[18] Perdebatan

591 204 107
                                    

Happy Reading

Haidan keluar dari kamar mandi dengan kaos hitam dan celana selutut berwarna abu-abu. Ia mengusak rambutnya yang masih basah dengan handuk miliknya, melewati sang ayah yang tengah duduk ruang tengah dengan ponsel yang bertengger di telinganya.

Menyampirkan handuk setengah basah itu pada gantungan yang ada di balkon dengan rasa bingung.

Raut wajah ayahnya saat menerima panggilan tersebut nampak serius hingga tak menyadari Haidan yang sudah keluar dari kamar mandi.

Keningnya semakin berkerut kala mendengar obrolan ayahnya dengan seseorang, namun, menyebutkan namanya.

"Kenapa?" Haidan berani bertanya dengan suara lirih karena berkali-kali namanya disebutkan.

Ayahnya mendongak menatap Haidan dihadapannya, memerintah untuk diam dengan menaruh jari telunjuknya tepat dibibir.

Anak itu menurut, diam dan menunggu Andre sampai selesai dengan panggilannya.

"Nggak bisa gitu! Saya ini dokter!" Suara tegas Andre terdengar menyeramkan.

Haidan diam dengan banyak pikiran bercabang, terlalu bingung dan takut kenapa ayahnya bisa semarah itu.

"Sebaiknya kita minta persetujuan dari Haidan," ucap Andre mulai menjinak dan menutup sambungan diponselnya.

Andre beralih menatap Haidan dengan tatapan sayu yang terlihat menyedihkan, kemudian berlalu meninggalkan sang putra di ruang tengah dengan kebingungannya.

Haidan diam dengan pikirannya sendiri, sedikit melamun, hingga tersadar karena suara dering ponselnya yang berasal dari kamarnya.

Ia mengangkat panggilan dari Eyangnya, sedikit khawatir kenapa menelfon semendadak ini.

"Eja..." panggil neneknya

"E-eh i-iya?" Karena khawatir suaranya menjadi terdengar seperti gugup.

"Eyang denger dari Janu... katanya kamu sakit," katanya pelan.

Sudah Haidan duga, Janu pasti mengadu tentang dirinya yang menangis karena takut saat itu. Hancur sudah tamengnya untuk berbohong jika semuanya baik-baik saja.

"Itu bener?" suara disambungannya terdengar bergetar, seperti menahan sesuatu.

"Eja sehat kok, sehat banget." Haidan mencoba meyakinkan dengan suara yang tak kalah bergetar.

Lalu suara isakan terdengar, neneknya mampu dibuat menangis hanya karena kabar tentang dirinya. Dan Haidan sangat membenci itu.

"Enggak Eyang, Eja sehat!" desaknya sembari menahan air mata.

"Kamu mau ketemu Eyang ndak?" Isakannya berhenti.

"Kan Eja sekolah, besok kalo liburan ketemu Eyang lagi," jawabnya.

"Kamu pindah kesini, ya? Sekolah sama Reno,"

eja [ ✓ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang