Bagian 9 : Mangga tetangga

199K 21.6K 1.8K
                                    

Pagi-pagi sekali, Ayana sudah berkutat di dapur. Beruntung tadi malam lampunya nyala sekitaran jam empat subuh.

Hari ini, ia berniat memasak nasi goreng ala-ala untuk sarapan pagi. Eits, jangan salah mengira.

Walaupun dua hari yang lalu Rangga berucap Istrinya itu tidak bisa masak, namun, nasi goreng Ayana lah yang jadi juara di kediaman nya.

Sedang asyik mengopek bawang merah, tiba-tiba matanya berair. "Keknya ni bawang masih muda. Kalo tua kan, nggak bikin pedes mata."

Catat! Ayana tidak suka nasi goreng dengan bumbu instan. Ia lebih suka bumbu dapur. Menurutnya, rasanya jauh lebih asoy.

Ayana mengusap air matanya menggunakan punggung tangan. Selesai dengan mengupas kulit bawang merah, kini, ia mulai mempersiapkan bahan lain nya.

Yang tak lain, bawang putih, cabai, garam, telur, dan lain sebagainya.

Sementara di dalam kamar, ada Rangga yang baru saja bangun. Ia meraba ke samping. Dirasanya kosong, spontan matanya terbuka perlahan.

"Ayana mana?" Tanya nya pada diri sendiri ketika mendapati sang Istri tidak ada di samping nya.

Rangga terbangun. Melihat jam di nakas. "Jam lima?"

Mengusap kening, sebelum akhirnya beranjak ke kamar mandi untuk mandi, berwudhu, kemudian melaksanakan kewajiban nya sebagai orang muslim.

Tak berselang lama, setelah selesai sholat subuh, Rangga melipat sajadah, kemudian turun ke lantai bawah.

Memastikan Ayana ada disana atau tidak.

Dengan baju kokoh, sarung, juga peci yang masih menempel di tubuh atletisnya, Rangga  berjalan ke dapur.

"Ngapain?" Tanya Rangga kepada Ayana yang sedang mencuci bahan untuk ia jadikan bumbu nanti.

Cowok itu mendudukan dirinya di kursi pantri. "Mau jadi kuli bangunan. Om Rangga mau ikut?"

"Ngga minat," Rangga menuangkan air putih ke gelas.

"Mau masak nasi goreng, lah! Situ nggak lihat, ada bawang merah, putih, sama nasi disini?"

"Enggak." Rangga berucap acuh.

Meneguk air putih sembari melirik Ayana yang tengah memperhatikan dirinya. Ah ralat, mungkin memperhatikan jakun nya yang naik turun dengan eksotis.

"Mau jakun kayak saya juga, hm?" Ayana gelagapan.

"E-enggak! Gue tadi ngeliatin air putih nya, kok! Siapa juga yang ngeliat jakun nya situ, cih."

Rangga tersenyum tipis. "Udah sholat subuh?"

Ayana yang tengah mengiris bawang, mengangguk. "Udah tadi. Mau bangunin Om Rangga buat jadi imam sholat, ga tega."

"Kenapa?"

"Situ ngorok, sampe keluar iler! Enak banget ya kayaknya tidur sambil meluk gue."

"Biasa aja," Rangga kemudian bangkit. Hendak berganti baju.

"Eh, mau kemana? Sini bantuin masak!" Ayana memekik.

"Ganti baju. Kamu mau saya ganti baju disini?" Kata Rangga di tengah-tengah anak tangga dengan suara beratnya.

"Nggak!" Tolak Ayana cepat. "Yaudah sana, cepet ganti baju!"

Rangga kembali melanjutkan langkah. Beralih ke Ayana yang tengah sibuk menghaluskan bumbu di cobek.

Dengan semangat 45, Ayana menghaluskan bumbu di cobek sampai benar-benar halus. Matanya sampai mengeluarkan air mata berkali-kali.

Ingus nya juga ikut keluar. Ini adalah bagian yang tak disukainya. Kalau di rumah, ia akan menyuruh Asviva untuk menghaluskan bumbu ini.

Dampatigaḷu [Pre Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang