28. Spain Without S

488 87 36
                                    

5 tahun kemudian...

Draco melepas jas putihnya, lalu duduk bersandar pada sofa panjang. Ia merenggangkan otot-ototnya yang sedari tadi terus Ia paksakan untuk bekerja.

Hari ini pasien banyak sekali berdatangan. Membuatnya tidak bisa istirahat walau sebentar. Apalagi dengan statusnya yang masih residen sekarang.

Ya, Draco seorang dokter. Ia menatap langit-langit ruangan seraya menghela napas. Kehidupan yang begitu mudah baginya. Ia lulus sekolah dengan nilai tertinggi, dan bisa masuk fakultas kedokteran impiannya. Setelah masa residennya ini selesai, Draco akan langsung mengambil spesialis. Sebenarnya Ia masih bingung ingin bagian apa, tapi sepertinya Ia lumayan berbakat di bagian bedah jantung. Maka dari itu, Ia berniat mengambil spesialis bagian Kardiotoraks.

Tiba-tiba sekelebat bayangan itu datang lagi.

Dia.. sedang apa? Di mana?

Hah, Draco tidak bisa begini terus. Ia langsung berdiri ketika pintu ruangannya ada yang mengetuk.

"Harry, udah gue bilang jangan ke sini kalo gue lagi nugas." protes Draco ketika laki-laki berkacamata bulat itu memasuki ruang khusus dokter residen. Draco tidak enak selalu membawa teman ke sini. Takut privasi rekan kerjanya terganggu.

"Lah, bukannya lu tugas malem? Kok masih nugas sekarang?"

Draco kembali rebahan pada sofa, "Hhh, iya nih. Pasien lagi banyak, jadi terpaksa gue double shift."

Harry menatap temannya itu prihatin. Draco terlalu memforsir dirinya. Mottonya itu selalu kerja, kerja, kerja. Seakan dia menganggap dirinya itu robot tanpa nyawa.

"Jangan terlalu keras, bro. Kalo lo sakit terus mati, rumah sakit bisa cari dokter yang lain."

Draco merotasikan matanya, "Ya ya ya, iya deh yang sebentar lagi mau jadi bapak. Bijak amat." sindirnya.

Harry tersenyum, "Iya, lah! Emang lu jomblo abadi."

Draco meraih kertas koran di meja, lalu memukul kepala Harry dengan itu. Mentang-mentang hubungannya berhasil dengan Ginny, cinta pertamanya, si Harry ini lagaknya kaya orang yang paling mengerti tentang cinta.

"Oh iya, gue mau ngajakin lo ikut jadi sukarelawan di daerah Labuan Bajo. Kita lagi kekurangan dokter. Lo ikut ya?"

Draco menghela napas, "Yah, lo tau sendiri di sini kan juga lagi butuh tambahan dokter. Kalo gue ikut sukarelawan ini, walaupun cuma bentar, tetep aja nggak bakal dibolehin."

Harry menekuk bibirnya ke bawah, "Tolong, lah. Lo izin dulu kek. Jangan langsung bilang enggak bisa. Usaha gitu loh."

Draco menimbang-nimbang.

"Hhh oke, deh. Nanti coba gue minta izin tiga hari cuti di hari itu. Siapa tau boleh."

Harry tersenyum senang, "Nah, gitu dong! Itu baru temen gue!"

"Jijay."

...

Draco menyempatkan untuk pulang ke rumah setelah satu minggu menginap di UGD rumah sakit tempatnya bekerja.

Langkahnya terasa sangat lunglai. Ia menyampirkan jas dokternya di bahu lalu menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.

"Draco, Mama mau ngomong sama kamu sebentar."

Langkahnya terhenti di anak tangga pertama ketika suara ibunya terdengar. Draco menoleh lalu menurut untuk mengobrol sebentar dengan ibunya.

Narcissa menatap prihatin anaknya yang selalu terlihat sangat acak-acakan.

Serendipity [Dramione]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang