Happy Reading
Seharusnya dihari kelima ini Haidan sudah harus pulang kembali ke rumahnya bersama sang ayah. Namun lagi lagi ayahnya tidak bisa untuk sekedar menjemputnya karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Hal itu mengharuskan Haidan tinggal lebih lama di rumah eyang. Jangan tanyakan perasaan anak itu, dia akan tetap sangat senang jika tinggal lebih lama disini.
Selain ada nenek dan kakek yang terus memperhatikannya, dia juga merasa lebih hidup di tengah tengah orang yang menyayanginya.
Haidan ingin disini saja jika seperti ini. Anak itu sudah berkemas dengan barang bawaannya, namun sang ayah berkata tidak bisa menjemputnya hari ini.
Saat ini Haidan bersama Reno mengunjungi Janu lagi, anak itu juga butuh sebuah dukungan untuk segera sembuh dari sakitnya.
Boleh dikatakan mereka berdua benar-benar gila membawa sebuah kepiting yang tadi mereka temukan di pinggir pantai untuk menjadi kado Janu.
Janu itu pintar memasak dan sangat menyukai olahan laut, lalu karena harga kepiting itu memang sedikit melangit, sebuah keberuntungan datang kepada Haidan dan Reno yang niatnya ingin bermain air malah menemukan seekor kepiting berukuran besar tersebut.
"Lo ngapain bawa kayak gitu ke rumah sakit?!" seru Juna saat melihat dua temannya datang dengan sekantong plastik berisi kepiting yang masih hidup dengan bumbu masakan yang sudah disiapkan oleh ibu Reno.
Haidan dan Reno hanya terkekeh melihat muka kesal yang ditunjukan oleh Juna saat mereka berdua sampai ke ruangan milik Janu.
"Disini ada kompor nggak? Ada, kan?" Haidan melengos, mendekati Janu yang sedang terduduk diatas brankarnya.
Janu mengangguk menjawab pertanyaan Haidan, lalu turun untuk mengantar temannya ke tempat yang diyakini sebagai dapur rumah sakit. Janu sudah sangat mengenal para perawat yang ditugaskan untuk mengolah makanan pasien. Bukan hal yang mengejutkan bagi Haidan, mengingat sifat ramah milik Janu yang sudah meleka sedari dulu.
Haidan dan Reno mengikuti kemana arah Janu berjalan. Sesampainya di ruangan penuh dengan alat alumunium dan beberapa perawat yang sedang menyiapkan sedikit makanan untuk jam makan siang nanti.
"Mbak Sekar," panggil Janu. Wanita dengan pakaian putih itu menoleh saat namanya dipanggil oleh salah satu pasiennya.
"Eh iya, kenapa?"
Janu memperlihatkan kantung plastik yang sedari ia bawa kepada sang perawat. "Mau masak ini boleh, ya?"
Sang perawat nampak diam, menimang-nimang jawaban untuk pertanyaan sang pasien. Lalu, datanglaj Juna dengan dumelan dan bibir yang sedikit mengerucut kesal karena ditinggalkan seornag diri di ruangan sang kembaran.
"Bolehin aja mbak, udah makan nasi tadi." ujar Juna membela sang adik agar diperbolehkan memakan makanan lain hari ini.
Lantas sang perawat mengangguk mengiyakan permintaan Janu setelah mendengar ucapan Juna yang menjelaskan konsumsi adiknya hari ini.
"Nanti diberesin ya!" kata Sekar memperingati.
Janu mengangguk antusias disertai senyuman manis yang ia layangkan kepada sang perawat.
Mereka berempat memulai aksinya dengan arahan dari Janu. Membuat sedikit kekacauan yang terjadi karena mereka memasak dengan keadaan banyak tanya dan malah mengganggu Janu. Pertengkaran yang terjadi diantara Haidan dan Juna semakin terdengar ketika Haidan dengan sengaja menyuapi sang kakak kembar dengan beberapa garam.
Mereka berempat benar-benar berhenti ketika mbak Sekar memperingati jika sudah masuk jam makan siang dan kemungkinan dapur akan dipakai oleh beberapa perawat.
Setelah membersihkan semua kekacauan yang terjadi, mereka memilih keluar dan duduk disalah satu bangku taman yang terletak di sisi kanan rumah sakit.
"Lain kali jangan gitu!" tegur Janu kepada Haidan dan Juna yang sedari tadi membuat ulah.
Ucapan Janu hanya dianggap angin lalu oleh dua orang tersebut, masih dengan nada kemusuhan yang terlihat diantara keduanya, mereka saling mengejek satu sama lain ditemani kekehan Reno yang tidak kunjug habis sedari tadi.
"Gue tandain muka lo!" tunjuk Janu dengan mengarahkan ke muka Haidan yang menampilkan wajah iseng dan menggoda Juna.
"Wih gaul udah pake gue-lo." Haidan kebali menyulut emosi yang lebih tua, membuat Juna kembali bankit dan menghampiri anak itu setelah dipisahkan oleh Reno dan Janu.
Reno menyeret kaos yang dikenakan Juna guna membuat lelaki itu tenang dan kembali ke tempat duduk kembali sebelum peperangan kembali terjadi antara keduanya. "Udah, diemin Jun."
Juna duduk diam disamping Reno yang berada di ujung dengan Haidan yang duduk disebelah Janu.
Hari ini mereka habiskan untuk bersenang-senang bersama disebuah taman rumah sakit yang terlihat begitu sederhana namun memberikan kenangan indah bagi Haidan.
---
Sore hari Haidan duduk didepan rumah guna menunggu sang ayah yang sedang menjemput untuk segera menuju bandara dan pulang menuju rumahnya yang asli.
Reno ada disampingnya dengan dua eyang dan orang tua Reno menemani Haidan yang akan segera pulang.
Tanpa sadar, tingkahnya dan niat ke rumah sakit tadi membuat Haidan tersenyum, setidaknya ia sudah membuat Juna dan Janu bisa mengingat dirinya saat ia tidak bisa menemui mereka semua nanti.
Mobil hitam sewaan Andre terlihat di pekarangan rumah, Haidan sudah bersiap beranjak dengan tas ransel yang sudah ia sampirkan dibahu sejak tadi.
"Lo kesini lagi, kan?" nada sendu milik Reno terdengar di rungu lelaki yang sudah beranjak itu.
Haidan menoleh, meihat muka Reno yang sudah memerah menahan tangis. Ia mendekat guna mendekap tubuh sang sepupu.
"Nggak lama lagi gue kesini, pasti." balas Haidan tersenyum merasakan baju bagian pundaknya basah. Reno menangis disana.
Setelah acara berpamitan dengan orang yang berada disana, akhirnya Haidan dan Andre memasuki mobil, mulai meninggalkan pekarangan rumah dan menciptakan suasana rindu, lagi.
Suasana didalam mobil tidak jauh beda dari biasanya, selalu canggung. Tidak ada yang memulai pembicaraan satu sama lain, keduanya terdiam dengan kesibukkan masing-masing.
Haidan yang sibuk dengan ponselnya dan Andre yang fokus dengan kemudinya. Kecanggungan itu tak berlangsung lama setelah Andre menghentikan mobilnya didepan orang yang menyewakan mobilnya untuk ayah satu anak itu.
Mereka sudah sampai di bandara dengan barang bawaan milik Haidan yang tidak terlalu banyak. Duduk disalah satu bangku tunggu untuk menunggu jadwal terbang mereka akhirnya dilanda kecanggungan dan keheningan lagi.
"Minum," Andre menjulurkan sebuah botol minuman mineral kepada Haidan yang langsung diterima dengan senang hati oleh sang anak.
Tidak banyak lagi mereka kembali diam seribu bahasa dengan kecanggungan yang mendominasi. Setelah itu mereka diam hingga jadwal keberangkatan diumumkan.
"Ini kenapa bokap gue diem mulu sih? Gue nggak suka canggung woy." mungkin begitulah isi hati Haidan sejak tadi.
Guna mengusir rasa bosan yang melanda setelah dilarang menggunakan ponsel didalam pesawat, Haidan menggunakan otak jeniusnya untuk memikirkan hal tidak berguna. Mulai awal mula sifat sang ayah yang begitu dingin karena dia sakit gigi atau mungkin sedang sariawan, hingga teori mengapa dulu ibunya bisa menikah dengan kulkas berjalan seperti ayahnya.
Memikirkan banyak hal tidak berguna seperti itu, membuat mata Haidan memberat, lalu ia mnyusul sang ayah yang sejak tadi sudah terlelap dan menyusuri dunia mimpi bersama, mungkin.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
eja [ ✓ ]
أدب المراهقين❝Seperti ejaan yang tak pernah terucap.❞ Baskaranya telah hilang, digantikan dengan tangis sedu tak terhenti. Ia lepas. Lepas dari lara yang menjerat hidupnya, lepas dari topeng baik-baik saja miliknya. Sepanjang bankar didorong pada koridor, semu...