada Draco, "Lo pikir gue bego?" katanya dengan alis terangkat sebelah.

Draco mengangguk singkat, "Emang iya, kan?"

Semuanya menahan napas. Terkejut dengan ucapan Draco yang terkesan cari mati.

"Nggak usah sok pinter!"

"Emang gue pinter."

Tangan Billy terkepal. Ia hendak memukul wajah Draco, namun laki-laki itu menghindar. Membuat Billy terhuyung dan jatuh.

Setelah jatuh, Draco berjongkok di sebelahnya dan berbisik. "Nggak usah sok jagoan. Bokap gue lebih kaya dari bokap lo. Kalo lo ganggu temen gue lagi, lo bakal tau akibatnya." katanya seraya menepuk bahu Billy dua kali lalu segera berdiri.

Ia kembali merangkul bahu anak laki-laki kurus yang Ia sebut sebagai teman itu, dan hendak pergi. Namun sebelum itu, Ia kembali menoleh dan tersenyum pada Billy. "Oh, iya. Jangan coba-coba juga lo bikin muka gue luka. Gue nggak akan biarin lo sentuh muka ganteng gue." katanya lalu pergi membelah lautan manusia yang menyaksikan adegan layaknya sinetron tadi.

Hermione menghela napas seraya matanya mengikuti kepergian Draco. Ia geleng-geleng kepala sambil berbicara pada diri sendiri, "Bocah bego."

...

Malam yang dingin bagi Hermione kali ini. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun Ia belum menyelesaikan les bimbelnya.

Setiap hari kegiatannya memang padat. Ia pulang sekolah jam empat sore. Jam enam sore dia sudah harus berangkat ke tempat les dan pulang kerumah jam 10 malam. Di rumah pun Ia masih harus belajar. Ia benar-benar baru bisa tidur jam satu atau dua malam.

Mungkin karena cuaca yang sedang tidak baik akhir-akhir ini membuat kondisi tubuh gadis itu tidak fit. Berkali-kali Ia memijat kepalanya yang terasa pening.

Ia melihat kaca besar disampingnya untuk melihat pemandangan kota. Mungkin itu bisa sedikit meringankan sakit kepalanya. Saat Ia sedang melihat jalanan, tiba-tiba atensinya menangkap seseorang yang tidak asing. Ia melihat Draco yang sedang berbicara dengan seorang pria dewasa yang sepertinya ayahnya itu di depan gedung tempat les Hermione.

Dahinya mengkerut. Ia tetap memandangi laki-laki itu bahkan setelah ayah Draco pergi. Laki-laki itu terlihat marah lalu menendang pohon seraya menyibakkan rambutnya, kasar. Wajahnya terlihat frustasi.

Rasanya baru saja Hermione memalingkan pandangannya, tiba-tiba laki-laki itu sudah berada di depan kelasnya dan berbicara pada guru lesnya itu.

"Temen-temen, sekarang kalian ada temen baru. Dia, Draco. Mulai sekarang dia bakal les bareng-bareng sama kita."

Hermione mematung. Ia terus menatap Draco bahkan setelah laki-laki itu duduk tepat di sebelahnya.

Wah, kalau anak ini les dia bakal makin pinter. Nggak bisa dibiarin.

Draco yang merasa dilihati pun menoleh, "Kenapa?"

"Lo yang kenapa? Kok bisa di sini."

Draco mengernyit, "Ya, terserah gue. Emang lo siapa larang-larang?"

Hermione hanya diam. Ia was-was setengah mati. Kalau sampai Draco tambah pintar dan mengalahkannya sebagai murid terpintar di kelas dan sekolah, bisa habis dia.

Maka dari itu, setelah les selesai Hermione langsung menahan Draco agar tidak langsung pulang.

"Apa lagi?" kata Draco malas.

"Lo nggak mau 'kan les sebenernya?"

Draco mengernyit tak mengerti.

"Gue liat lo yang lagi berdebat sama ayah lo di bawah tadi."

Kini Draco mengerti.

"Yaudah lo bolos aja setiap mau les."

Rasanya Draco mau tertawa saja, "Apaan, sih? Nggak jelas." katanya lalu melangkah meninggalkan Hermione. Namun langkahnya lagi-lagi terhenti karena Hermione menghalangi jalannya dengan kedua tangan terentang.

"Lo nggak perlu les lagi, kan? Iya kan?"

"Emang masalah lo apaan kalo gue ikut les?" kata Draco yang masih mencoba bersabar.

"Gue nggak mau lo lebih pinter dari gue."

Draco terkekeh mencela, "Jujur banget lo."

Hermione hanya diam. Draco menurunkan tangan Hermione yang masih terentang dan mendekati gadis itu. Membuat Hermione  harus melangkah mundur.

"Nggak usah sok deket. Dan jangan harap gue mau denger omongan lo." bisiknya lalu berjalan menjauhi Hermione.

Gadis itu mencelos. Ia berbalik dan melihat Draco yang kini sudah menghilang di balik pintu. Wajahnya pias lebih ke pucat. Kalau sampai laki-laki itu bisa mengalahkannya dan ayahnya tahu soal ini, bisa benar-benar habis dia.

Ya, setakut itu lah Hermione.

...

Diperjalanan pulang, Draco terus memikirkan gadis keriting sok pintar itu. Ia tahu kalau Hermione itu sangatlah ambisius. Ia harus nomer satu di kelas bahkan sekolah. Tapi kenapa? Kenapa dia harus se-ambis itu hanya untuk nilai? Draco tidak habis pikir.

Ia jadi teringat kejadian satu bulan lalu. Ia belum benar-benar mengenal Hermione walaupun mereka sudah sekelas selama satu bulan lamanya. Maka dari itu Ia menerima saja minuman dari gadis itu sesaat sebelum ujian matematika di mulai. Ternyata minuman itu telah dicampur oleh obat pencuci perut. Menyebabkan Draco harus bolak-balik ke kamar mandi dan uks. Akhirnya Ia tidak bisa menyelesaikan ujian itu dengan baik. Draco hanya mendapatkan nilai 70 saat itu.

Hermione selalu menganggap Draco sebagai kompetitornya. Ia tidak pernah mau kalah walau sekali. Kenapa?

Draco terus memikirkan hal itu bahkan saat kakinya sudah menginjak lantai kamar bernuansa hijau silvernya. Terkadang Ia merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Tapi apa?

Tersadar karena sudah terlalu lama memikirkan hal tidak penting, Draco mengusap wajahnya dengan keras.

"Hhh, ngapain gue pikirin. Bodo amat, deh."

[]

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang