15. Believe or Not?

472 85 5
                                    

"Please, Draco. Please. Jangan hancurin hidup gue."

"Gue mohon."

Brukk!! 

Darah dimana-mana. Di dalam kepalanya, Draco melihat genangan darah yang semakin lama semakin banyak. Potongan tubuh berceceran di depan wajahnya.

Ia memegangi pinggirin wastafel dengan erat. Keringatnya bercucuran di dahinya. Ia menatap pantulan dirinya di kaca. Berantakan.

Ia menunduk. Rasanya sesak sekali. Seakan ada batu yang mengganjal di dadanya. Ia menekan dadanya dan menangis. Ingatan-ingatan yang tak pernah bisa Ia lupakan itu seakan berebut masuk memenuhi setiap sudut kepalanya. Membuat kepalanya seakan mau pecah.

"Draco, kenapa lo lakuin ini semua ke gue?"

"Lo bakal dapet balesannya!! Dasar pembunuh!!"

Laki-laki itu jatuh terduduk. Kepalanya langsung terasa pusing sekali. Maka dari itu Ia duduk sebentar dengan kepala yang Ia telungkupkan di kedua lututnya.

Setelah merasa baikan, Draco segera berdiri dan keluar dari toilet. Namun, baru saja Ia menginjakkan kaki ke luar tiba-tiba ada seseorang yang melempar telur ke kepalanya.

Semua orang berkumpul untuk melihat. Terlihat di sana ada seorang wanita paruh baya yang menatap Draco dengan penuh kebencian.

"Akhirnya saya bisa nemuin kamu." katanya penuh emosi. Sedangkan Draco hanya diam sambil menyeka wajahnya yang penuh dengan telur.

Ibu itu mendekat dan meraih kerah baju Draco, "Kenapa kamu nggak dipenjara? Kenapa kamu bisa hidup seakan nggak terjadi apa-apa?" katanya dengan suara serak seakan menahan rasa sakit yang amat dalam. "Saya kehilangan anak saya gara-gara kamu, dan di sini kamu bisa hidup dengan tenang. GAK ADILLL!!" teriaknya sembari menarik-narik baju Draco.

Orang-orang makin ramai. Penasaran sekaligus tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

"Saya tau kamu dan orang tua kamu itu orang kaya, tapi jangan kira kalian bisa beli kami." sang ibu kini menangis, "Anak saya nggak akan bisa kembali dengan uang." katanya dengan lirih sambil menatap mata kelabu Draco dalam-dalam. "Kenapa kamu ambil anak saya?" pegangan tangannya kini melemas. Akibat tekanan emosi yang berlebih, akhirnya ibu itu jatuh pingsan. Draco pun langsung menggendongnya dan membawanya ke ruang kesehatan.

...

"Nih."

Draco yang tadi terus melihati ibu itu, kini mendongakkan kepalanya ketika ada sepasang tangan yang memberinya sebungkus tisu basah.

Hermione menarik kursi dan ikut duduk di samping Draco. Ia hanya diam sedangkan Draco sibuk membersihkan wajahnya.

Gadis itu melihat wanita paruh baya yang terbaring di ranjang uks. Wajahnya penuh keriput. Kantung matanya menghitam dan wajahnya pucat. Ibu itu terlihat sangat kelelahan.

Melihat Draco yang sudah selesai, Hermione kembali memberikan sesuatu pada laki-laki itu. Draco mengernyit ketika melihat sebuah foto yang diberikan oleh Hermione.

"Ini apa?"

"Tadi gue abis dari ruang keamanan. Gue cek siapa yang udah nempelin selebaran itu di mading. Ternyata orang ini." katanya sambil menunjuk orang yang ada di foto. "Lo kenal?"

Draco menggeleng. Orang yang ada di foto itu memakai topi dan masker sehingga wajahnya tak terlihat.

"Kita harus cari tau orang yang di dalam foto ini siapa. Dan kenapa ibu ini juga bisa tau lo ada di sini."

Draco terdiam. Masih menatap foto itu lamat-lamat. Namun kemudian dia malah menyerahkan kembali foto itu pada Hermione dengan wajah tak minat.

"Nggak usah, ribet."

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang