Happy Reading
Haidan sudah memantapkan hatinya untuk melakukan pemeriksaan terhadap tubuhnya yang kian menjadi sakit.
Tanpa persetujuan siapapun ia berangkat, menuju rumah sakit yang bukan merupakan tempat ayahnya bekerja.
Karena demam yang berkelanjutan, ia harus segera mengetahui ada apa dengan tubuhnya, karena penasaran itu merupakan hal yang menyiksa.
Haidan berjalan menuju halte dengan hoodie yang terus melekat ditubuhnya, musim hujan masih belum selesai, bahkan saat ini rintik gerimis sudah mulai membasahi bumi.
Duduk dibangku halte dengan satu orang yang terlihat juga sedang menunggu kedatangan bus. Saat ini jam sekolah dan jam kerja, tentu saja tidak ada orang yang sedang melakukan aktivitas diluar.
Sedikit lega karena bus yang ia tumpangi tidak terlalu ramai, ia duduk dibangku yang disediakan untuk satu orang. Menatap keluar jendela dengan memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie. Cuacanya tidak mendukung sekali untuk bepergian.
Takut pasti, ia takut terjadi sesuatu kepada tubuhnya yang tidak diketahui. Haidan tidak pernah merasa ada yang salah dengan tubuhnya selama ini, namun melihat kemarin demam tidak sembuh sembuh, akhirnya ia nekat untuk memeriksakannya.
Menatap rintik demi rintik yang sudah membasahi kaca bus dihadapannya membuat sedikit tenang. Untung saja dirinya sudah membawa persediaan payung didalam tasnya untuk berjaga-jaga, hasilnya tetap hujan.
Rumah sakit yang dituju Haidan lumayan jauh dari apartemen tempat ia tinggal, cukup menghabiskan waktu setengah jam menggunakan bus untuk sampai.
Hujan benar-benar deras ketika ia sudah berada di halte seorang diri, membuka lebar-lebar payung biru muda miliknya, lalu melangkahkan kaki untuk menuju ruangan yang lebih besar dihadapannya.
"Dingin banget huft..." gumamnya menggigil kedinginan.
Anak itu duduk di sebuah bangku tunggu setelah meminta jadwal pemeriksaan kepada perawat yang menjaga di depan sana.
"Haidan Aezananta," panggil suster cantik dengan papan nama yang ia bawa. Cukup kesulitan saat menggumamkan namanya yang lumayan belibet tersebut.
Yang dipanggil beranjak, lalu memasuki ruangan bernuansa putih dengan seorang dokter yang tengah duduk dimeja kerjanya.
"Ada keluhan?" tanyanya tanpa basa-basi saat Haidan duduk dibangku depannya.
Dokter tersebut mengambil selembar kertas yang berisi biodata Haidan.
"Saya demam sudah berhari-hari, demamnya aneh," balasnya.
Dokter tersebut mengernyitkan keningnya bingung.
"Demam sembuh demam sembuh," jelas Haidan.
"Lalu, ada yang lain?"
"Saya mimisan sekali sehari, lalu saat di sekolah bawah dagu saya lebam, padahal tidak terjadi apa-apa." tambahnya.
Firasat sang dokter tersebut sudah tidak baik, ia mulai menampakan wajah khawatir kepada pasiennya.
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dugaan sang dokter ternyata benar, ia menghela nafas pelan, menatap wajah apik milik Haidan dengan pandangan kasihan. Tidak tega memberitahu apa yang terjadi sebenarnya.
"Kanker darah, stadium 2B." jelasnya pelan.
———
Haidan berjalan gontai tanpa pikiran yang fokus, dirinya didiagnosa terserang penyakit mematikan. Masih tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
eja [ ✓ ]
أدب المراهقين❝Seperti ejaan yang tak pernah terucap.❞ Baskaranya telah hilang, digantikan dengan tangis sedu tak terhenti. Ia lepas. Lepas dari lara yang menjerat hidupnya, lepas dari topeng baik-baik saja miliknya. Sepanjang bankar didorong pada koridor, semu...