14. The Real Evil

553 88 29
                                    

Satu minggu kemudian, keadaan sudah menjadi jauh lebih baik. Luka-luka di wajah Hermione juga sudah agak memudar dan bisa Ia tutupi menggunakan bedak dan semacamnya.

Omong-omong tentang kasus skandal perusahaan Granger Corp, ayah Hermione dinyatakan tidak bersalah karena berbagai alibinya yang dinyatakan valid. Beberapa orang memang ditahan dan perusahaan dilarang memproduksi obat-obatan tersebut, namun itu tidak berpengaruh besar untuk perusahaan sebesar Granger Corp.

Semuanya karena uang. Ya, uang memang bukan segalanya. Tapi, segalanya butuh uang. Benar?

Lagi-lagi, permasalahan akan selesai dengan mudah untuk orang lain. Namun tidak mudah untuk Hermione. Ya, ayahnya dan perusahaannya memang baik-baik saja. Tapi karena hal itu, warga makin geram. Khususnya anak-anak di sekolah Hermione yang masih saja tak suka padanya. Mereka menuduh keluarga Hermione menyuap kepolisian. Ya walaupun memang benar.

Tapi Hermione tetaplah Hermione. Baginya, pemikiran orang-orang tentang dirinya itu tidak ada yang berarti. Jadi dia santai-santai saja.

Gadis itu berhenti sejenak ketika melihat Draco dan kedua temannya sedang berjalan melewati lapangan. Senyumnya mengembang cerah. Langsung saja kakinya melangkah cepat ke arah laki-laki itu. 

Ketiga laki-laki yang sedang asyik mengobrol langsung berhenti ketika langkah mereka terhalang oleh gadis terpintar sekaligus ter-gak punya teman di sekolah.

"Eh, Hermione. Udah masuk sekolah? Abis dari mana aja?" tanya Blaise basa-basi.

"Liburan." jawabnya singkat.

"Oh, liburan. Wih, enak bang-"

"Draco, ikut gue yuk?" Hermione memotong ucapan Blaise. Laki-laki hitam manis itu langsung menutup mulutnya.

"Kemana?"

"Perpus. Sebentar doang. Ada buku yang mau gue cari." katanya ceria. Hanya pada Draco tentunya. Blaise dan Theo sih dia tidak peduli.

Draco berpikir sejenak. Namun akhirnya dia mau-mau saja ditarik paksa oleh Hermione.

Theo dan Blaise yang tidak dianggap ada pun, hanya mampu terdiam.

Blaise menghela napas seraya mengusap dadanya, "Aku gapapa, sekian terimakasih." katanya lalu berjalan menuju kelas hanya bersama Theo.

Mereka semua tak menyadari kalau ada seseorang yang melihat itu semua dari sudut lapangan yang terhalang pohon.

Harry.

Ia melihat Hermione yang sekarang selalu mengajak Draco. Bukan dirinya lagi. Dulu, apa-apa selalu Harry. Sekarang apa-apa pasti Draco.

Ya, sebenarnya bagus bukan? Dia jadi tidak merasa terkekang lagi. Tapi kenapa rasanya aneh, ya?

Laki-laki itu langsung menepis perasaan itu dan berjalan menjauh. Ia menunduk seraya terus berpikir. Ada hal yang entah kenapa membuatnya merasa buruk. Yaitu, ketika Draco terlihat biasa saja di dekat Hermione. Tidak merasa terbebani ataupun terkekang.

Dan.. Entah kenapa lagi, melihat Hermione yang kini lebih membutuhkan Draco membuatnya agak kesal.

...

"Satpam rumah gue bilang kalau ada orang asing yang tiap hari mondar-mandir depan rumah gue."

Draco hanya diam.

"Katanya, ciri-cirinya itu tinggi, cakep, rambutnya pirang-"

Draco berhenti berjalan, "Berisik banget, sih." serunya.

Hermione tertawa mengejek, "Gue cuma mau cerita doang. Kalau ada orang muna yang bilangnya nggak suka tapi peduli banget."

Draco menghela napasnya, "Gue cuma mau mastiin nggak ada bendera kuning depan rumah lo."

"Duh, bahaya banget omongannya, ya."

Laki-laki itu menatap sinis Hermione dan berjalan cepat mendahului gadis itu. Membuat Hermione harus berlari-lari untuk menyamai langkah panjang Draco.

