06. About Her

494 89 0
                                    

Draco bersandar pada dinding dengan satu tangan yang Ia masukan ke dalam saku celana. Beberapa kali Ia harus pura-pura mengecek hape agar tidak harus membalas sapaan orang-orang yang padahal tidak dia kenal.

Lumayan lama Ia berdiri di sana. Membuatnya agak kesal juga. Saat dia akan mendobrak masuk-takut orang di dalam sana pingsan-, tiba-tiba pintu toilet perempuan sudah terbuka. Menampilkan sesosok perempuan keriting yang wajah dan sebagian bajunya basah.

"Lo mandi di dalem?" henti Draco ketika Hermione melewatinya begitu saja.

Gadis itu terkejut. Ia langsung memegangi lengan kanannya. Draco yang melihat itu langsung menarik tangannya dan membawanya ke dalam studio musik yang saat itu sedang tidak dipakai.

Hermione tidak bicara apa-apa ketika laki-laki itu mulai mengobati lukanya dengan obat-obatan yang entah sejak kapan dia kantongi. Setelah selesai memberikan obat merah, Draco menutup luka itu dengan kasa. Sebagai sentuhan terakhir dari karyanya itu, Ia menepuk luka Hermione pelan.

"Aw, sakit!" omel gadis itu.

Draco tersenyum seraya membereskan kembali obat-obatan yang Ia pinjam dari uks itu, "Kalo lo sakit, bilang. Orang-orang nggak akan tau keadaan lo kalo lo diem aja."

Hermione menatap sinis, "Nggak usah sok peduli."

"Siapa bilang gue peduli?"

Gadis itu menggeram rendah. Ia pun langsung berdiri dan hendak meninggalkan ruangan itu.

"Bilang apa kalau abis dibantu?" tanya Draco seakan-akan Hermione adalah anak kecil yang tidak tahu kata terimakasih.

"Gue nggak butuh bantuan lo."

Draco menggeleng, "Bukan itu jawabannya. Kalau abis dibantu itu bilangnya 'terimakasih'."

Lagi lagi Hermione menatap sinis Draco. Dan kali ini dia benar-benar pergi dari ruangan itu tanpa mengatakan apapun. Membuat Draco harus geleng-geleng kepala melihat tingkah perempuan aneh bin ajaib tersebut.

...

Hermione mengernyitkan alisnya tanda tak terima. Sekarang Ia sedang berada di ruang kepala sekolahnya bersama dengan pesaingnya, Draco Malfoy.

Sehabis istirahat tadi, mereka berdua dipanggil ke ruangan kepala sekolah untuk membahas lomba olimpiade yang akan di laksanakan satu bulan lagi.

"Pak, waktu itu kan ketentuan lombanya itu individu. Kenapa sekarang berubah jadi tim?"

Ya, alasan kenapa Hermione tidak terima karena pada lomba olimpiade fisika itu, Ia akan dipasangkan dengan pesaingnya itu.

Draco Malfoy.

Mala petaka bukan?

"Iya, tapi ternyata sekolah kita kebagian lomba olimpiade fisika yang berkelompok. Satu kelompok berisi dua orang. Bapak pilih kalian karena kemampuan kalian berdua udah nggak perlu diragukan lagi. Kalian pasti bisa saling melengkapi."

Hermione tak sengaja memutar bola matanya. Sedangkan Draco hanya santai-santai saja di sampingnya.

"Kalau kamu bersedia ikut lomba ini, bapak akan pilih kamu untuk ikut lomba debat tahun depan. Gimana?"

Gadis bermata hazel itu terdiam. Lomba debat juga merupakan salah satu impiannya. Lagipula kalau dia menolak, bisa jadi malah dia akan digantikan oleh orang lain. Dia tidak akan rela kalau orang lain merebut tempatnya untuk mengikuti lomba yang sangat penting ini.

Akhirnya Hermione pun mengalah. Ia mengangguk sebagai jawaban.

"Bagus kalau gitu. Terus Draco gimana? Setuju kan?"

"Saya ikut aja, pak."

...

Hari ini akan diadakan ujian harian kimia dadakan. Semua murid langsung melonglong tak terima. Sebagian malah langsung membenturkan kepalanya ke atas meja.

Hermione tersenyum geli ketika melihat Harry menjambak-jambak rambutnya sendiri karena frustasi. Lucu sekali dia, batin Hermione.

Setelah mereka semua menerima lembar soal, ujian pun dimulai.

Kelas hening. Tidak ada yang berani bicara apalagi menyontek karena guru kimia mereka masuk pada golongan guru killer yang tak akan segan merobek lembar ujian di depan wajah muridnya ketika mereka ketauan mencontek.

Draco yang hampir menjawab semua soal hanya dalam waktu 30 menit kini malah sibuk melihat-lihat kenestapaan teman-temannya. Ia tak sengaja melirik ke arah gadis keriting sok pintar yang kebetulan berada di samping mejanya saat ini karena setiap ujian meja mereka akan di rolling.

Draco terkikik geli dalam hati. Andai ini bukan ujian mendadak, pasti Hermione akan melakukan hal-hal yang membuat Draco tidak bisa mengikuti ujian dengan tenang.

Dari samping, laki-laki itu dapat melihat wajah Hermione yang seperti sedang kesulitan. Sekilas Ia melihat kalau ternyata gadis itu kesulitan ketika menjawab soal nomer enam.

Draco menimbang-nimbang. Ia memutar-mutar pulpennya sambil melihat langit-langit kelas. Seraya memilin-milin rambutnya, Ia berkata "Kayanya pake rumus persamaan, deh."

"Draco.. Kalau jawab ujian jangan pakai mulut. Pakai tangan."

"Iya, bu maaf keceplosan."

Laki-laki itu kembali melirik sebelahnya. Ia dapat melihat air muka Hermione berubah cerah dan tangannya dengan cepat bergerak-gerak di kertas ujiannya.

Waktu tinggal 15 menit lagi. Masih dua soal yang belum Draco jawab. Bukannya dia tidak bisa. Soal itu sih tidak ada apa-apanya baginya. Tapi tiba-tiba dia kepikiran lagi oleh gadis keriting ambis yang selalu saja menghalalkan segala cara untuk membuat nilainya paling tinggi.

Kenapa? Pasti ada alasannya 'kan?

"Waktunya tinggal lima menit lagi, yang sudah bisa langsung dikumpulkan."

Dengan cepat Draco menarikan tangannya di atas kertas ujiannya. Saat akan menuliskan satuannya, Ia berhenti sejenak. Setelah berpikir sesaat akhirnya Ia kembali melanjutkan ujiannya.

Waktu ujian telah selesai. Semua anak sudah mengumpulkan jawaban mereka dan langsung dibahas saat itu juga. Jadi, nilai mereka akan langsung diberi tahu.

"Nilai tertinggi didapat oleh Hermione, yaitu 100. Bagus, Hermione. Pertahankan, ya."

Gadis itu tersenyum cerah, "Baik, bu!" katanya semangat.

"Nilai tertinggi kedua didapat oleh, Draco. Kamu dapat nilai 80. Kenapa, Draco? Biasanya kamu dapat 100 terus kalau kimia?"

Draco tersenyum kecil di mejanya, "Maaf, bu. Saya salah masukin satuan, nanti saya bakal lebih teliti lagi."

[]

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang