Series Pertama : Heart Game
Series Kedua : Heart Game 2 : Abi Please Love Ummi!Jangan maksain baca kalau gak suka ceritanya!! Takutnya nanti kalian kecewa!! Makasih 😂😂😁
.Jinata berlari masuk ke dalam ruang bersalin dan mendapatkan sang istri yang kelelahan setelah melahirkan putri mereka.
"Abi.." lirih Hanna saat melihat Jinata yang sudah berada di sampingnya.
"Alhamdulillah, Ummi. Terima kasih." Jinata mengecup dahi sang istri.
Air mata sang istri keluar. "Sakit, bi.." rintihnya lalu tak lama kemudian Hanna menutup matanya—pingsan.
Jinata agak terkejut. Dokter Erna langsung memeriksa keadaan Hanna. Jinata menatap Hanna dengan sedih, dan berdo'a agar istrinya baik-baik saja.
_____
Suara ketukan pintu membuat Jinata tersadar dari alam mimpinya. Dia menegakkan tubuhnya. Tangannya menggenggam tangan Hanna—yang saat ini terbaring lemah dan tak sadarkan diri. Sudah dua hari ini wanita itu koma. Bahkan anak kedua mereka menyusui dari donor ASI.
Jinata beranjak dari tempat duduknya dan melepaskan genggamannya. Pria itu membuka pintu dan mendapatkan seorang perawat wanita di hadapannya.
"Ada apa, bu?" Tanya Jinata langsung.
"Bapak di panggil oleh Dokter Arif untuk ke ruang operasi.."
Jinata menyeritkan dahinya. Lalu mengangguk. Perawat itu berjalan dan Jinata mengikutinya.
Namun saat berada di depan ruang opearasi, Jinata menghentikan langkahnya.
"Bu Diana, bisakah ibu minta ke perawat lain untuk menjaga istri saya?" Pinta Jinata.
Wanita paruh baya bernama Diana itu mengangguk. "Baik," katanya.
"Terima kasih."
Jinata pun langsung masuk ke dalam ruangan ganti. Untuk mengganti pakainannya.
_____
Setelah membantu operasi Dokter Arif. Jinata memutuskan untuk kembali ruang rawat inap istrinya. Di sana dia mendapatkan ibu mertuanya, yang ternyata sudah datang.
"Mah," katanya sambil menyalimi tangan sang mertua.
"Kamu istirahat dulu. Biar mamah yang jaga Hanna. Katanya kamu habis operasi," ucap Sri—sang ibu mertua.
"Iya, Mah. Kalau gitu, Jinata akan lihat Maryam dulu," kata Jinata.
Ibu mertuanya mengangguk.
_____
Maryam Khoerunnisa—itu adalah nama putrinya. Wajah mungil Maryam, membuatnya terus mencium dahi putrinya itu.
"Apa Maryam sudah diberi ASI?" Tanya Jinata pada perawat yang bertanggung jawab pada putrinya itu.
"Sebentar lagi, putri dokter akan diberi ASI," jawab perawat itu.
Jinata mengangguk. Suara pintu terbuka dan menampakan seorang wanita yang masuk ke dalamnya. Jinata mengenal wanita itu, dia adalah yang mendonorkan ASI-nya untuk putrinya.
"Bu Wida, kenapa kemari? Padahal saya mau ke ruangan Ibu," kata perawat.
Wida tersenyum. "Saya merindukan putri saya dan juga sekalian mau menyusui Maryam," ujarnya.
Perawat itu menggendong anak Wida dan memberikannya pada Wida.
"Terima kasih sudah mau mendonorkan ASI ibu pada anak saya," terima kasih Jinata untuk pertama kalinya.
"Oh. Iya, pak. Sama-sama. Saya juga berterima kasih, karena saya tidak harus membayar biaya rumah sakit." Wida sepertinya baru menyadari bahwa Jinata yang merupakan ayah dari anak yang diberi donor ASI-nya.
Jinata mengangguk.
Terdengar suara rengekan dari mulut Maryam membuat Jinata sedikit terkejut.
"Sepertinya Maryam sudah lapar," kata perawat itu mengambil alih menggendong Maryam.
Wida bergegas menyimpan putrinya yang masih tertidur pulasnya. Lalu duduk dikursi. Perawat itu memberikan Maryam pada Wida.
Jinata menyeritkan dahinya saat perawat dan Wida menatapnya. Namun dia langsung menyadarinya. "Ah, iya. Kalau begitu saya permisi dulu. Bu Wida, sekali lagi terima kasih."
Wida tersenyum manis. "Ya, terima kasih kembali."
_______
Suara tangisan terdengar dari kamar rawar Hanna, Jinata yang berada di depan pintu langsung masuk ke dalam ruangan. Dia melihat ibu mertuany mengelus rambut Hanna yang saat ini sedang menangis.
"Hanna, ada apa? Apa ada yang sakit?" Tanya Jinata.
Hanna terdiam sejenak, menatap ke arah suaminya. "Kamu jahat!" Isaknya kembali menangis.
"Hanna, aku nggak jahat.." kata Jinata memegang tangan istrinya.
"Kamu jahat, pergi sana.." lirih Hanna sambil berusaha menarik tangannya. Namun dia terlalu lemas untuk melepaskan tangannya dari genggaman Jinata.
"Mah, Jinata akan memanggil dokter Erna dulu."
Sri mengangguk. Tangannya tetap mengelus rambut putrinya. "Tenangkan diri kamu, sayang..."
Jinata tersendu melihat sikap istrinya itu. Dia melangkah mundur. Lalu berbalik dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART GAME 3 : not me, but you (Completed) (Finale)
SpiritualCeritanya enggak recomended buat kamu yang perfect. Bukan kisah cinta bahagia, yang terpikirkan oleh semua orang. Perjalanan pernikahan yang dihiasi dengan lika-liku. Ada masanya ingin berhenti dan meninggalkan semuanya. Jinata Alam, seorang suami...