Part 49 : Teror kedua

4.5K 115 14
                                    

Happy Reading😊

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Sudah seminggu pasca operasi pengangkatan tumor, namun kondisi Dinda belum juga sadar. Mereka semua bernapas lega karena operasi Dinda seminggu lalu yang mereka khawatirkan akhirnya berjalan dengan lancar. Operasi dilakukan bertujuan untuk mengangkat sebagian atau seluruh tumor ganas yang merusak sel-sel sehat dalam otak.

Sayangnya Betra- ayah Dinda, sama sekali tak peduli akan keadaan anaknya. Bahkan kabarnya pria itu pergi ke luar negeri, meninggalkan Dinda yang masih terbaring lemah di rumah sakit. Katanya Betra pergi karena urusan pekerjaan kantor, tapi aslinya hanya sibuk bermain-main dengan wanita.

Padahal hari ini niatnya Givea ingin menemui Betra dan berbicara empat mata. Tetapi pria itu malah sudah terbang ke negara lain pada akhir pekan kemarin. Alhasil niatnya ia urungkan saja untuk menemui pria berhati hewan itu. Ralat, hewan saja masih punya hati, namun Betra sepertinya tidak.

"Orangtua macam apa itu, yang tega membiarkan anaknya kesakitan, sedangkan dia malah asyik bersenang-senang diluar sana," dumel Givea, merasa marah dengan kelakuan Betra yang sama sekali tak mencontohkan dirinya sebagai seorang orangtua.

"Dasar Betra gila! Manusia berakhlak biadap!" umpatnya emosi.

"Lo kenapa?"

Suara itu berhasil mengagetkan Givea yang semula mencak-mencak dan mengomel sendirian di depan ruang rawat Dinda.

"Anjir ngagetin lo!" Givea mendengus kesal saat melihat Farah yang tiba-tiba berdiri di belakangnya. Entah sejak kapan dia berada disana.

"Ngapain lo ngomel-ngomel sendiri kayak gitu? Udah gila?" tanya Farah menaikkan sebelah alisnya.

"Gila mbahmu! Gue tuh lagi gedeg sama Ayahnya Dinda. Bisa-bisanya tuh orang sama sekali nggak peduli sama kondisi anaknya dan malah pergi ke luar negeri, udah tau anaknya sakit juga!" Givea kembali mengomel membuat Farah terdiam.

Farah mendudukkan dirinya di kursi tunggu. Menyandarkan tubuhnya di kepala kursi, lalu memejamkan matanya rapat-rapat. Givea ikut duduk disamping Farah, kemudian menatap sahabatnya itu lumayan lama.

"Kenapa?" tanya Givea memandang Farah aneh.

Farah menggeleng, membuka kembali matanya, lalu menyorot Givea sendu. "Gue kasihan sama Dinda, semenjak Mamanya meninggal beberapa tahun lalu, ternyata Ayahnya sama sekali nggak peduli sama dia. Cuman uang yang Betra berikan untuk membiayai sekolahnya, cuman kekerasan yang Betra lakukan untuk memarahi Dinda, bukan kasih sayang. Lo tau? Selama ini Dinda bahkan nyembunyiin semua lukanya dari kita. Dia selalu terlihat kuat dan baik-baik saja di depan kita, padahal dia rapuh, dia hancur. Rumah yang harusnya jadi tempat ternyaman untuk ia pulang, justru bagai neraka."

Givea terkejut mendengarnya. Ia sungguh baru tau tentang problem keluarga Dinda.

"Bahkan gue yang sahabatnya aja, nggak pernah tau tentang kehidupan sahabat gue sendiri. Gue ngerasa nggak ada gunanya sebagai seorang sahabat Giv. Harusnya gue selalu ada buat dia, nguatin dia, tapi nyatanya gue hanya sebatas sahabat yang ketara asing," lanjut Farah tersenyum getir, gadis itu mengutuk kebodohannya sendiri.

Givea terdiam. Entah mengapa ungkapan Farah barusan, terasa menohok hatinya. Bahkan Givea sadar, ia juga tak pantas di sebut seorang sahabat. Tapi sungguh, Givea benar-benar tidak tau tentang soal itu. Selama ini Dinda selalu tutup mulut, bahkan tak pernah mau bercerita tentang masalahnya.

Givea menepuk-nepuk pundak Farah pelan. "Berhenti nyalahin diri lo sendiri Far, bukan cuman lo yang ngerasa asing, tapi gue juga."

Farah menatap Givea dalam, kemudian memeluknya. Givea pun membalas pelukannya. "Sekarang gue tau Giv, alasan Dinda selama ini nggak pernah ngebolehin kita buat main ke rumahnya," gumam Farah membuat Givea mengangguk paham.

Gavin untuk Givea (Tahap revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang