Seperti biasa, Hermione baru saja pulang dari kegiatannya berjalan di tengah hujan. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia kira orang tuanya belum pulang dari bisnis di luar kota, namun kenyataannya mereka sudah berada di dalam rumah malam ini.
Gadis itu meneguk salivanya susah payah. Ia melepas jas hujan kuningnya perlahan, lalu mengendap memasuki rumah. Kehadirannya tidak boleh diketahui. Karena kalau orang tuanya tahu dia baru pulang, habislah dia.
Namun sepertinya takdir belum puas menyiksanya. Dehaman keras dari ayahnya menghentikan langkah Hermione.
"Dari mana kamu?" itu ibunya yang bicara.
"Dari.. Dari.." Hermione kesulitan membuat alasan. Otaknya terasa mati. Tangannya juga terasa kebas akibat meremas baju seragamnya yang agak lepek akibat terkena hujan.
"Dari mana?! Ini udah malem. Jangan alasan kamu, ya. Saya tahu sekolah kamu pulang jam 4 sore!"
Hermione hanya menunduk dengan bahu yang gemetar. Ia semakin ketakutan ketika ayahnya berdiri dan mendekatinya.
"Mau kamu apa, hah?! Pulang malem buat bikin malu keluarga?! Jangan-jangan selama saya pergi, kamu pulang tengah malam? Ngapain kamu, hah?! Jual diri?!"
Perkataan yang begitu mulus itu berhasil menembus relung hati Hermione. Sakit sekali. Dia tidak berniat apa-apa. Dia hanya terlalu menikmati hujan tadi.
"Kamu bisa nggak, nggak bikin saya emosi terus?! Saya capek baru pulang kerja! Kamu enak-enakan masuk rumah jam segini! Kamu kira cari uang itu gampang!!" entah kerasukan apa atau ada masalah apa, Thomas melampiaskan emosinya pada Hermione. Ia menjambak rambut anaknya itu sampai kepala Hermione tertarik ke belakang.
Gadis itu tidak berteriak, tidak menangis, atau memohon ampunan. Ia hanya meringis sedikit sambil tangannya menggapai-gapai tangan ayahnya untuk berhenti menjambaknya.
"Kamu ini emang anak pembawa sial! Gara-gara kamu saya kalah tender! Gara-gara kehadiran kamu di sini selalu buat saya sial! Dari kamu kecil sampai sekarang selalu buat hidup saya sial!!"
Hermione menutup matanya rapat-rapat. Kenapa semua salah dirinya? Dia tidak tahu apa-apa. Kenapa kehadirannya jadi suatu kesialan? Kenapa mereka terus membesarkannya kalau dia hanya membuat sial?
"Yah, bunuh aku." perkataan singkat Hermione membuat ayah dan ibunya terbelalak. Baru pertama kali anak itu bicara ketika sedang ditindas oleh orang tuanya sendiri. Biasanya dia hanya diam atau menangis kesakitan.
Thomas makin menjambak rambut Hermione dan menyeretnya ke kamar mandi. Sedangkan ibunya tidak peduli sama sekali. Ia malah masuk ke kamarnya dan mengunci pintu itu rapat-rapat.
"Mau mati kamu? Udah bagus saya besarin kamu sampai sekarang? Mau mati kamu sekarang? Nggak tahu diuntung!!" Thomas mendorong kepala Hermione hingga gadis itu terjatuh menimpa rak handuk.
Hermione menggigit bibir bawahnya kuat-kuat lalu menatap ayahnya dengan tajam.
Thomas langsung saja melempar kepala Hermione dengan botol shampoo yang masih setengah penuh. Gadis itu langsung mengaduh seraya memegangi kepalanya.
"Kesetanan kamu?! Berani kamu natap saya kaya gitu?!"
Hermione tertawa sarkas, "Yah.." katanya seraya menatap ayahnya dengan pandangan terluka, "Semuanya bukan salah aku. Ayah kalah tender bukan salah aku. Perusahaan mengalami kerugian juga bukan salah aku. Ayah kalah main golf bukan salah aku. Ayah marah sama karyawan juga bukan salah aku. Aku nggak ngapa-ngapain, yah. Kenapa aku yang salah?"
