Happy Reading😊
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
"Maaf atas nama keluarga pasien?"
Setelah setengah jam lamanya mereka menunggu Dinda ditangani oleh dokter, akhirnya dokter itu keluar juga dari ruangan.
Melihat itu Deni langsung bangkit menghampiri dokter Sinta "Saya pacarnya dok."
"Saya sahabatnya dok. Bagaimana keadaan sahabat saya?" Farah ikut bertanya menyahut.
"Baik, sebelumnya apakah tidak ada anggota keluarganya disini? orang tuanya mungkin?" tanya dokter Sinta membuat semuanya terdiam.
Givea dan Farah sama-sama terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Bahkan Givea baru menyadari jika Ayah Dinda tidak ikut ke rumah sakit. Padahal jelas-jelas di rumah tadi Betra melihat Givea yang membopong tubuh Dinda untuk dimasukkan ke dalam mobil.
"Orang tua Dinda sudah meninggal dok." lama tak ada jawaban akhirnya Farah membuka suara.
Dokter Sinta mengangguk paham.
"Begini, sebenarnya saya akan menyampaikan hal penting terkait kondisi pasien yang bernama mbak Dinda," ucap Dokter Sinta membuat ketiga remaja itu menyimak.
Dokter Sinta menarik napas panjang, lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Pasien menderita penyakit yang cukup serius dan bisa dibilang penyakitnya sekarang sudah parah."
"Pe-penyakit dok?" tanya Givea kaget. Yang ia tau selama ini Dinda itu sehat dan baik-baik saja. Meski terkadang jika sekali-kali Givea mengamati, wajah Dinda nampak sesekali terlihat pucat.
"Pacar saya kenapa dok? Dinda sakit apa?" tanya Deni penasaran.
"Mbak Dinda menderita kanker otak. Dan sekarang penyakitnya sudah memasuki stadium tiga. Yang artinya kemungkinannya untuk sembuh tinggal tiga puluh persen."
Deg.
Blam.
Jeduar.
Bagaikan tersambar petir dan terhantam bom, ritme jantung Deni kini berpacu cepat dari biasanya.
"Kanker otak?" Deni nampak syok. Tak terlebih Givea dan juga Farah yang kini terdiam bagai patung saking kagetnya.
"Dok, dokter pasti salah kan? Coba periksa sekali lagi! Mungkin dokter salah memprediksi," ujar Deni tidak percaya.
"Maaf Mas, kami sudah melakukan pemeriksaan semua pasien disini dengan sangat baik, termasuk mbak Dinda. Dari hasil pemeriksaan sudah terlihat sangat jelas, bahwa Mbak Dinda memang menderita kanker otak stadium tiga," jelas dokter Sinta meyakinkan.
Kaki Deni mendadak berubah seperti jelly, tubuh cowok itu melemas dan hampir ambruk. Ia tak percaya jika perempuan yang dicintainya menderita penyakit mematikan itu. Itu artinya selama ini Dinda menyembunyikannya darinya? Atau dari semua orang?
Farah yang dari tadi diam tiba-tiba menyambar "NGGAK! DOKTER PASTI BERCANDA KAN? MANA MUNGKIN SAHABAT SAYA YANG SEBELUMNYA SEHAT WAL AFIYAT, MENDERITA PENYAKIT KANKER?"
Givea mengelus bahu Farah, mencoba menenangkan. Meski ia sendiri tidak bisa tenang saat mengetahui fakta kelam itu.
"Maaf mas, mbak sebelumnya. Saya hanya menyampaikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi pasien. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit dokter Sinta dan berlalu pergi, meninggalkan ketiga remaja yang kini diselimuti rasa hancur.
Kaget? Syok? Hancur? Tentunya bercampur menjadi satu.
Tanpa pikir lama, Deni langsung berlari masuk ke ruangan Dinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin untuk Givea (Tahap revisi)
Teen Fiction"Pilihan lo cuman dua pergi atau mundur?" "Sampai kapanpun pilihan aku cuman satu kak, tetep mencintai kamu sampai kamu membalas cintaku" "Mimpi lo ketinggian!" Gadis itu bungkam. **** Menceritakan tentang kisah seorang gadis cantik bernama Givea Is...