Happy Reading
Haidan belum mendapatkan jawaban tentang sosok Lea dari keempat temannya. Saat ia bertanya tentang gadis itu, mereka diam dan bungkam enggan menjawab. Membuat Haidan semakin penasaran.
Juna sudah melarang dirinya untuk masuk dalam urusan Lea, namun Juna tidak memberikan alasan yang jelas agar Haidan mengerti. Ia hanya mengatakan jika Lea itu berbahaya. Mana ada laki-laki takut dengan perempuan? Apalagi dengan Lea yang terlihat begitu manis.
Haidan tidak mempedulikan ucapan Juna, ia tetap ingin mencari tahu lebih tentang Lea yang menurutnya pantas untuk diketahui. Sosok seperti Lea pasti memiliki banyak rahasia yang ia pendam sendiri, walaupun Haidan sudah mengetahui salah satunya.
Lea sangat menyerah dengan hidupnya.
Dan Haidan ingin mengetahui alasan mengapa Lea bisa begitu dengan mudah ingin mengakhiri hidupnya yang masih panjang.
"Lo ngapain sih suka banget ikut campur urusan orang lain?" Suara ketus itu berasal dari Lea, yang tempat duduknya kini sudah pindah menjadi disamping Haidan.
Haidan hanya terkekeh sebagai jawaban, sudah sangat sering mendengar suara ketus dan menusuk dari bibir manis Lea setiap hari.
"Ini kenapa gue pindahnya kesini, sih?" Lea masih kesal dengan perputaran tempat duduk yang membuatnya menjadi bersebelahan dengan Haidan.
"Gue nggak minta, loh. Udah takdirnya." jawab Haidan masih dengan kekehan yang keluar.
Lea mendengus kesal, lalu menghempaskan tas ranselnya ke bangku dengan kasar, kemudian ia berlalu meninggalkan Haidan yang sedari tadi menatapnya dengan kekehan yang terus keluar.
Sudah seminggu ini, Haidan terus mendekati Lea, entah apa yang ia minta hingga terus menerus berusaha untuk menjadi teman gadis itu. Dan sekarang, sepertinya Lea sudah mulai menunjukkan bahwa ia terganggu dengan kehadiran Haidan.
Sejak awal, lelaki itu memang tidak diterima oleh Lea, sangat menganggu dan berisik. Lagipula mereka terlihat sangat mencolok daripada siswa lain. Bahasa yang tentunya berbeda dan cara berpikirnya.
Kalau ditanya tentang kenyamanannya sebagai siswa baru di SMA beda lingkungan, akan Haidan jawab kurang nyaman. Tidak seperti hidup di lingkungan dulu yang bebas dan keras.
Disini semua orang tidak bisa melakukan semua aktivitas dengan bebas, selalu memikirkan omongan banyak orang dengan kelakuannya. Berbeda dengan kehidupan dahulunya, kini orang-orang yang ada didekatnya juga terlalu banyak bergosip, membicarakan segala kejelekan yang diperbuat.
Buktinya sekarang, ada segerombolan siswi yang melingkar pada satu meja di kelasnya, sedang bisik-bisik sembari menoleh ke arah Haidan diam-diam. Mereka pasti sedang membicarakan orang lagi.
Tak mempedulikan mereka, Haidan mengeluarkan ponselnya dan mulai menghilangkan rasa bosan dipagi ini dengan bermain game online kesukaannya.
Haidan hampir tergelak karena mengingat omongan orang lain yang mengatainya hanya karena berbeda game online, segitunya.
Haidan memang tak pernah mempedulikan dengan cibiran dan segala hal yang dibicarakan orang lain mengenai dirinya, namun jika hanya karena game online, apakah itu pantas untuk dimasukkan kedalam cerita mereka? Terlalu lucu.
Juna datang, lalu menepuk pundak Haidan sekilas saat melewatinya, duduk disalah satu bangku di depan sana. Sejauh ini yang menemaninya hanya mereka mereka saja, Reno, Juna dan Janu.
Haidan tidak menemukan teman yang pas di lingkungan baru ini. Jadi, ia hanya selalu bersama dengan ketiga temannya saja.
Hari ini ada ulangan, Juna dan Haidan tidak jadi ke kantin setelah diajak Reno dan Janu diluar sana. Mereka lebih ingin belajar sebelum guru datang dan memberikan selembar kertas ulangan dengan rentetan soal yang rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
eja [ ✓ ]
Dla nastolatków❝Seperti ejaan yang tak pernah terucap.❞ Baskaranya telah hilang, digantikan dengan tangis sedu tak terhenti. Ia lepas. Lepas dari lara yang menjerat hidupnya, lepas dari topeng baik-baik saja miliknya. Sepanjang bankar didorong pada koridor, semu...