Thomas makin gila. Ia meraih lagi rambut Hermione lalu menjambaknya hingga gadis itu berlutut di hadapannya. "Gila kamu?! Berani lawan orang tua! Udah kelainan kamu!!"
"AYAH YANG KELAINAN! AYAH PUNYA GANGGUAN JIWA! AYAH SAKIT! AYAH GILA!!"
Dukkk!! Dukk !! Dukk!
"MINTA AMPUN NGGAK KAMU?!"
Brakk!!
"MINTA AMPUUNNN!!"
Napas Hermione tersenggal-senggal. Darah mengalir dari dahinya yang dingin. Ia tidak bicara apapun. Hanya menatap Ayahnya yang semakin menggila.
Ia malah berharap ayahnya makin gila. Ia harap akan mati malam ini. Ia harap ini yang terakhir.
Berkali-kali tubuh ringkih Hermione dilempar. Berkali-kali juga kepalanya terbentur. Wajahnya kini sudah penuh dengan darah dan lebam-lebam. Dan matanya kini sudah sangat sayu akibat rasa sakit yang tak tertahankan.
Napas Thomas ikut tersengal-sengal. Memukuli anaknya itu juga butuh tenaga. Melihat anaknya yang sudah terkapar tak berdaya, akhirnya pria itu menghentikan aksinya.
"Melawan lagi kamu sama orang tua, nggak akan saya maafkan." katanya lalu pergi meninggalkan gadis malang itu.
Hermione bersandar pada dinding kamar mandi. Pandangannya kosong. Tubuhnya terasa amat sangat ringan. Samar-samar Ia mendengar perdebatan orang tuanya.
"Kamu mau bunuh dia?! Udah gila kamu, ya?!"
"Kamu mau melawan saya juga?! Anak itu udah berani sekarang sama saya! Nggak becus kamu didik dia!"
"Saya nggak becus?! Kamu yang stres! Saya capek sama kamu! Saya nggak mau ikutan masuk penjara kalau sampe anak itu nanti mati! Saya minta cerai!"
Hermione tertawa dalam diam. Ya, benar-benar tertawa. Lucu sekali dunia ini. Dia benar-benar tidak mempunyai siapapun.
Dengan tangan gemetar, Ia meraih kalung liontinnya dan membukanya. Di dalam sana terlihat sebuah foto wanita cantik yang sedang tersenyum manis. Rambutnya panjang, wajahnya sangat menunjukan sebuah kedamaian.
Hermione tersenyum lirih seraya mengelus foto itu dengan tangannya yang berdarah, "Ma, sakit banget ya di sini."
"Aku boleh berhenti nggak?"
"Boleh, ya?"
Suara tetesan air menghiasi malam kelamnya. Sebenarnya Ia sudah biasa seperti ini. Namun rasanya lelah sekali. Sejak kecil ayahnya selalu membencinya. Ia terus berpikir kalau Hermione adalah anak haram dari perselingkuhan istrinya yang merupakan ibu kandung Hermione dengan pria lain.
Karena kesalahpahaman itu membuat ayahnya dan ibunya bertengkar hebat saat itu. Sampai mobil yang mereka kendarai mengalami kecelakaan. Ibunya meninggal di tempat. Membuat sang ayah mengalami depresi berat karena kehilangan orang yang sangat Ia cintai.
Walaupun ternyata kesalahpamahan itu terbukti salah, dan Hermione memang benar anak kandungnya, namun pria itu tetap membencinya. Ia berpikir karena kehadiran Hermione semuanya jadi begini. Karena kehadiran anak itu yang membuat dirinya salah paham dan akhirnya kehilangan istri tercinta.
Dengan tenaga yang tersisa, Hermione berdiri. Sudah dibilang kan kalau dia bukan anak yang cengeng? Dia bahkan pernah mengalami kejadian yang lebih parah dari ini.
Gadis itu menatap wajahnya di pantulan cermin. Sepertinya dia akan dikurung sampai wajahnya membaik.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity [Dramione]
Fanfiction[COMPLETED] "Kenapa lo bantu gue?" "Karna gue suka sama lo. Dan asal lo tau ya, gue bukan orang suci yang bakal bantu orang lain dengan suka rela." "Apa yang lo mau dari gue?" "Kalo gue bisa selesain masalah ini, lo harus jadi pacar gue." "Walau...