Namun, saat mereka hendak memasuki gedung kelas, tiba-tiba dari lantai atas ada yang berteriak, "AWAASS!!"

Hermione langsung melihat ke atas. Dimana ada pot tanaman yang akan jatuh ke arah mereka berdua. 

Brukk!! 

Pot itu jatuh ke aspal. Untung mereka sempat menghindar. Kalau tidak, bisa dipastikan sekolah akan ramai karena adanya kabar murid yang gegar otak.

Hermione yang sudah tersadar dari keterkejutannya, segera bangun dari posisi duduknya. Saat Ia melihat ke arah Draco, Ia terkejut ketika melihat laki-laki itu menutup telinganya rapat-rapat sambil terus melihat pot yang sudah hancur dengan kedua mata yang melotot. Badannya pun bergetar hebat.

Gadis itu langsung menghampirinya, "Lo kenapa?" katanya sambil mengguncang-guncang tubuh Draco. Namun laki-laki itu tak merespon. Keringat dingin sudah membanjiri wajahnya.

"DRACO!!" kali ini Hermione berteriak. Dan berhasil. Draco seakan tersadar. Ia langsung menatap Hermione dengan napas yang memburu.

"Lo kenapa?" tanya gadis itu yang ikut panik.

Draco menggeleng. Tiba-tiba Ia merasa akan muntah. Makanya Ia langsung berlari menjauhi Hermione menuju toilet. Dan Hermione hanya mampu memandangi kepergian laki-laki itu sampai tubuhnya menghilang di balik lorong.

...

"Lo tau nggak? Pak Rudi nikah! Setelah sekian lama kan?"

Theo mengangguk singkat sebagai respon dari ucapan Blaise. Kini mereka bertiga -Draco, Theo, dan Blaise sedang menikmati makan siang di kantin.

Entah kenapa suasana kantin sejak tadi agak berbeda. Draco merasa dilihati terus menerus oleh orang-orang di sana.

"Lo ngerasa ada yang aneh?" tanya Theo pada Draco. Laki-laki pirang itu pun langsung mengangguk cepat. Blaise yang sedari tadi mengoceh pun jadi diam dan mulai memperhatikan sekitarnya.

"Draco." ketiga laki-laki itu langsung menoleh ke sumber suara. Terlihat Hermione yang berdiri di samping meja mereka. Tatapannya hanya pada Draco sebenarnya. Namun Blaise dan Theo juga bisa ikut merasakan kalau ada yang salah dalam tatapan Hermione itu.

"Kenapa?"

Hermione langsung meletakkan sebuah selebaran di atas meja yang langsung dilihat oleh ketiganya.

Saat melihat apa yang dituliskan dalam selebaran itu, tubuh Draco seakan tremor. Ia membulatkan matanya dan tangannya terkepal kuat.

Blaise dan Theo juga terkejut. Mereka menatap Draco tak percaya.

"Gue ambil itu dari mading. Nggak tau siapa yang nempelin. Tapi kayanya gue terlambat. Semua anak udah pada tau." ucap Hermione.

Rasanya jantung Draco seakan keluar dari rongganya. Ingatan beberapa bulan lalu langsung memenuhi kepalanya.

Hermione yang melihat keadaan Draco, langsung mengambil selebaran itu untuk Ia sobek. Namun pergerakan tangannya tertahan ketika ada seseorang yang mengambil kertas tersebut dari belakang.

Billy.  Pentolan sekolah itu datang beramai-ramai bersama teman-temannya. Mereka mengitari meja Draco. Membuat kini semua pasang mata melihat ke arah mereka. Bahkan orang-orang yang tadinya tidak berada di kantin, mulai penasaran dan ikut memenuhi tempat itu.

Billy tersenyum meremehkan pada Draco, "Well, jadi ini yang katanya cowok idaman sekolah yang patut untuk dicontoh? Gila, sih. Akting lo Bagus banget." sindirnya. 

Semuanya diam. 

Laki-laki itu menyeringai lalu mengangkat selebaran itu tinggi-tinggi dan mulai berteriak, "Guys! Ternyata orang yang selama ini kalian idolakan, si juara olimpiade, si super hero kesiangan, ternyata nggak lebih dari seorang PEMBULLY!!" serunya di hadapan wajah Draco, "Dan parahnya, orang yang dia bully sampe BUNUH DIRI!!"

[]

Wadaw parah banget Draco. Gak nyangka akuu huhuu

Ada yang bisa nebak selanjutnya kaya gimana?

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang