45. Tickets

397 66 11
                                    

Musim dingin ke musim semi, musim semi ke musim panas, musim panas ke musim gugur, hingga musim gugur ke musim dingin lagi. Begitulah musim yang telah Joohyun lewati bersama keluarga Oh, telah selama itu ia tinggal dan menjadi bagian dari keluarga Oh, walau belum resmi. Masih ingat sekali saat ia mulai berkencan dengan Sehun saat musim dingin, pada malam tahun baru, di pantai. Tak terasa saja sekarang sudah menginjak musim dingin lagi.

Joohyun sadar jika ia telah melewati 4 musim dengan keluarga Oh saat ia berniat membuang sampah ke halaman belakang, terkejut sedikit saat butiran halus salju pertama pada tahun ini mengecup bagian tangannya yang tak tertutup mantel dan meleleh disana. Joohyun mendadak terdiam, ia sudah melewati banyak waktu bersama keluarga barunya, bersama Sehun dan anak-anak.

Bukankah waktu berjalan terlalu cepat?

"Sehun, salju pertama telah turun!" Kata Joohyun, berniat memberi kabar menyenangkan ini pada Sehun yang sejak menjadi CEO di perusahaan ayahnya menjadi begitu sibuk dengan berbagai laporan, kertas, dan laptopnya.

Sehun mengalihkan pandangannya sejenak dari laptop ke Joohyun yang sedang melepas mantelnya, "Benarkah? Mau lihat salju bersama?"

Joohyun terdiam, ia masih ingat saat Sehun mengatakan bahwa ia akan mengajak Joohyun ke New Zealand saat hari menuju musim dingin. Sepertinya Sehun sudah lupa tentang ajakannya karena pekerjaannya yang begitu padat.

Joohyun menggeleng, "Tidak. Selesaikan saja pekerjaanmu, aku harus ke ruang laundry untuk mencuci pakaian!" Jawabnya sebelum berlalu dari ruang tamu menuju ruang laundry dan memasukkan mantel yang baru saja ia gunakan untuk membuang sampah ke dalam mesin pencuci baju otomatis.

Benar, mengingat Sehun membuat Joohyun sedikit sedih akhir-akhir ini. Joohyun bukannya tak mengerti akan kesibukan Sehun, tapi pria itu kelewat sibuk, melebihi kesibukannya saat masih menjadi idol.

Sehun sering mengabaikannya karena pekerjaan, tapi Sehun lebih sering lagi mengabaikan anak-anak karena pekerjaaan sialan yang sudah Joohyun benci sejak hari dimana Naeun lulus dari sekolahnya dan Sehun berhalangan hadir karena rapat sialan. Joohyun benci itu, benci saat-saat dimana Sehun tidak bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Kalau Joohyun sih bisa saja mengerti, tapi bagaimana dengan anak-anak yang mungkin ingin perhatian lebih dari sang ayah?

Setelah menyelesaikan kegiatan mencuci baju, Joohyun segera pergi ke kamar untuk tidur mengingat ini sudah hampir pukul 11 malam. Joohyun langsung naik ke atas ranjang setelah ia melakukan rutinitas malamnya sebelum tidur, seperti menggosok gigi, mencuci wajah, mengganti pakaian dengan pajama, dan mengenakan lipbalm. Lagi-lagi Joohyun mengawali tidur tanpa Sehun dan bangun dengan pria itu disisinya.

Joohyun memiringkan tubuhnya ke arah pintu balkon, apa Sehun tidak merindukan waktu waktu hangat mereka sebelum Sehun jadi pemegang utama perusahaan ayah Sehun?

Banyak pertanyaan dan pikiran yang masuk ke dalam benak serta otak Joohyun malam itu hingga tanpa terasa jam telah menunjukkan pukul 1 malam, sampai ia mendengar suara pintu kamar terbuka. Perlahan ia membalik posisinya saat merasakan tangan Sehun menjalar melingkari perutnya, matanya bertatapan dengan kedua netra Sehun yang terlihat begitu lelah.

"Sudah selesai pekerjaannya?" Tanya Joohyun.

Sehun mengangguk, "Ada pekerjaan baru yang menunggu besok pagi."

"Tidurlah, kau pasti lelah!"

Alih-alih mengiyakan perkataan Joohyun, Sehun malah bertanya, "Kenapa kau belum tidur? Menungguku?"

Joohyun menggeleng, "Tidak, hanya tidak ingin tidur lebih awal saja."

"Kenapa? Banyak pikiran? Apa yang mengganggumu?"

InattenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang