Happy Reading
Haidan membuka pintu kamarnya, sudah terbiasa melihat kamar luas itu sepi tanpa penghuni.
Lelaki itu lebih sering tinggal bersama sang nenek daripada tinggal sendiri di rumah besar ini.
Anak itu merebahkan dirinya pada kasur single yang hanya mampu menampung tubuhnya sendiri, menatap atap kamar yang terpasang lampu kecil guna menerangi ruangan ini.
Merenung sejenak mengingat betapa suram hidupnya tanpa kasih sayang sang nenek.
Ia tak pernah diperlakukan sepantasnya, neneknya selalu mengalihkan pembicaraan ketika bertanya mengapa sifat Ayahnya selalu acuh kepada dirinya.
Lalu seiring jalannya waktu ia terbiasa dengan keadaannya yang seperti ini, selalu berusaha menerima kenyataan. Dirinya sudah terlanjur tidak menginginkan perhatian sang Ayah.
Ia hanya akan berterimakasih kepada Ayahnya sebab memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa mengerti keadaan.
Catat sekali lagi, Haidan sudah terbiasa dengan sikap acuh Andre.
Ia tidak akan menjadi nakal hanya karena tidak menerima perhatian.
———
Pagi sekali Haidan bangun, dengan bantuan alarm tentunya. Yang sebelumnya selalu dibangunkan oleh neneknya, kini ia harus mandiri bangun sendiri.
Berjalan gontai menuju kamar mandinya lalu membersihkan diri. Tak perlu waktu lama, Haidan keluar kamar sudah rapi dengan seragam dan jas sekolah yang selalu ia gunakan. Sepatu dan tas yang selalu rapi sudah melekat pada tubuh kecil itu.
Usianya menginjak 16 tahun hari ini, tepat seminggu setelah sang nenek pergi, biasanya hari ulang tahun seperti ini ia akan jalan jalan pagi dengan motor milik neneknya berkeliling hingga Haidan puas.
Pemuda itu tersenyum kala melihat eyangnya menghubungi.
"Assalamu'alaikum eyang." sapa Haidan ceria.
"Waalaikumsalam Eja." jawabannya tak kalah ceria.
"Ada apa pagi pagi nelfon yang?" tanya Haidan sopan.
"Masa eyang lupa sama hari ulang tahun cucu imutnya eyang," ujar disebrang sana.
Sementara Haidan terkekeh menanggapinya.
"Barakallah fi umrik Eja, semoga panjang umur, sehat selalu, jangan nakal ya disana," doa sang eyang menyambut paginya hari ini.
Lelaki yang dipanggil Eja itu tersenyum, tidak ada nenek tentu saja ada eyang yang selalu memperhatikan dirinya selalu.
"Makasih eyang, Eja sayang eyang," ucapnya tanpa malu malu.
"Iya sayang, eyang juga sayang Eja." sahutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
eja [ ✓ ]
Teen Fiction❝Seperti ejaan yang tak pernah terucap.❞ Baskaranya telah hilang, digantikan dengan tangis sedu tak terhenti. Ia lepas. Lepas dari lara yang menjerat hidupnya, lepas dari topeng baik-baik saja miliknya. Sepanjang bankar didorong pada koridor, semu...