30. Let Me Just Give Up

590 86 31
                                    

Flashback.

5 Tahun yang lalu..

Prang! Bunyi pecahan lagi-lagi terdengar. Sarah langsung berlari memasuki kamar anaknya dan menemukan Hermione dengan tangan penuh goresan kaca.

Ia menopang tubuh lemah Hermione dan menjauhkan pecahan kaca dari jangkauan anaknya. "Udah, Hermione. Jangan kaya gini."

Hermione terisak, "Sakit. Rasanya sakit banget. Mione nggak bisa napas, Bu." Katanya seraya menggosok-gosokan tangannya pada dadanya.

Sarah memegangi tangan Hermione dan membawanya dalam pelukan. Ia ikut menangis melihat kondisi anaknya yang seperti ini.

"Kangen, Bu. Kangen Draco."

Sarah hanya bisa mendengarkan seraya mengusap-usap dahi Hermione.

"Mau ketemu Draco, Bu. Mau main sama Harry sama Ginny. Mau sekolah."

"Iya, ayok kita pulang, ya? Kita pulang. Hermione kangen Draco? Iya? Ayo, kita pulang. Kita ketemu Draco. Mione juga bisa ketemu Harry sama Ginny. Ayo, kita pulang ya nak?"

Gadis itu menatap ibunya dengan lirih, "Tapi.. tapi Mione nggak bisa pulang." Isaknya. "Aku nggak mau Draco liat aku yang kaya gini. Mione mau sembuh. Mione nggak mau nyusahin siapapun. Tapi Mione mau pulang. Mione kangen Draco. Tapi Mione nggak bisa pulang, bu. Terus jadinya kaya gimana?"

Sarah semakin mendekap anaknya yang seakan kehilangan arah. Anaknya hancur. Dia terluka parah. Ia patah bahkan sampai berkeping-keping.

"Maafin ibu. Maafin ibu yang udah membiarkan kamu kaya gini, Hermione. Maafin ibu yang nggak bisa berbuat banyak. Maafin ibu."

Lama kelamaan tenaga Hermione benar-benar terkuras habis. Ia menyandarkan dagunya pada bahu ibunya dan menutup mata perlahan.

Sarah mengusap-usap belakang kepala anaknya dengan lembut, "Tidur, Nak. Mulai sekarang ibu bakal terus jagain Mione. Kita pelan-pelan mulai semuanya dari awal, ya."

...

Flashback off.

"Selama dua tahun setelah gue pergi, gue dan ibu terus berpindah tempat. Gue ketemu banyak dokter yang nyoba buat nyembuhin gue." Hermione terkekeh pahit, "Tapi tetap aja, gue masih suka nangis tiba-tiba atau tanpa sadar lukain diri sendiri. Gue.. bener-bener kehilangan diri gue sendiri saat itu."

Draco diam menyimak.

"Bahkan lucunya, gue pernah ngomong sendiri dan seakan-akan lagi ngobrol sama lo. Mungkin karena gue nggak bisa hilangin Lo dari pikiran gue. Bahkan saat gue nggak sadar sama diri gue sendiri."

"Kenapa gue nggak balik aja dan ketemu sama lo? Karena gue cuma bakal jadi benalu. Gue gila. Gue depresi. Setelah apa yang gue alami, ternyata ngebuat jiwa gue sakit."

Hermione memilin jemarinya dan lebih memilih memandangi sandalnya. "Gue terbiasa belajar terus menerus. Ketika gue pergi dan nggak sekolah, ngebuat gue kena anxiety akut. Gue sering panik setiap pagi. Badan gue bergerak sendiri mungkin karena Tremor akibat kepanikan berlebih. Tapi gue belum bisa masuk sekolah. Keadaan gue belum memungkinkan."

"Kadang gue juga suka tiba-tiba lari dari rumah tanpa sadar. Dan gue minta sama ibu buat ikat gue kalau gue berusaha kabur. Karena gue pasti lagi nggak sadar saat itu."

Hermione kini menatap mata kelabu Draco yang tak pernah sedetikpun beralih, "Gue segila itu dulu. Maaf karena gue pergi. Karena gue nggak mau lo berurusan sama orang gila kaya gue, Draco. Hidup lo berharga."

Draco masih diam. Tidak tahu harus apa. Bahkan rasanya dia tidak tahu apa yang dia rasakan. Senang karena Hermione ternyata memikirkannya? Tapi kenapa dia malah merasa sakit mendengar itu semua? Rasanya dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa? Kenapa dia tidak ada disaat itu? Saat titik terendah Hermione. Dan bodohnya, kenapa dia egois karena sempat berpikir untuk membenci gadis itu?

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang