"Kamu harus ikut olimpiade kimia itu! Kamu harus buat Draco batal ikut lomba. Terserah gimana caranya, pokoknya kamu nggak boleh kalah dari anak itu."
Hermione menunduk dan diam saja. Tangannya sibuk memotong-motong roti yang sedari tadi hanya Ia lihati, tidak minat dimakan sama sekali.
"Hermione! Kamu denger nggak ibu ngomong?!" sentak wanita itu. Hermione menoleh sekilas dan mengangguk.
Ayahnya yang melihat gelagat aneh anaknya, menjadi curiga. "Kenapa kamu jadi beda? Biasanya kamu juga semangat buat ngalahin anak itu."
Hermione mengangkat kepalanya. Ia menatap ayahnya takut-takut, "H-hah? Enggak, kok yah. Aku cuma lagi capek aja." dustanya. Untungnya kedua orang tuanya diam saja tak membalas.
Hermione menghela napas pelan. Apa Ia harus mengalahkan Draco? Kenapa rasanya ada yang mengganjal? Tapi, kenapa juga Ia harus memikirkannya sebegininya? Memang sudah seharusnya kan Ia selalu jadi juara? Kenapa sekarang Ia jadi lemah begini?
Dan parahnya, bahkan Ia sempat berpikir untuk tetap membiarkan Draco mengikuti lomba itu, walaupun nanti Ia pasti akan dihukum lagi oleh orang tuanya.
...
Draco baru sampai di sekolah pukul 7 tepat. Banyak murid-murid yang menatapnya dengan sinis. Mereka seakan membuka jalan untuk Draco, padahal Ia tahu kalau mereka tidak mau berdekatan dengannya. Memang siapa juga yang mau dekat dengan orang yang sudah di cap pembully? Apalagi Ia sudah menyebabkan kematian seseorang.
Laki-laki itu memasukan kedua tangannya pada saku celana dan melanjutkan langkahnya. Namun Ia berhenti ketika melihat pemandangan tak lazim di depannya.
Ia melihat Hermione yang sedang membersihkan loker Draco dari coretan-coretan berisi hinaan dan cacian orang-orang.
Draco merasa dejavu.
"Lo ngapain?" tanyanya ketika sudah berdiri di samping gadis itu.
"Lo nggak liat? Atau pura-pura nggak liat?" jawab Hermione.
Draco menghela napasnya, "Maksudnya, lo ngapain bersihin loker gue?"
Hermione langsung menghentikan kegiatannya dan menatap Draco. Tadinya Ia ingin menjawab laki-laki itu, namun tidak jadi karena menurutnya pertanyaan itu tak penting.
Gadis itu malah membuka tasnya dan menyerahkan map biru pada Draco.
"Apaan, nih?" tanya Draco sambil membuka map itu. Setelah melihat isinya, Ia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Kenapa lo bisa tau? Lo tau dari mana?"
"Gue cari tau sendiri. Abis lo nggak mau cerita pasti 'kan?"
Draco langsung menutup map itu, "Hermione, jangan ikut campur urusan gue."
Gadis itu kembali mengambil map biru itu dan memasukkannya ke dalam tas kembali, "Lo beneran bohong kan? Lo nggak pernah bully orang. Lo nggak bully Ricky-ricky itu."
Draco diam saja. Ia menatap Hermione dengan kedua alis mengkerut.
"Draco, kan lo yang bilang ke gue. Kalo sakit itu bilang. Orang nggak akan tau keadaan lo kalo lo diem aja. Iya kan?"
"Nggak usah ceramah. Gue nggak butuh orang lain tau keadaan gue."
Hermione mengangguk singkat, "Tapi buat kali ini, biarin gue tau keadaan lo. Bisa?"
"Nggak." Draco menggeleng kukuh. "Udah, deh. Lo nggak usah bikin ribet, ya. Mending lo belajar aja. Ya?"
Hermione mengangguk, "Gue udah belajar, kok. Gue nggak sebego itu dengan mengesampingkan pendidikan demi orang lain. Tenang aja, oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity [Dramione]
Fanfiction[COMPLETED] "Kenapa lo bantu gue?" "Karna gue suka sama lo. Dan asal lo tau ya, gue bukan orang suci yang bakal bantu orang lain dengan suka rela." "Apa yang lo mau dari gue?" "Kalo gue bisa selesain masalah ini, lo harus jadi pacar gue." "Walau...