22. Nobody Knows

407 77 4
                                    

Ginny menghentikan langkahnya. Melihat itu, Harry ikut berhenti. Laki-laki berkaca mata itu kini menatap mata jernih gadis di hadapannya ini.

"Kenapa?"

"Lo nggak usah anter gue sampe rumah. Kita pisah sampe sini aja."

"Tanggung. Bentar lagi nyampe."

Ginny menghela napasnya, "Lo mau didamprat abang-abang gue kalo mereka tau lo kerumah gue?"

Harry langsung menatap Ginny terkejut, "Lo.. udah tau kalo gue waktu itu..?"

"Di rumah Hermione? Tengah malem? Iya gue tau." balas Ginny kalem.

Harry menggigit bibir dalamnya, gugup. "Gue bisa jelasin."

Ginny tertawa, "Apaan sih? Buat apa lo jelasin. Nggak usah kaya ketauan selingkuh gitu. Kita nggak ada apa-apa." katanya yang langsung berjalan pelan meninggalkan Harry.

Laki-laki itu kini mengepalkan tangannya, "Lo emang nggak pernah anggap gue kan? Sekalipun?"

Ginny berhenti. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap Harry yang kini berjarak sekitar 1 meter di depannya.

Mata Harry seperti mengembun di balik kacamatanya, "Bener kan?" Lirihnya.

Ginny mencoba tetap mengendalikan hati dan ekspresinya, "Iya."

"Terus siapa yang sebenernya lo suka? Draco?"

Ginny mengernyit, "Kenapa Lo ngomongin dia?"

"Kenapa lo bantuin dia?" Harry balik tanya.

"Karna dia temen gue."

Laki-laki itu terkekeh pahit, "Nggak ada yang namanya cewek sama cowok itu temenan. Bulshit."

"Terus apa bedanya sama lo? Lo juga bantuin Hermione kan? Demi bisa temenan lagi sama dia? Katanya cewek sama cowok nggak bisa temenan?"

Wajah Harry memerah, "Gue deketin dia buat buktiin ke lo, kalo gue juga bisa deket sama orang lain selain lo. Gue lakuin itu buat dapet perhatian lo!"

Ginny mengepalkan tangannya lalu berjalan cepat ke arah Harry.

Plakk!!

Gadis itu menampar Harry telak. Membuat pipi laki-laki itu berdenyut nyeri.

"Brengsek." desisnya. "Lo pikir gue bakal terharu denger alesan lo?" katanya dengan satu alis terangkat, "Enggak!"

Ginny makin mendekat, "Lo nggak mikir perasaan Hermione seandainya dia tau lo deketin dia cuma buat manfaatin dia doang? Ya, mungkin sekarang dia nggak akan peduli sama lo karna dia punya Draco. Mau lo jungkir balik kek dia nggak bakal liat lo lagi." Ginny menunjuk Harry, "Tapi bayangin kalo dia nggak punya Draco, dia masih suka sama lo. Sehancur apa dia kalo tau ini semua?"

Harry terdiam.

"Lo nggak akan peduli 'kan? Karna yang lo peduliin cuma perasaan lo doang!" Seru Ginny. Napasnya seakan memburu. Begitu juga Harry yang hanya menatap Ginny dengan wajah amat memerah.

Gadis itu pun menghela napas sejenak lalu kembali pergi, namun langkahnya terhenti ketika Harry mulai mengeluarkan suara seraknya.

"Kenapa sih gue harus selalu mikirin perasaan orang lain?! Tapi nggak pernah ada yang mikirin gua!!" Laki-laki itu berteriak.

Ginny tak membalikan tubuhnya sama sekali. Hanya terdiam dan berusaha tidak menangis.

"Kenapa rasanya semua yang gue lakuin selalu salah di mata lo?!! Kenapa?!"

"Lo yang nyuruh gue buat nerima Hermione, gue udah lakuin. Apa salah kalo gue deket sama dia tapi nggak bisa lupain lo? Perasaan itu nggak bisa diatur!!"

"Gue udah coba buat buka hati gue! Tapi nggak bisa! Nggak bisa!!"

"Sakit banget rasanya tau nggak?! Tau nggak lo?!!" 

Napas Harry memburu. Tangannya terkepal kuat di masing-masing sisi tubuhnya sampai rasanya keram.

"Sekarang terserah, deh. Gue nggak mau tau lagi." katanya yang langsung pergi meninggalkan Ginny.

Gadis itu terdiam sesaat. Perlahan air matanya jatuh. Ia berjongkok dan menyembunyikan kepalanya di atas lututnya.

"Maafin gue, Ry. Maaf karna selalu buat lo sakit hati."

...

Draco langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa saat sudah sampai di rumah. Tasnya sudah Ia lempar entah kemana.

"Kenapa lu? Capek banget kayanya." tanya Blaise yang langsung duduk di sebelah Draco sambil membawa sekotak kripik.

Fyi, Blaise dan Draco itu sepupuan. Makanya Blaise bisa leluasa keluar masuk rumah Draco. Seperti saat ini.

Mendengar pertanyaan Blaise, Draco hanya menggeleng sambil menutupi wajahnya.

"Gue liat lo sering banget pergi bareng Harry sama Hermione. Ada apaan? Lo temenan deket sama mereka? Ya, kalo Hermione gue tau dia suka sama lo. Tapi Harry? Kok tiba-tiba kalian deket? Bukannya harusnya kalian saingan ya buat dapetin Hermione?"

Draco menjauhkan tangannya dari wajahnya, duduk dengan tegak dan menatap Blaise dengan bosan.

"Pertama, kita nggak boleh milih-milih temen. Kedua, Hermione bukan barang yang bisa dijadiin barang saingan kaya gitu."

Blaise cemberut, "Elah baperan. Nggak like lah aku."

Draco ikut menarik sudut bibirnya ke bawah. Namun tiba-tiba Ia jadi kepikiran dengan hal yang Ia lihat beberapa waktu lalu.

"Eh, Blaise."

"Hm."

"Gue mau nanya."

Blaise mengernyit, "Apaan? Kalo nanya PR lu udah tau jawabannya. Gue belom ngerjain dan nggak akan ngerjain."

"Itu sih gue juga tau."

Blaise mengangguk, "Nah, pinter. Terus lo mau nanya apaan?" 

Draco menimbang-nimbang, "Theo.. pernah cerita sesuatu nggak sama lo tentang gue?"

"Theo?"

"Iya."

Blaise melihat langit-langit ruangan, lalu menatap Draco lagi. "Misalnya?"

Draco menelan salivanya, "Ya.. misalnya dia pernah kesel atau gimana gitu sama gue? Atau.."

"Atau?"

"Atau.. dia benci gue?"

***

Jadi Theo yang...?? 😟

Kira-kira selanjutnya bakal kaya gimana?


Btw maaf ya kisah Ginny Harry kaya ruwet banget :( kudunya Ginny bilang aja kek kalo suka, Harry juga yg jelas sukanya sama siapa. Kaya Hermione dong, kalo suka bilang suka, kalo enggak ya enggak.

Readers be like : lah lu kan yg buat ceritanya gimane si?!

Ya maap ya, pengen aja bkin yg ada menye2 nya wkwkwk pada geli gtu gak bacanya? Hehe 😂

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang